Tertarik nonton film ini sebenarnya karena melihat judulnya yang tampak oke (oh yeah, I do judge movie by its title), dan sebelum nonton ini, yang saya tau tentang film ini hanyalah film ini bercerita tentang kisah para TKW alias Tenaga Kerja Wanita. Yang terpikirkan oleh saya ketika mendengar tema itu adalah “kayaknya ceritanya tentang penyiksaan TKW oleh majikan yang marak terjadi dan sering jadi pemberitaan nih”. Dan ternyata dugaan sotoy tersebut salah besar! Hal seperti itu malah tidak ada sama sekali di film ini. Ini sekaligus menunjukan bahwa tidak semua majikan (terutama majikan TKW) itu jahat dan suka menyiksa pembantunya. Mungkin ada, tapi ya hanya sedikit dari sekian banyak majikan.
Minggu Pagi di Victoria Park bercerita tentang Mayang (diperankan oleh Lola Amaria yang juga berperan sebagai sutradara film ini), yang baru beberapa bulan menjadi TKW di Hong Kong dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak. Keberadaannya sebagai TKW di Hongkong sebenarnya bukanlah keinginannya sendiri, melainkan disuruh oleh ayahnya untuk mencari sang adik, Sekar (Titi Sjuman) yang sudah menjadi TKW terlebih dahulu sejak dua tahun yang lalu, dan saat ini menghilang dan tidak diketahui keberadaannya. Di Hong Kong, Mayang berteman dengan sesama TKW lainnya, ia juga kemudian mengenal Mas Gandi yang terkenal sebagai “bapaknya para TKW”. Pertemanannya dengan mereka kemudian mulai memberikan sedikit informasi mengenai apa yang terjadi pada adiknya. Namun, meskipun begitu, Mayang tampak terlihat ogah-ogahan dalam usaha pencarian adiknya tersebut. Lalu apa yang terjadi berikutnya? Apakah Mayang berhasil menemukan Sekar? Seperti apa sebenarnya hubungan antara kakak beradik ini? Tonton aja deh.
Setelah menonton film ini di bioskop, saya merasa bersyukur karena menyadari bahwa masih ada filmmaker Indonesia yang mau membuat film dengan niat “ingin membuat film” dan bukan untuk sekedar “jualan”. Minggu Pagi di Victoria Park mungkin bukanlah film yang sempurna, tapi saya sangat menghargai usaha mereka dalam menyajikan sebuah tontonan yang segar dan juga menarik. Di bagian awal, saya tidak merasakan apa-apa dan masih bingung mengenai inti ceritanya. Siapa itu Sekar? Apa hubungannya sama Mayang? Tapi di 2/4 awal, akhirnya saya mulai menemukan penerangan mengenai hubungan Mayang dan Sekar. Sungguh menarik rasanya melihat bagaimana perasaan Mayang pada adiknya tersebut, di mana ia masih tidak tahu apakah sebenarnya ia memang ingin menemukan Sekar atau tidak. Hal itu didasari karena ia sebenarnya tidak menyukai adiknya sendiri yang dalam segala hal selalu lebih baik dari dirinya. Selain itu, hal menarik lainnya adalah bagaimana berbagai pengalaman-pengalamannya di sana mulai mengubah perasaannya pada adiknya tersebut, yang lebih baik kalian tonton aja deh biar tahu ^^
Lola Amaria berakting baik di film ini. Menurut saya dia sukses memerankan Mayang yang agak introvert dan kaku serta selalu merasa dirinya yang paling menderita karena keberadaan Sekar. Selain itu, saya kagum karena selain berakting, dia juga lah yang menyutradari film ini. Dia berhasil menyuguhkan kisah para TKW beserta permasalahan-permasalahan yang menghiasi hidup mereka, seperti masalah di mana banyak TKW yang terlilit hutang dengan perusahaan super kredit (salah satunya Sekar), percintaan sesama jenis antar TKW (untuk hal ini, sepanjang film saya sibuk menebak apakah tokoh Agus itu cewek atau cowo, tampang dan nama kayak cowok, tapi pas ngomong kok suara cewek, dan ternyata emang cewek ya *gak penting*), atau ada TKW yang menjalin cinta dengan pria Pakistan dan atas nama cinta *halah* mau mengeluarkan uang untuk pria tersebut (contohnya yang terjadi pada tokoh Sari). Mengenai kisah para TKW yang suka disiksa majikannya seperti yang sering ada di berita malah tidak ada, malah film ini menunjukan sisi positif dari para majikan, contohnya majikan Mayang (dan saya terharu ketika majikan Mayang ini meminta Mayang untuk makan di meja makan bersama mereka). Selain itu, Titi Sjuman yang berperan sebagai Sekar, adik Mayang, juga menampilkan akting yang sangat bagus di film ini. Penampilan terbaiknya adalah ketika ia memutuskan untuk melakukan suatu hal tak terduga demi mendapat uang, ekspresinya di adegan itu benar-benar nyata dan saya ikut merasakan ketidakrelaan seperti yang dirasakannya. Selain itu, pemain lainnya pun turut bermain dengan baik di film ini, meskipun saya tidak begitu suka dengan akting Donny Damara yang berakting seperti sedang bermain sinetron. Oh iya, bumbu romantisme juga dihadirkan melalui kehadiran tokoh Vincent yang diperankan oleh Donny Alamsyah. Meskipun terkesan tidak penting dan tampak seperti pemanis saja, bagi saya karakter ini memang perlu ada karena karakter ini membuat Mayang yang selama ini merasa tidak ada apa-apanya dibanding Sekar, mulai merasa bahwa dirinya memiliki arti untuk orang lain.
Di luar itu, kelebihan dari film ini adalah sinematografinya yang cakep banget dan berhasil menampilkan pemandangan Hongkong dengan indah. Saya jadi pengen ke Hongkong abis nonton film ini ^^ Musiknya pun turut membuat film ini jadi lebih menarik. Jadi ayolah tonton film ini, agak sedih rasanya ketika di bioskop yang menonton film ini hanya ada beberapa belas orang *di review lain yang saya baca malah ada yang lebih sedikit jumlah penontonnya*. Sementara pas saya nonton Menculik Miyabi, penonton malah ada banyak banget. Jadi ayolah dukung film ini dengan cara membeli tiket dan menontonnya di bioskop, gak bakal nyesel kok 🙂
Catatan: Victoria Park adalah sebuah taman di Hong Kong yang sering digunakan sebagai base camp para TKW di akhir pekan. Mereka juga sering mengadakan di acara di tempat itu, salah satunya yang ada di bagian akhir film ini yang menampilkan penampilan dari bintang tamu ‘ternama’ Indonesia. Apa itu? Liat aja deh sendiri ^^
*eh saya ganti kategori indonesian movie jadi local movie aja ya, biar gak kepanjangan ^^*
Rating : 1 2 3 3,5 4 5