Feeds:
Posts
Comments

Archive for May, 2012

Dalam pertandingan sepak bola, ada sesuatu yang dinamakan perpanjangan waktu (injury time/additional time/loss time/apalah namanya itu), di mana suatu pertandingan mendapat tambahan waktu beberapa menit dengan beberapa syarat tertentu. Nah, apa jadinya jika hal tersebut berlaku juga di kehidupan nyata? Apa yang akan kamu lakukan jika kamu mendapat perpanjangan waktu di saat ajal akan menjemput?  Ide tersebut merupakan premis dasar dari dorama berjudul Loss:Time:Life, sebuah dorama yang bercerita tentang orang-orang yang diberi perpanjangan waktu ketika kematian mendekati mereka.

Loss:Time:Life sendiri adalah sebuah dorama berjumlah sembilan episode yang setiap episodenya memiliki cerita yang berdiri sendiri dan tidak memiliki kaitan secara langsung antara episode yang satu dengan yang lainnya (kecuali kaitan tema). Setiap episodenya memiliki satu orang tokoh utama yang diceritakan menemui ajalnya dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya di episode pertama ada Nakayama Haruhiko (Eita), seorang fotografer berita yang mati karena tertembak oleh penjahat yang sedang diselidikinya. Ketika peluru hampir mengenainya, tiba-tiba waktu di ruangan itu berhenti dan empat orang berpakaian wasit datang menghampirinya. Salah satu di antaranya membawa sebuah papan bertuliskan tambahan waktu yang dimilikinya. Ya, sama seperti sepak bola, rupanya Haruhiko mendapat perpanjangan waktu beberapa jam sebelum ajal benar-benar menghampirinya. Dengan diawasi wasit-wasit tersebut, ia harus memanfaatkan sisa waktunya tersebut untuk menyelesaikan segala urusannya. Dan seperti sepak bola juga, terdapat berbagai aturan yang harus dipatuhi selama masa tambahan waktu tersebut, misalnya tidak boleh memberitahu orang lain bahwa dia sudah meninggal, tidak boleh mengganti baju, dan berbagai macam peraturan lainnya. Jika peraturan tersebut dilanggar, maka ia akan mendapat kartu kuning. Dan ketika tambahan waktu itu akan habis, ia diwajibkan untuk kembali ke tempat kematiannya dan melanjutkan hal yang menjadi takdirnya tersebut. Selain Haruhiko, masih ada delapan tokoh lagi dengan latar belakang dan cara kematian berbeda-beda yang mengalami hal serupa. Siapa saja kah mereka? Apa yang mereka lakukan dalam sisa waktunya tersebut? Apakah mereka benar-benar akan mati? Tonton aja deh.

Ini adalah salah satu dorama yang saya tonton karena faktor ada Eita-nya *ahem*, dan rupanya dorama ini berhasil memuaskan saya. Yang paling saya suka dari dorama ini tentu saja ide atau premisnya yang menarik. Dan ide tersebut berhasil dieksekusi dengan sangat baik. Meskipun punya premis yang terkesan repetitif (orang mati, dapat tambahan waktu, menyelesaikan urusannya, selesai), tapi si pembuatnya berhasil membuat setiap episodenya memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari episode lainnya, sehingga saya selalu merasa menemukan hal yang baru di setiap episodenya. Setiap tokoh utama di masing-masing episodenya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Selain Haruhiko si fotografer, masih ada delapan tokoh lain dengan profesi yang berbeda-beda. Ada yang seorang polisi (episode 2, diperankan Koyama Keiichiro), ibu rumah tangga (episode 3, diperankan Tomochika), perawat (episode empat, diperankan Ueno Juri), mangaka (episode 5, diperankan Ito Atsushi), aktor kurang terkenal (episode 6, diperankan Tanaka Naoki), istri yakuza (episode 7, diperankan Tokiwa Takako), wanita karir (episode 8, diperankan Maki Yoko), dan hikikomori (episode 9, diperankan Oizumi Yo). Cara kematiannya pun berbeda-beda, ada yang dibunuh, kecelakaan, bunuh diri, serangan jantung, bahkan ada yang sampai mati karena tersedak makanan. Tambahan waktunya pun berbeda-beda. Ada yang tiga jam, empat jam, lima jam, bahkan ada yang jauh lebih lama dari itu. Segala macam perbedaan tersebut membuat setiap episodenya memiliki daya tarik masing-masing dan menjadikan kesan repetitif itu menjadi tidak terlihat.

Selain itu, yang menarik lagi dari dorama ini adalah cara tokoh-tokoh tersebut menghabiskan waktunya yang tersisa. Yang paling saya suka adalah episode 4 yang memasang Ueno Juri sebagai tokoh utamanya. Di situ ia diceritakan sebagai seorang perawat yang mencoba bunuh diri setelah diputuskan pacarnya. Dan setelah ia mendapat tambahan waktu, yang ia lakukan adalah… mencoba bunuh diri lagi 😀 Selain episode itu, masih ada beberapa episode lainnya yang saya suka. Secara keseluruhan, episode-episode favorit saya adalah episode satu, tiga, empat, lima, dan delapan. Namun, selain episode-episode itu, episode-episode lainnya juga tidak kalah menarik kok. Dan yang paling saya suka adalah setiap episodenya selalu berhasil bikin saya merasa tersentuh dan gak rela kalau mereka bener-bener akan mati (dan saya emang lemah sama cerita yang temanya tentang kematian). Apalagi, melalui tambahan waktu tersebut, para tokoh di sini kemudian menemukan hal-hal berharga yang tidak pernah dialaminya ketika hidup dan tambahan waktu tersebut membuat mereka menjadi lebih menghargai kehidupan.

Di luar hal-hal di atas, yang paling saya suka di sini adalah… karakter wasit-wasitnya. Ya, kayaknya cuma di dorama ini malaikat maut digambarkan dengan sosok manusia berpakaian wasit. Wasit-wasit ini sendiri tidak pernah diperlihatkan berbicara, tapi gerak-gerik mereka selalu bisa bikin saya ketawa. Selain loss time, wasit, dan kartu kuning, ada satu lagi unsur dari pertandingan sepak bola yang dimasukkan di dorama ini dan membuat dorama ini menjadi lebih menarik. Ya, komentator! Pertandingan sepak bola pasti tidak akan seru jika tidak dilengkapi dengan suara komentator. Begitu juga dengan dorama ini. Seperti pada sepak bola, ada suara-suara yang mengomentari segala tindak-tanduk yang dilakukan tokoh-tokohnya (yang komentarnya banyak yang kocak). Bahkan untuk adegan tertentu ada juga yang diulang alias diberi tayangan replay-nya 😀 Hal-hal tersebut membuat dorama ini menjadi semakin menghibur dan meskipun bertema tentang kematian, dorama ini sama sekali tidak memberi kesan depresif.

Overall, saya sangat menyukai dorama berjumlah sembilan episode ini. Oh ya episode-episode di sini memang tidak memiliki kaitan secara langsung satu sama lain. Tokoh utama antara satu episode dengan episode lainnya diceritakan tidak saling mengenal. Tapi ada satu orang tokoh yang selalu ada di setiap episodenya, yaitu tokoh Omoto-san yang diperankan Nukumizu Youichi. Tidak terlalu jelas latar belakang karakter ini, dan berhubung dengan itu, dorama ini memiliki dua episode tambahan (overtime) yang berfokus pada kehidupan karakter itu (dengan ditambah pemeran lain seperti Kuriyama Chiaki dan Sakai Wakana). Sayangnya, dua episode itu menurut saya tidak semenarik sembilan episode sebelumnya dan tidak begitu menjelaskan apa maksud dari keberadaan tokoh itu. Di luar hal itu, karena setiap episodenya berdiri sendiri, menurut saya dorama ini bisa dinikmati secara acak alias tidak berurutan. Saya juga setelah episode satu langsung loncat ke episode 4 dan selanjutnya nonton berdasarkan urutan artis yang saya suka, dan hal itu sama sekali tidak mengganggu kenikmatan menonton dorama ini. Tapi saran saya, jika mau menonton secara acak, lebih baik episode pertama yang ditonton tetap episode 1 dan episode terakhir yang ditonton tetap episode 9 (tengah-tengahnya terserah mau nonton yang mana dulu). Well, 4 bintang deh 😀

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Tahun 2011 lalu, sutradara Jepang Mitani Koki (The Magic Hour) merilis dua buah proyek dalam waktu yang berdekatan. Dua buah proyek tersebut adalah sebuah film bioskop berjudul Suteki na Kanashibari (bisa disingkat menjadi Sutekana) dan sebuah tanpatsu (dorama yang terdiri dari kurang lebih satu sampai dua episode saja, semacam FTV gitu deh) yang berjudul Suteki na Kakushidori (bisa disingkat menjadi Sutekaku). Yang akan saya review kali ini adalah tanpatsunya yang berjudul Sutekaku, yang tampaknya dibuat dalam rangka menyambut rilisnya Sutekana. Meskipun memiliki judul yang hampir mirip, Sutekaku sendiri tidak memiliki hubungan dengan Sutekana dari segi ceritanya. Namun, kedua proyek tersebut sama-sama memiliki cast yang sama (Fukatsu Eri, Nishida Toshiyuki, Takeuchi Yuko, dll).

Sutekaku bercerita tentang seorang concierge hotel bernama Saijo Mie (Fukatsu Eri). Seperti pekerjaan concierge hotel pada umumnya, ia ditugaskan untuk memenuhi permintaan-permintaan dari para pelanggan hotelnya. Permintaan itu bisa apa saja, mulai dari yang normal sampai yang absurd sekalipun. Mulai dari permintaan macam memesankan reservasi di restoran sampai permintaan untuk menjadi model foto untuk salah satu pelanggan hotel yang seorang fotografer. Seorang concierge tidak boleh mengatakan “tidak” pada pelanggannya. Ia diwajibkan untuk memenuhi segala permintaan pelanggannya, meskipun permintaan tersebut adalah permintaan yang sifatnya tidak mungkin dikabulkan.

Saijo adalah seorang concierge yang baru bekerja selama satu bulan. Ia sendiri merasa dirinya tidak cocok dengan pekerjaan tersebut. Tanpatsu ini bercerita tentang usaha Saijo dalam memenuhi permintaan dari berbagai macam pelanggan hotelnya (yang kebanyakan orang-orang kaya yang memesan suite room) secara bergantian. Para pelanggan tersebut memiliki latar belakang dan permintaan yang berbeda-beda. Ada pelanggan yang berprofesi sebagai seniman (diperankan Asano Tadanobu) yang meminta Saijo untuk memberi inspirasi untuk karya barunya, ada sutradara (diperankan Mitani Koki yang merupakan sutradara film ini) yang baru merilis film barunya dan meminta Saijo untuk memuji-muji filmnya, ada seorang guru masak (diperankan Takeuchi Yuko) yang sebenarnya tidak bisa memasak sama sekali dan meminta Saijo untuk membantunya berlatih memasak, dan masih banyak lagi pelanggan lainnya. Lalu, apakah Saijo akan berhasil memenuhi permintaan-permintaan aneh para pelanggannya tersebut? Apakah dia memang tidak cocok dengan pekerjaannya sebagai concierge?

Menonton Sutekaku bagi saya rasanya tidak seperti menonton film cerita pada umumnya, tapi seperti menonton acara komedi di televisi. Hal itu dikuatkan dengan gaya kameranya yang dibikin ala-ala candid camera, sehingga adegan-adegan dalam tanpatsu ini memiliki kesan yang real meskipun memiliki cerita yang aneh. Ya, tanpatsu ini memang terasa seperti sebuah eksperimen komedi, di mana kelucuannya dihasilkan dari interaksi Fukatsu Eri dengan pelanggan hotel yang berbeda-beda. Meskipun scripted, tapi banyak adegan yang terkesan sebagai improvisasi dan tampaknya tidak ada di skenarionya (seperti adegan Takeuchi Yuko kepeleset, itu saya yakin banget jatuhnya gak sengaja dan gak ada di skenario). Hal itu membuat tanpatsu ini menjadi sangat fun dan asik ditonton.

Seperti yang saya saya bilang sebelumnya, kelucuan di sini dihasilkan dari interaksi antara tokoh yang diperankan Fukatsu Eri dengan para pelanggan hotelnya. Dan yang paling saya suka, pelanggannya kayaknya gak ada yang normal sama sekali 😀 Salut untuk para aktor dan aktris yang berperan sebagai pelanggan di sini, mulai dari Asano Tadanobu, Nishida Toshiyuki, Kusanagi Tsuyoshi, Takeuchi Yuko, dan masih banyak lagi (termasuk beberapa cameo seperti Nakai Kiichi dan Abe Hiroshi). Mereka semua berhasil memerankan perannya masing-masing dengan baik (dan membuat saya membayangkan mereka pasti mengalami proses syuting yang menyenangkan, mengingat sutradaranya sendiri keliatannya emang kocak). Tapi tentu saja yang paling membuat tanpatsu ini menjadi begitu hidup adalah Fukatsu Eri. Saya sukaaa banget sama akting dan karakternya di sini. Fukatsu Eri sangat sukses memerankan Saijo yang ekspresif dan kadang kepedean. Dan interaksinya dengan pemain-pemain lainnya sangat kocak dan menarik untuk disimak. Dan gara-gara tanpatsu ini, saya jadi pengen tahu seperti apakah pekerjaan concierge yang sebenarnya 😀

Tanpatsu satu episode yang memiliki durasi kurang lebih 107 menit ini sendiri tampaknya memang dibuat sebagai sekadar hiburan dan lucu-lucuan saja (dan untuk promosi Sutekana). Jadi, jika kamu menonton ini dengan tujuan untuk mencari makna yang mendalam atau semacamnya, siap-siap kecewa deh. Tapi sebaliknya, jika kamu memang mencari hiburan ringan yang bisa bikin ketawa, maka ini adalah tontonan untuk anda (meskipun saya tidak menjamin kamu akan menyukai tanpatsu ini. Film/drama Jepang itu punya gaya komedi yang lain daripada yang lain. Jadi sebagian mungkin gak bakal nangkep apa lucunya dan menganggap ini aneh. Tapi jika sudah terbiasa menonton film/drama komedi buatan Jepang seperti saya, maka kamu mungkin akan menyukai tanpatsu ini). Well, segini aja review dari saya. Secara keseluruhan sih saya sangat menyukai tanpatsu ini (yang membuat saya semakin ingin menonton Sutekana, yang trailernya ditampilkan sesudah tanpatsu ini). Jadi, 4 bintang deh 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Di semua sekolah yang ada di dunia ini (mulai dari SD, SMP, sampai SMA), ada berbagai macam jenis guru dengan karakteristik umum: guru ramah dan friendly yang dekat dengan murid-muridnya, guru humoris yang kerjaannya melawak terus di kelas, guru membosankan yang selalu membuatmu mengantuk di kelas, dan guru yang saking galaknya sampai-sampai dijuluki guru killer (jenis lainnya silakan tambahkan sendiri). Jika kita melihat sosok Akutsu Maya, tanpa ragu kita pasti akan menggolongkannya ke dalam golongan guru killer. Tapi tidak, Akutsu Maya bukan sekadar guru killer. Dia lebih tepat disebut sebagai guru setan, sesuai dengan namanya, Akutsu Maya, yang bisa dipendekkan menjadi Akuma (bahasa Jepangnya iblis/setan).

Akutsu Maya (Amami Yuki) adalah seorang guru baru di sebuah sekolah dasar. Di sekolah tersebut, ia ditunjuk menjadi wali kelas kelas 6-3. Di hari pertamanya mengajar, tanpa basa-basi ia langsung memberikan tes kepada murid-muridnya. Ia juga menetapkan beberapa aturan seperti tidak boleh pergi ke WC selagi kelas berlangsung dan dua orang dengan nilai terburuk pada tes tersebut (yang diadakan setiap minggunya) harus menerima hukuman yaitu mengerjakan semua pekerjaan kelas (piket kelas, membersihkan WC, menyiapkan makan siang untuk kelas, dsb). Sementara itu, dua orang dengan nilai tertinggi akan diberikan beberapa keistimewaan. Kanda Kazumi (Shida Mirai) termasuk murid yang nilai tesnya termasuk ke dalam dua yang terburuk bersama dengan Manabe Yusuke (Matsukawa Naruki), murid cengengesan yang tidak begitu peduli pada sekolah. Peraturan yang diciptakan Maya-sensei tersebut nantinya akan semakin berkembang. Tidak hanya murid dengan nilai terendah saja yang akan dihukum, tapi juga murid yang berani menentangnya, seperti Shindo Hikaru (Fukuda Mayuko), salah satu murid terpintar di kelas yang suatu hari meminta Maya-sensei untuk mengizinkan Kazumi yang kebelet pipis ketika tes berlangsung untuk pergi ke WC. Di luar hukuman-hukumannya, ia pun sering menceramahi murid-muridnya tentang realita kehidupan yang kejam, bahkan berkata bahwa hanya 6% saja murid di kelas itu yang bisa bahagia. Dan yang lebih mengerikan, Maya-sensei mengetahui semua rahasia yang disimpan murid-muridnya.

Cara mengajar Maya-sensei yang super ketat dan kejam akhirnya sampai juga ke telinga guru-guru lain dan para orang tua murid. Namun, Maya-sensei selalu punya cara untuk mengambil hati para orang tua dan membuat guru-guru lainnya (termasuk kepala sekolah) tidak bisa membalas perkataannya. Lalu, apa yang akan terjadi berikutnya pada Kazumi dan kawan-kawannya? Hal-hal apa lagi yang akan dilakukan Maya-sensei? Dan apa maksud di balik semua tindakan ‘kejam’-nya tersebut?

Catatan: review di bawah ini mungkin mengandung spoiler  😀

Tanpa ragu, saya menobatkan The Queen’s Classroom (judul asli: Jyoou no Kyoushitsu) sebagai salah satu dorama terbaik yang bercerita tentang sekolah. Dorama ini bukan sekadar dorama yang bercerita tentang guru killer yang suka ‘menyiksa’ murid-muridnya tanpa makna yang jelas dengan tujuan hanya untuk memancing simpati penontonnya. Dorama ini bukan dorama macam itu. Ada satu hal yang menjadi sorotan utama dorama ini: pendidikan. Ya, kita bisa melihat masalah dalam pendidikan di Jepang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan masalah di dunia pendidikan Indonesia. Paradigma pendidikan di situ (setidaknya menurut dorama ini) rupanya masih sama seperti pendidikan di sini: seorang anak dituntut untuk belajar agar mendapat nilai bagus, jika ia mendapat nilai bagus maka ia akan masuk ke SMP/SMA yang bagus, jika ia belajar dengan baik di SMP/SMA maka  ia akan masuk ke Universitas yang bagus, jika ia masuk ke universitas yang bagus dan belajar dengan lebih baik lagi, maka ia akan mendapat pekerjaan di perusahaan yang bagus. Titik. Melalui dorama ini, kita akan dibuat untuk mempertanyakan, apakah tujuan dari pendidikan yang sebenarnya memanglah hal itu? Apalagi di sini kita juga akan diperlihatkan pada karakter orang tua murid yang masih terkungkung dalam paradigma tersebut, dan mereka masih memandang anaknya sebagai boneka pemuas  harga diri mereka (dan Maya-sensei mengetahui benar hal itu, sehingga ia mudah mengambil hati mereka).

Salah satu unsur utama dalam pendidikan adalah guru. Selain Maya-sensei, di dorama ini juga kita diperlihatkan pada contoh guru lain, salah satunya karakter Tendo-sensei (Hara Sachie), seorang guru ramah yang disukai murid-muridnya. Di sini kita akan melihat bahwa bersikap ramah terhadap murid tidak selalu merupakan cara mendidik yang benar. Kadang ada guru yang bersikap ramah terhadap muridnya karena ia ingin disukai dan karena hal tersebut membuatnya merasa lebih baik. Di sini kita dapat melihat bahwa mendidik seorang murid tidak sama dengan memanjakannya. Cara mendidik yang dilakukan Maya-sensei sendiri pada awalnya terlihat sulit diterima dan terlihat melanggar hak asasi manusia. Kita bisa melihat ada murid-murid yang menentang caranya seperti Kazumi, Shindo, dan Yusuke. Namun ada juga yang tunduk dan menurut saja terhadap guru tersebut karena takut dihukum. Maya-sensei juga punya kemampuan memanipulasi yang hebat. Ia bisa membuat seorang murid mengkhianati temannya yang lain. Secara tidak langsung juga ia bisa membuat muridnya menjadi sasaran bully teman-temannya yang lain. Cara mengajar yang sangat buruk bukan? Tapi bukankah suatu cobaan dapat memicu seseorang untuk belajar menjadi lebih baik? Seperti itulah yang terjadi pada dorama ini. Tanpa disadari, hal-hal buruk yang diakibatkan oleh Maya-sensei malah menjadi hal utama yang mendewasakan diri anak-anak tersebut, dan membuat ikatan persahabatan antara murid-murid tersebut menjadi lebih kuat. Dorama ini juga menunjukkan realita tentang karakter manusia, yang diperlihatkan melalui karakter murid-murid di kelas tersebut, yang sebenarnya merupakan cerminan dari karakter manusia di masyarakat.

Selain didukung cerita yang bagus dan jauh dari klise drama yang bercerita tentang hubungan guru dan muridnya *uhuk Gokusen uhuk*, dorama ini juga didukung oleh kemampuan akting yang mumpuni dari para pemainnya. Sebagian besar aktor-aktris di sini adalah aktor-aktris yang masih berusia sekitar 12 tahun, dan mereka berhasil menampilkan akting mereka dengan baik. Shida Mirai (yang masih kecil banget di sini) memang cocok memerankan karakter yang ceria tapi terdzolimi 😀 (teringat Seigi no Mikata). Begitu juga dengan Fukuda Mayuko yang turut menampilkan akting yang bagus sebagai Shindo yang cool dan terkesan tidak pedulian. Tapi yang paling bersinar di sini tentu saja Amami Yuki yang berperan sebagai Maya-sensei. Berhubung sebelumnya saya cuma pernah melihat dia di peran-peran komedik seperti di BOSS dan Around 40, saya jadi dibuat cukup takjub dengan perannya di sini. Cara dia menatap, caranya berbicara yang tenang tapi mengintimidasi, pakaian-pakaian yang dikenakannya yang dari bawah sampai atas berwarna hitam, dan aura di sekelilingnya yang selalu gelap, akan membuat karakter ini tidak akan mudah dilupakan. Ia adalah jenis karakter yang bisa dibenci dan dicintai, atau bahkan kedua-keduanya (dan yang hebat adalah, ia tidak perlu mengubah karakteristiknya untuk bisa dicintai penontonnya). Selain mereka bertiga dan karakter para murid, pemain-pemain lainnya (seperti karakter guru-guru dan keluarga Kazumi) pun turut menampilkan akting yang baik dan memperkuat kekuatan dorama ini.

Well, segini aja review saya. Highly recommended. Dan saya sangat menyarankan agar para guru atau orang yang ingin menjadi guru, serta orang-orang yang peduli dengan pendidikan untuk menonton dorama ini. Bukan untuk meniru cara Maya-sensei, tapi agar lebih memahami makna dari pendidikan yang sebenarnya. 4,5 bintang. 🙂

Rating : 1 2 3 4 4,5 5

Read Full Post »

Yosh, memorable scene edisi kali ini adalah adegan yang paling saya suka dari film Jepang berjudul Instant Numa (2009) yang disutradarai oleh Miki Satoshi (Adrift in Tokyo, Turtles Swim Faster than Expected). Ini adalah adegan pembuka dari film ini, dan adegan ini langsung menarik perhatian saya karena adegannya berlangsung dengan cepat. Adegan ini menggambarkan keseharian dari tokoh utama film ini, yaitu Jinchoge Haname yang diperankan dengan sangat baik oleh Aso Kumiko, lengkap dengan narasi yang disuarakan oleh karakter yang sama. Selain unik, adegan ini juga menurut saya sangat tepat untuk menggambarkan karakteristik Haname, seorang perempuan yang tidak bisa memulai harinya tanpa secangkir Milo Sludge (yang bikin adegan ini sepintas keliatan kayak CM/iklan televisi :D). Well, ini dia adegannya:

Instant Numa (Japan, 2009)

Karena gak ada subtitle di videonya, jadi saya sertakan juga narasinya:

“I awake each morning thinking,”Today’s the day!” And go to bed disappointed. The day starts early in the city. But not for me, Haname Jinchoge. Mine begins with a cup of Milo sludge. The rooster used to crow at dawn. Now dawn comes when the rooster crows. Fools enter the workforce as fools. Where we’re manhandled and manipulated. With little rest. I wanna scream! I wanna scream! Should I lose control? Or seek order? Lose control? Or seek order? Either way. I’m off to work. I try to quit. But… I’m powerless. So I bury myself in the job. And…get ridiculed for it. Another monotone day…in a monochrome life. I need some color.Hey! Some drama. A touch of danger. Not really. I long to stray from the beaten path. But alas, my life’s dull and for the birds. That said, even they take exception. Just run! That’s the message in a lot of independent movies. But it doesn’t work in real life. Who cares? Just run! I’m tired of fighting over men. Love shouldn’t have to be such a crap shoot. That’s a ‘crap squat’. Nevertheless, that doesn’t mean I’m happy doing nothing. All I need is a spoonful of happiness and 10 spoonfuls of Milo. 5, 6, 7, 8, 9… Oops, 10. Mixed with 12cc’s of milk. Stir to get ‘Milo sludge’. There’s no other name for it! Let’s leave aside the question of “Why Milo sludge”? And simply say I’ve drunk it since I was 3. A day without Milo is a day without “Milo sludge”. Even so…it’s not the end of the world. Tomorrow is another day. Good morning. I can’t tell the world what to do. But I can start my day with Milo sludge.”

Read Full Post »

“Akihabara. Rowdy, vulgar, fanatic. But it’s a thrilling place that definitely won’t appear elsewhere. It’s the holy land for those of us who are called Otaku by others. We won’t be bothered by anyone. It’s the land that allows us to be addicted to our own interest, to forget our gloomy lives, the oasis in the desert for incompetent people like us. No, perhaps this world is actually our real life.”

Jika ada satu kata yang paling tepat yang bisa diasosiasikan dengan Akihabara, kata itu pastilah AKB48 Otaku. Salah satu distrik yang terletak di kota Tokyo tersebut tidak hanya terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang elektronik saja, tapi juga terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Otaku (penjelasan mengenai Otaku, bisa dibaca di sini). Akihabara adalah surga bagi para Otaku. Segala hal yang berkaitan dengan kesukaan mereka (anime, manga, video game, figurine) ada di sana. Tidak hanya itu, di sana juga mereka bisa menemukan teman yang memiliki minat yang tidak jauh berbeda dengan minat mereka. Lalu, bagaimana jadinya jika satu-satunya tempat ternyaman bagi para Otaku tersebut mulai terusik kedamaiannya?

Akihabara@DEEP adalah jawaban dari hal itu. Akihabara@DEEP merupakan sebuah tim yang didirikan untuk mengatasi segala macam permasalahan di Akihabara. Akihabara@DEEP terdiri dari enam orang biasa yang hampir semuanya merupakan Otaku. Mereka semua terhubung melalui seseorang bernama Yui (Honjo Manami), yang merupakan seorang pemilik situs Yui’s Lifeguard (semacam situs layanan curhat) yang selalu mendengarkan keluh kesah mereka melalui internet. Atas saran Yui, orang-orang tersebut kemudian bertemu dan saling berkenalan. Awalnya, mereka sama sekali tidak terpikir untuk membentuk Akihabara@DEEP. Namun, beberapa permasalahan rupanya menimpa daerah yang mereka cintai tersebut. Permasalahan pertama adalah isu mengenai adanya “Otaku hunting” di Akihabara. Para Otaku yang sedang berjalan sendirian di Akihabara diburu dan dihajar oleh beberapa orang tak dikenal. Mereka pun tidak bisa diam melihat hal itu. Setelah beberapa cara dilakukan untuk mengatasi permasalahan “Otaku Hunting” tersebut, mereka pun kemudian membentuk Akihabara@DEEP, yang namanya merupakan nama permberian Yui.

Btw, enam orang anggota Akihabara@DEEP tersebut adalah (1) Page (Kazama Shunsuke), leader tim ini yang punya kesulitan berkomunikasi dengan orang lain karena cara bicaranya yang gagap, (2) Box (Ikuta Toma), otaku yang menderita gynophobia dan hanya menyukai cewek dua dimensi saja, (3) Taiko (Hoshino Gen), si pembuat musik digital yang punya kelainan di mana ia bisa membeku jika melihat benda/hal yang berkilauan, (4) Akira (Kosaka Yuka), cewek jago tinju yang bekerja di Maid Cafe, (5) Daruma (Himura Yuki), otaku yang punya kesukaan terhadap cosplay dan menjahit sendiri kostum buatannya, dan (6) Izumu (Matsushima Hatsune), programmer jenius yang usianya masih sangat muda (16 tahun). Bersama-sama, mereka mencoba mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di Akihabara. Di luar hal itu, sesuatu telah terjadi pada Yui. Dan tanpa mereka ketahui, gerak-gerik mereka telah diawasi oleh seorang presiden perusahaan IT besar bernama Nakagomi Takeshi (Kitamura Kazuki). Apa tujuan orang tersebut? Apa yang terjadi pada Yui? Dan masalah apa saja yang akan mereka hadapi? Tonton aja deh.

Saya selalu tertarik dengan film/dorama yang menggambarkan kehidupan Otaku (misal: Densha Otoko). Hal itu pula lah yang membuat saya tertarik untuk menonton dorama berjumlah sebelas episode ini. Dan hasilnya, saya sangat menyukai dorama ini! Sebelumnya, beberapa tahun yang lalu (pas masih SMA) saya sempat menonton versi filmnya yang dibintangi Narimiya Hiroki. Dan seinget saya, saya gak begitu suka versi filmnya (mungkin karena waktu itu saya nonton filmnya dengan subtitle yang kacau ya). Tapi versi doramanya sama sekali gak mengecewakan saya. Dan dorama ini adalah salah satu dorama yang berhasil bikin saya ketawa terus dari awal sampai akhir.

Dorama ini sendiri sebenarnya bukan tipe dorama yang gampang disukai semua orang, terutama jika kamu sama sekali tidak akrab dengan dunia otaku (seperti anime, manga, dsb). Tapi jika kamu memang punya minat terhadap hal-hal itu, kamu pasti akan sangat menyukai dorama ini. Ya, bagi kamu pecinta anime/manga/video game, pasti akan suka dorama ini karena banyak anime/manga dan segala hal yang berhubungan dengan Otaku yang disinggung-singgung di dorama ini (cosplay, maid café, figurine, dsb). Dorama ini sendiri menurut saya berhasil menampilkan kehidupan para Otaku dengan baik dan wajar. Penggambaran sosok Otaku di sini sendiri tidak jauh berbeda dengan penggambaran Otaku di dorama/manga/anime/media massa. Mereka adalah orang yang sering dianggap aneh dan tidak bisa dimengerti oleh sebagian orang yang merasa dirinya normal. Namun, pada dasarnya mereka hanyalah orang biasa yang punya passion yang sangat besar terhadap minat mereka. Di sini juga kita bisa melihat permasalahan yang biasa terjadi pada Otaku, seperti kesulitan berkomunikasi dengan orang lain (Page), tidak bisa dekat-dekat dengan perempuan beneran dan hanya menyukai cewek yang ada di anime/manga alias nijikon (Box), atau bahkan hikikomori (Daruma).  Otaku dalam dorama ini sama saja seperti orang biasa. Di luar minat mereka terhadap anime/manga/video game, mereka hanyalah orang biasa yang punya banyak kelemahan. Namun, dengan persahabatan yang terjalin antara mereka serta usaha mereka dalam mengatasi problem yang terjadi di daerah yang mereka cintai tersebut, mereka membuktikan bahwa orang lemah seperti mereka pun bisa melakukan sesuatu yang berguna bagi mereka sendiri dan juga orang lain.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, dorama ini adalah salah satu dorama yang berhasil bikin saya ketawa terus dari awal sampai akhir. Unsur komedi memang hal utama yang membuat dorama ini berhasil menghibur penontonnya, dan membuat saya menobatkan dorama ini sebagai salah satu dorama terkocak yang pernah saya tonton. Unsur komedinya selain dihasilkan dari tingkah gila para tokohnya yang “Otaku banget” juga dihasilkan dari dialog dan situasi yang terjadi di dorama ini. Permasalahan-permasalahan yang terjadi juga selalu diselesaikan dengan proses yang kocak dan bikin ketawa. Selain unsur komedi, dorama ini juga memiliki unsur misteri yang membuat saya selalu penasaran ingin cepat-cepat menonton episode selanjutnya. Misteri yang ada sini berhubungan dengan misteri mengenai sosok Yui dan Nakagomi, yang nantinya akan punya pengaruh besar terhadap keberlangsungan Akihabara@DEEP. Selain dua unsur tersebut, sentuhan drama khas dorama Jepang juga turut ada dan ditempatkan sangat pas di dorama ini.

Dari segi akting, saya pun sangat menyukai akting para pemainnya. Dan saya lebih menyukai cast Akihabara@DEEP versi dorama daripada cast versi filmnya. Semua pemain di sini berperan sangat baik dan cocok dengan perannya masing-masing. Misalnya Kazama Shunsuke yang mengejutkan saya di sini sebagai Page yang gagap. Saya cuma pernah melihat dia di dorama Soredemo Ikite Yuku, sebagai sosok pembunuh yang ekspresinya sangat dingin dan nyaris tanpa emosi. Dan perannya di sini sangat jauuuuuh berbeda dengan perannya di dorama tersebut (kalo sebelumnya saya gak ngeliat list nama pemerannya, mungkin saya sama sekali gak bakal nyadar kalo dia itu yang jadi Fumiya di Soredemo). Dia berhasil memerankan tokoh Page yang gagap, pemalu, dan punya kesulitan berkomunikasi dengan orang lain (sehingga kadang harus dibantu sebuah aplikasi komputer). Lima orang pemeran utama lainnya pun berhasil memerankan perannya masing-masing dengan baik, dan semua tokoh di sini memiliki karakteristik yang sangat unik. Di luar enam orang pemeran utama, aktor-aktris lainnya pun berhasil menampilkan akting yang baik. Mulai dari tokoh klien/bintang tamu yang berbeda-beda setiap episodenya, para pelayan di Akanechin (maid café tempat Akira bekerja), otaku-otaku yang sering mampir ke Akanechin, dan masih banyak lagi pemeran lainnya. Namun, yang paling menonjol dan mencuri perhatian di luar enam tokoh utamanya tentu saja tokoh Nakagomi Takeshi yang diperankan dengan sangat baik oleh Kitamura Kazuki. Kitamura Kazuki benar-benar bagus aktingnya sebagai Nakagomi, sosok villain yang bisa terlihat seram dan lucu sekaligus (dan ketawa ku-ku-ku-nya tidak akan mudah dilupakan). Karakter ini benar-benar karakter penjahat yang lain daripada yang lain, dan sudah pasti merupakan salah satu karakter favorit saya di dorama ini (selain karakter Taiko dan Izumu – salah dua karakter yang paling saya suka di dorama ini).

Well, segini aja review dari saya. Dorama ini sangat direkomendasikan bagi orang-orang yang menyukai anime/manga/game dan tertarik pada kehidupan para Otaku, atau penyuka dorama bergenre komedi. 4 bintang 😀

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »