Buat saya, faktor utama yang bisa bikin saya menyebut sebuah film sebagai film yang bagus adalah cerita. Tapi, kadang cerita bagus saja tidak cukup untuk menjadikan sebuah film dapat dikatakan sempurna. Buat saya film yang baik adalah film yang tidak hanya dapat memanjakan otak dan hati saja, tapi juga harus bisa memanjakan mata.
The Fall adalah salah satu film yang benar-benar berhasil memanjakan mata saya. Memanjakan mata di sini bukan hanya karena Lee Pace-nya aja loh (tapi ini salah satu faktor sih :D), tapi karena gambar-gambar di film ini benar-benar indah dan berhasil bikin saya terkagum-kagum. Hebatnya lagi, pemandangan-pemandangan di film ini semuanya ASLI, sama sekali bukan hasil efek komputer semacam efek CGI dan sebagainya. Yang bikin saya takjub lagi, proses syutingnya dilakukan di belasan negara, termasuk Indonesia (meskipun di bagian credit disebutkannya Bali, bukan Indonesia), dan memakan waktu lumayan lama yaitu sampai 4 tahun.
The Fall bercerita tentang seorang anak kecil berumur 5 tahun asal Rumania bernama Alexandria (Catinca Untaru), yang dirawat di rumah sakit di Los Angeles akibat patah tangan karena jatuh ketika ia sedang memetik buah jeruk. Alexandria yang senang sekali jalan-jalan berkeliling di dalam rumah sakit tersebut suatu hari bertemu dengan Roy (Lee Pace), pasien lainnya yang berprofesi sebagai seorang stuntman dan dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan akibat pekerjaannya tersebut. Roy menceritakan sebuah dongeng padanya, dongeng yang ia sebut sebagai “kisah epik tentang cinta dan balas dendam”, yang bersambung setiap harinya. Dongeng tersebut bercerita tentang lima orang yang memiliki dendam pada seorang gubernur bernama gubernur Odious karena alasan berbeda-beda. Lima orang tersebut antara lain: 1) Otto Benga, seorang mantan budak yang dendam pada Odious karena saudaranya yang sama-sama budak meninggal karena kelelahan akibat terus-terusan disuruh kerja paksa; 2) Si India / The Indian, yang istrinya bunuh diri akibat diculik oleh Odious; 3) Luigi, seorang ahli bahan peledak, yang diasingkan oleh Odious sehingga tak seorang pun berani berbicara padanya; 4) Charles Darwin, peneliti alam dari Inggris yang sedang mencari kupu-kupu bernama ‘Americana Exotica’ dan suatu hari dikirimi kupu-kupu tersebut oleh Odious, namun dalam keadaan sudah mati dan diawetkan; dan terakhir yang merupakan pemimpin mereka, 5)Black Bandit, yang memiliki dendam karena saudaranya, the blue bandit, dibunuh oleh Odious. Selain mereka berlima, muncul satu orang lagi bernama Mystic yang akan banyak membantu mereka dalam usaha balas dendam pada Odious.
Dongeng tersebut divisualisasikan melalui imajinasi dari Alexandria, sehingga tokoh-tokoh dalam dongeng tersebut diperankan oleh orang-orang di sekitar rumah sakit tersebut (salah satunya Black Bandit diperankan oleh Lee Pace sendiri). Karena dongeng tersebut, timbul kedekatan antara Roy dan Alexandria, sehingga Alexandria pun turut masuk ke dalam cerita yang nantinya akan mengarah jadi semakin depresif tersebut, sesuai dengan kondisi sang pencerita (Roy), yang dalam keadaan depresi dan putus asa karena pacarnya berselingkuh dengan pemeran utama film yang ia mainkan. Roy sendiri sebenarnya memiliki tujuan sendiri, dan melalui dongeng tersebut ia berusaha memanfaatkan Alexandria untuk membantunya melaksanakan tujuan tersebut. Apakah tujuan itu? Tonton aja kakaaak 😀
Ini adalah salah satu film dengan sinematografi terindah yang pernah saya tonton. Buat kalian yang suka gambar-gambar bagus, kayaknya film ini sayang banget kalau dilewatkan. Semuanya adegan digambarkan dengan sangat indah dan cantik, termasuk adegan kecelakaan Roy di awal film, yang disajikan dengan gambar hitam putih serta slow motion ala film bisu. Dan seperti yang saya bilang, Bali merupakan salah satu latar tempat dalam film ini. Dan di film ini kita bisa menyaksikan scene tari kecak yang betul-betul kuwereeeen dan menjadi salah satu adegan favorit saya. Scene favorit saya yang lain selain adegan tari kecak: adegan (kalo ga salah namanya) tari sufi di pernikahan salah satu tokoh dalam dongeng tersebut. Adegan tersebut benar-benar indah. Selain sinematografi yang benar-benar memanjakan mata, kostum-kostum yang dipakai para pemainnya pun turut mendukung keindahan film ini.
Untuk masalah akting, saya suka banget sama akting para pemainnya. Catinca Untaru berakting sempurna sebagai Alexandria, anak berumur 5 tahun yang polos dan menggemaskan. Aktingnya benar-benar alami dan sangat natural, sampai-sampai dia gak kelihatan seperti sedang berakting. Dan Lee Pace, awww dia ini eye candy untuk para perempuan dalam film ini, dan juga turut menambah keindahan film ini (emaap ya lebay ;p). Saya suka banget tampang manisnya (bishounen bule nih), selain itu saya memang senang melihat tampang lelaki yang sedang depresi (tapi hanya untuk yang ganteng loh :p). Aktingnya pun sangat bagus di sini. Dan chemistry-nya dengan Alexandria pun terasa pas sekali. Aw aw Lee Pace aku padamuuu ❤
Ehm, sudahi fangirling-nya. Dari segi cerita, ceritanya pun saya suka banget. Saya rasa salah besar kalau ada orang bilang film ini bagus cuma karena sinematografinya. Bagi saya, ceritanya pun turut mendukung kekuatan film ini. Meskipun terbilang sederhana, tapi ceritanya berhasil membuat saya terhanyut ke dalam filmnya. Di sini saya dapat melihat bagaimana perbedaan antara orang dewasa dan anak-anak dalam memandang kehidupan, di mana anak-anak memandang hidup dengan penuh keceriaan dan rasa optimis. Sedangkan orang dewasa yang mulai realistis malah lebih bersifat pesimis. Hal itu bisa dilihat dari adegan-adegan awal, yaitu melalui cerita tentang Alexander the Great yang diceritakan Roy pada Alexandria sebelum cerita ‘epik’ tersebut dimulai. Melalui cerita ini, kita sudah bisa melihat bagaimana perbedaan pandangan hidup antara orang dewasa dan anak-anak.
Oke, segini aja reviewnya. Film ini sangat saya rekomendasikan kepada semua pecinta film, terutama yang menyukai film drama dengan balutan fantasi dan adventure. Mungkin bagi sebagian orang, film yang disutradarai oleh sutradara asal India benama Tarsem Singh ini akan terlihat kurang menarik. Tapi, tonton deh film ini baik-baik, kamu akan mengalami pengalaman sinematik yang benar-benar mengesankan. Sayangnya, saya tidak begitu total menikmati film ini karena gambarnya kurang jernih, padahal yang saya tonton adalah VCD original dan bukan bajakan (keluaran jive collection kalo gak salah). Yak, 4,5 bintang untuk film ini. Highly recommended! 🙂
Rating : 1 2 3 4 4,5 5
Salah satu film terbaik yang pernah kutonton.
Sayangnya Oscar tak melirik film ini sedikitpun dan juga entah kenapa kurang komersil. Mungkin karena ceritanya terlampau abstrak 🙄
Sinematorgrafi film ini benar2 tiada duanya sampai2 aku hampir percaya dgn komentar Roger Ebert, “There will never be another like it”
Oscar itu memang suka diluar dugaan…yg menurut qt bagus malah suka ga kelirik oscar 😦
bener. film ini kurang kedenger gaungnya ya. padahal bagus banget 😀
bener, salah satu sinematografi film terbaik yg pernah aku liat. indah banget XD
Yeah bener2 film yg indah!!!! En Catinca Untaru ngomongnya lucuuuuuu =))
iya. ngegemesin banget tuh anak, rasanya pengen cubit pipinya XD
Hoho akhirnya ada tulisan baru 🙂
Gw belum nntn nih, tp dr reviewnya kyknya layak dicari dan ditntn walaupun ga kenal sama aktor2nya. Makasih dah dikasih tau.
Ngomong2 soal memanjakan mata, ada film yg judulnya The Girl With a Pearl Earing, itu film juga oke bgt sinematografinya, setiap scene kayak terkesan kayak lukisan TAPI ceritanya membosankan stgh mati. Kalo bukan krn ada yayangku di film itu, udah gw matiin di tgh cerita d
ayo tonton deh. bagus banget soalnya 😀
oh ya? wah belum nonton tuh The Girl With Pearl Earing. kalo The Fall sih, ceritanya menurutku gak ngebosenin. malah ini tipe film yang bisa aku tonton berulang-ulang 🙂
Sip…nnt begitu ada waktu kosong, gw hunting di points square. Semoga ada.
aq juga habis nonton film ini, bagus bgt… gak ku ku deh sama lee pace-nya, hehe.
Btw tukeran link yuuuk
http://natnitnotes.blogspot.com/ link back ya…
iya, Lee Pace-nya guanteng ya. langsung jatuh cinta deh XD
iya udah saya link, makasih ya udah mampir ke blog saya 😀
Aaaaaaaaaarghh pilem2 yang saya tonton selalu lain dari yang ada di review ini.. 😀
Eh eh eh, kemarin minggu dateng gak ke Pasar Seni ITB?
hehehe emang nonton pilem apa aja? 😀
iya, saya dateng ke pasar ‘manusia’ itu *karena lebih banyak manusia-nya daripada barang2nya* 😀
saya baru downlaod seminggu yg lalu versi BRRip. Gambarnya jernih banget! yeah, gara2 The Hobbit saya jd penasaran sm akting Lee Pace di film ini. Ternyata dia memang ganteng dari sononya :-*