“Di dunia ini ada tiga jenis manusia, yaitu laki-laki, perempuan, dan ibu. Kita tidak akan pernah bisa mengerti jenis yang terakhir itu,” begitulah bunyi dari salah satu dialog yang saya temukan di salah satu episode dari dorama berjudul “Mother”. Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya. Ibu memang sepertinya harus memiliki tempat tersendiri yang membedakannya dari sekadar perempuan biasa. Dan seperti kata dialog tadi, kita juga kadang tidak bisa memahami “ibu” ini. Kadang kita menemukan ibu yang sangat pengasih dan sangat menyayangi anaknya, tapi kadang kita juga menemukan karakter ibu yang suka meng-abuse anaknya sendiri. Meskipun begitu, ibu tetaplah bagian dari manusia. Selalu akan ada alasan di balik segala tindakan yang dilakukan mereka, baik itu alasan yang disadari atau tidak.
Michiki Rena (Ashida Mana) adalah seorang anak kecil berusia 7 tahun yang sering di-abuse oleh ibunya sendiri (diperankan Ono Machiko). Hal tersebut disadari oleh Suzuhara Nao (Matsuyuki Yasuko), seorang guru SD di sekolah Rena. Nao sendiri adalah seorang perempuan kaku yang sebenarnya tidak ingin menjadi guru SD dan tidak menyukai anak-anak. Namun, melihat keadaan Rena yang tersiksa sedemikian rupa akibat ulah ibunya membuat insting keibuan pada diri Nao muncul. Tanpa rencana yang matang, Nao mengajak Rena untuk kabur bersamanya meninggalkan Hokkaido (tempat tinggal mereka). Dan sejak itu pula Nao memutuskan untuk menjadi ibu dari Rena (yang kemudian diberi nama baru “Tsugumi”).
Setelah segala upaya dalam mencari tempat tinggal baru, akhirnya mereka sampai di kota Tokyo. Nao sendiri sebenarnya memiliki keluarga di Tokyo yang sudah bertahun-tahun tidak berhubungan dengannya. Sebenarnya keluarga Nao (terutama ibunya, diperankan Takahata Atsuko) sangat menyayangi Nao dan selalu berusaha menghubungi Nao, tapi Nao selalu merasa sungkan kepada mereka karena dia adalah anak adopsi. Di dorama ini kita juga akan diperkenalkan pada Mochizuki Hana (Tanaka Yuko), seorang perempuan tua yang sering mengajak main Rena/Tsugumi dan kemudian berusaha membantu Nao dalam usaha pelariannya. Dari awal dapat ditebak bahwa dia adalah ibu kandung Nao yang menelantarkan dirinya ketika Nao masih berusia 5 tahun. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Nao dan Rena akan selamanya terus ‘berlari’? Bagaimana dengan ibu kandung Rena? Tidak hanya itu, pelarian mereka juga rupanya telah tercium oleh seorang wartawan bernama Fujiyoshi Shunsuke (Yamamoto Koji).
Seperti judulnya, Mother mengajak kita untuk melihat berbagai macam karakter dari seorang ibu (nyaris tidak ada sosok ayah di sini). “Ibu” di sini tidak hanya perempuan yang melahirkan anak dari perutnya sendiri saja ya, tapi juga jenis “ibu” seperti Nao, seorang perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu dari seorang anak yang tadinya merupakan orang asing baginya. Dorama ini berusaha mengangkat berbagai macam permasalahan yang menyangkut sosok ibu dan anak, seperti child abuse, anak yang ditelantarkan, anak adopsi, anak dari single parent, dan lain sebagainya. Dan berbagai macam isu tersebut berhasil ditampilkan secara seimbang dan tidak berlebihan. Dan seperti yang saya bilang tadi, ibu masih bagian dari manusia. Semua karakter ibu di sini memiliki cerita dan alasan masing-masing dari segala tindakan yang mereka lakukan. Misalnya karakter Michiki Hitomi yang merupakan ibu kandung Rena. Jangan bayangkan karakter ini seperti ibu jahat di sinetron-sinetron ya (yang mana seolah jahat karena takdir dari lahir). Kita akan diperlihatkan kepada latar belakangnya dan mengapa ia bisa melakukan berbagai macam hal buruk kepada Rena. Hal tersebut membuat dorama ini terlihat sangat realistis. Tidak ada yang sepenuhnya putih dan sepenuhnya hitam di sini. Semuanya punya alasan masing-masing, tapi hal tersebut tidak serta merta membuat kita memaklumi tindakan yang dilakukannya.
Selain ibu kandung Rena, kita juga diperlihatkan pada karakter para ibu yang lain. Ada ibu adopsi Nao, seorang single parent yang sangat menyayangi Nao (dan kedua adiknya) meskipun Nao bukanlah anak kandungnya. Melalui karakter ini kita juga dibuat menyadari bahwa ikatan antara ibu dan anak tidak hanya dihasilkan dari hubungan darah saja. Lalu ada karakter Mochizuki Hana, ibu kandung Nao yang menelantarkan Nao ketika usianya masih 5 tahun. Kita akan dibuat bertanya-tanya mengapa perempuan sebaik itu tega menelantarkan anaknya, tapi seperti yang saya bilang tadi, semua punya alasan masing-masing dari segala tindakannya. Dan seorang ibu dan anak pasti akan selalu memiliki ikatan batin, tak peduli seberapa pun lamanya mereka terpisah. Selain mereka, kita juga diperkenalkan pada karakter Suzuhara Mei (Sakai Wakana), adik Nao yang sedang hamil dan sebentar lagi akan menikah. Karakter ini mewakili karakter calon ibu yang punya banyak ketakutan bahwa dia tidak akan jadi ibu yang baik bagi calon anaknya.
Dan karakter ibu terakhir yang diperlihatkan dorama ini adalah Nao. Dia orang yang sangat kaku dan kurang percaya diri. Dia juga bukanlah jenis orang yang menyukai anak-anak. Namun, kejadian yang menimpa Rena membangunkan insting keibuannya. Dengan segala kekurangan yang dimilikinya, ia berusaha menjadi ibu untuk Rena. Ya, salah satu yang paling saya suka di sini adalah ketidaksempurnaan pada diri Nao. Tindakan yang dilakukannya (membawa kabur Rena) adalah tindakan yang impulsif dan tanpa rencana matang. Nao sendiri tidak pernah merasa bahwa yang ia lakukan adalah sesuatu yang benar. Ia juga tidak merasa hal yang ia lakukan telah menyelamatkan diri Rena. Yang ia tahu hanyalah ia ingin menjadi ibu dari Rena. Meskipun pada awalnya karakter ini terasa awkward sebagai seorang ibu, tapi sedikit demi sedikit kita bisa merasakan bahwa ia telah berubah menjadi ibu yang sebenarnya. Matsuyuki Yasuko sangat berhasil memerankan tokoh Nao dengan segala kekakuan dan ke-awkward-annya . Dan ia punya chemistry yang sangat baik dengan Ashida Mana si pemeran Rena/Tsugumi. Ya, satu lagi yang perlu disoroti di dorama ini adalah akting dari Ashida Mana. Menurut saya Rena ini adalah jenis karakter anak kecil yang…bagaimana ya. Dia adalah anak kecil yang sudah harus mengalami hal-hal yang sulit dalam hidupnya, punya pemikiran lebih dewasa dari anak-anak seumurnya (seperti di episode 1 ketika dia bertanya apa surga benar-benar ada), tapi tetap bisa terlihat seperti anak kecil normal dengan segala kepolosannya dan tidak pernah terlihat sok dewasa. Rasanya sulit sekali menemukan aktris cilik yang bisa memerankan karakter ini sebaik Ashida Mana. Yang saya kagumi lagi adalah Mana-chan aslinya masih berusia 5 tahun ketika memerankankan karakter Rena ini (usia Rena: 7 tahun). Aktingnya di dorama ini membuktikan bahwa Ashida Mana memanglah salah satu aktris cilik paling berbakat saat ini.
Overall, dorama ini menurut saya sangat bagus dan menyentuh. Banyak yang bilang dorama ini termasuk dorama yang bisa bikin nangis para penontonnya. Saya sendiri gak sampai nangis sih nontonnya, tapi tetap merasa tersentuh oleh ceritanya. Yang jelas, ini adalah jenis dorama yang setelah menontonnya akan membuat kamu (terutama penonton perempuan) terdiam dan membayangkan akan menjadi ibu seperti apakah kita nantinya? Well, 4 bintang deh. Dorama ini cocok untuk ditonton penggemar dorama yang mengangkat isu seputar kemanusiaan, dan oleh para “anak”, ibu, ataupun calon ibu 🙂
Rating : 1 2 3 4 5