Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘short review’ Category

Well, di postingan kali ini saya akan memberikan review singkat (mudah-mudahan) dari dua film yang saya tonton belakangan ini. Kebetulan dua film ini memiliki beberapa kemiripan. Dua-duanya bergenre romance dengan dua orang tokoh utama yang hampir sepanjang film tidak pernah saling bertemu secara langsung. Tahun rilisnya pun sama. Film-film apakah itu? Mari kita lihat sinopsisnya terlebih dahulu 🙂

1. Oto-na-ri (Japan, 2009)

Dua tokoh utama film ini sebenarnya memiliki jarak yang sangat dekat, tapi mereka sama sekali tidak pernah saling bertatap muka. Apa hubungan mereka? Ya, tetangga. Satoshi (Okada Junichi) dan Nanao (Aso Kumiko) tinggal di apartemen yang bersebelahan, tapi mereka tidak pernah yang namanya saling bertemu atau berpapasan (apalagi jam kerja mereka pun berbeda). Meskipun begitu, mereka tetap menyadari keberadaan masing-masing. Ya, dinding tipis apartemen mereka membuat mereka bisa saling mendengarkan bunyi-bunyian yang mereka keluarkan. Bunyi gemerincing kunci Satoshi, nyanyian yang selalu disenandungkan Nanao, bunyi mesin pembuat kopi Satoshi, ucapan bahasa Prancis yang dipelajari Nanao melalui CD, dan bunyi-bunyian lainnya. Lalu, apakah suatu saat mereka akan saling bertemu?

2. Castaway on the Moon (South Korea, 2009)

Seorang pria (diperankan Jung Jae-Young) mencoba bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke Han River. Hasilnya, ia bukannya mati dan malah terdampar di sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang letaknya masih di dalam kota. Awalnya dia ingin keluar dari pulau tersebut, tapi sedikit demi sedikit ia mulai nyaman dengan kesendiriannya di pulau itu. Lalu ada seorang perempuan (diperankan Jung Ryeo-won) yang tidak pernah keluar dari kamarnya selama bertahun-tahun. Hidupnya dihabiskan di internet dengan mencuri identitas orang lain. Dua kali dalam setahun, ia akan membuka jendelanya dan melihat-lihat dunia luar melalui teropong berkameranya. Dan ketika itu, ia menangkap pemandangan pria yang terdampar tersebut melalui teropongnya. Si perempuan pun berusaha untuk berkomunikasi dengan lelaki di pulau tersebut dengan caranya sendiri. Lalu, apakah suatu saat mereka akan bertemu?

Seperti yang saya bilang di atas, kedua film ini memiliki beberapa kemiripan meskipun sebenarnya kedua film ini punya cerita dan gaya yang sangat berbeda. Selanjutnya, reviewnya dipoin-poin aja ya 😀

  • Keduanya adalah film romance yang tidak hanya bicara tentang cinta.

Untuk Castaway on the Moon, malah pada awalnya saya tidak tahu bahwa film itu adalah film romance (cuma tahu kalo itu ceritanya tentang orang yang terdampar di pulau). Ya, meskipun bergenre romance, kedua film ini bukan tipe film yang ngomongin cinta melulu. Kedua tokoh utama dari masing-masing film ini memiliki cerita dan masalah masing-masing. Untuk Oto-na-ri, masalah yang dimiliki kedua tokoh utamanya adalah tentang karir dan kegamangan akan masa depan. Satoshi adalah seorang fotografer yang bisa menjadi fotografer sukses berkat bantuan sahabatnya, Shingo, yang seorang model. Tapi memfoto model bukanlah hal yang disukainya. Ia lebih suka memfoto pemandangan daripada manusia. Namun sang sahabat sudah sangat bergantung pada dirinya dan malah menghilang ketika Satoshi menyatakan keinginan sebenarnya. Belum lagi dengan kemunculan pacar Shingo yang datang pada Satoshi untuk mencari Shingo. Sementara itu Nanao adalah seorang perempuan yang mengutamakan karirnya di atas segalanya. Ia bekerja di toko bunga dan sebentar lagi akan pindah ke Prancis demi karirnya. Karena sangat mengutamakan karirnya, ia pun sering tidak peduli pada kehidupan pribadinya. Sampai suatu hari datang seorang laki-laki pegawai mini market langganannya yang datang ke tokonya dan mengaku sebagai pengagumnya.

Masalah yang dialami kedua tetangga ini kurang lebih sama. Mereka sukses di karir masing-masing. Tapi mereka bingung. Mereka sama-sama tidak tahu apakah pilihan yang akan mereka ambil selanjutnya adalah pilihan yang terbaik untuk mereka. Mereka juga sama-sama merasa sendirian. Mereka hanya butuh orang lain untuk ada di sisi mereka, untuk mendengarkan, atau untuk bertanya “apakah kamu baik-baik saja?” Jika diibaratkan, hubungan mereka berdua sama seperti masalah mereka masing-masing. Mereka dekat tapi tidak pernah bertemu. Tapi bukan berarti mereka tidak akan pernah bisa bertemu. Semuanya tergantung dari pilihan. Jika mereka memilih untuk bertemu, mereka akan bertemu. Hal itu berlaku juga pada masalah yang dialami mereka berdua. Mereka berdua sama-sama punya pilihan. Yang paling penting, apakah mereka mau memilih atau tidak?

Untuk Castaway on the Moon, masalah yang dialami masih mirip dengan masalah yang ada di film Oto-na-ri, yaitu sama-sama masalah yang sangat mungkin dialami oleh masyarakat di zaman modern ini. Masalah di sini adalah kedua tokohnya merasa sangat nyaman dengan kesendirian. Si laki-laki merasa frustrasi, mencoba bunuh diri tapi malah terdampar di sebuah pulau yang menjadi surga baginya. Hidup di pulau dengan modal barang-barang bekas tentunya berbeda dengan hidup di kota. Ia seperti kembali ke zaman primitif. Namun, kadang kembali jadi primitif membuat seorang manusia merasa menjadi lebih nyaman daripada tinggal di kota yang penuh kemudahan. Ia mengenal kembali kata “perjuangan”, “keterbatasan”, dan “harapan”. Dan hal itu membuatnya lebih bahagia dan kembali memiliki harapan hidup. Sementara itu si perempuan terjebak dengan kemudahan zaman modern. Tanpa perlu keluar dari kamarnya, ia bisa menjadi siapa saja. Ia bisa berkomunikasi dengan siapa saja tanpa perlu capek-capek ke luar rumah. Namun, dengan melihat si laki-laki yang tengah berjuang di kejauhan, ia pun ingin ikut berjuang juga. Melalui si laki-laki, ia kembali mengenal kata “harapan” dan berusaha keluar dari zona nyamannya.

Yak, masih sama dengan dengan Oto-na-ri, kedua tokoh di film ini juga masing-masing punya pilihan untuk keluar dari masalahnya. Bedanya, jika dua tokoh di film Oto-na-ri ini punya pilihan untuk keluar dari kondisi yang tidak nyaman, kedua tokoh di Castaway on the Moon punya pilihan untuk keluar dari zona nyaman. Dan masalahnya mereka berdua pada awalnya tidak merasa butuh untuk mengambil pilihan itu. Mereka sama-sama menyukai kesendirian. Namun, sedikit demi sedikit, melalui usaha si perempuan untuk berkomunikasi dengannya, mereka berdua menyadari bahwa mereka tetap membutuhkan orang lain. Senyaman apapun dengan kesendirian, mereka akan lebih bahagia lagi ketika ada seseorang yang mau membalas pesan mereka.

  • Kedua tokoh utama dalam kedua film ini punya cara berkomunikasi yang sangat unik.

Kedua tokoh utama dari kedua film ini hampir sepanjang film tidak pernah saling bertatap muka secara langsung. Pasangan di Oto-na-ri dipisahkan oleh sebuah dinding tipis. Pasangan di Castaway on the Moon dipisahkan oleh sebuah sungai. Namun, mereka berdua punya cara sendiri untuk berkomunikasi. Di Oto-na-ri? Melalui bunyi-bunyian. Makanya pas nonton film ini kita harus pasang telinga baik-baik karena bunyi-bunyian di film ini menjadi kunci untuk memahami hubungan mereka. Ada satu adegan yang menjadi favorit saya (mungkin spoiler). Suatu kejadian membuat ketegaran pada diri Nanao akhirnya runtuh juga. Hal itu disadari oleh Satoshi, ketika ia menangkap ada getaran pada suara Nanao ketika ia sedang belajar bahasa Prancis melalui CD. Satoshi pun menyenandungkan lagu yang sering disenandungkan Nanao untuk menghibur tetangganya tersebut. Dan mereka pun bernyanyi bersama (sampai akhirnya terhenti oleh suara telepon yang mengganggu. Cih…). Menurut saya itu adegan yang sangat romantis dan manis.

Sementara itu, cara berkomunikasi di Castaway on the Moon adalah melalui pesan di botol dan tulisan di pasir. Yang ini agak-agak susah komunikasinya, karena pesan di botol tersebut bisa susah ditemukannya (pesan yang pertama sampai setelah berbulan-bulan). Tapi ini yang bikin hubungan mereka jadi lucu. Apalagi pesan-pesan tersebut memakai bahasa Inggris dan isinya singkat sekali, tapi tetap membuat mereka merasa bahagia ketika mendapat balasan.

  •  Endingnya….. 🙂 🙂 🙂 🙂 🙂

Kedua film ini punya ending yang kurang lebih sama dan gampang ditebak, tapi tetap bikin saya terkesan karena ending keduanya sama-sama manis (terutama Oto-na-ri). Yang jelas ending dari kedua film ini akan meninggalkan senyuman di wajahmu 🙂

  • Kesimpulan:

Oto-na-ri: Secara keseluruhan, saya sangat menyukai film ini. Seperti kebanyakan film Jepang, film ini berjalan dengan tenang dan lambat, dan mungkin akan membuat ngantuk sebagian orang. Tapi saya merasa baik-baik saja dengan temponya yang lambat (udah sering nonton yang lebih lambat dari ini). Yang jelas film ini adalah tipe film yang masih bisa membuat saya senyam-senyum sendiri meskipun nontonnya udah berminggu-minggu yang lalu. Cocok ditonton penyuka film romance yang simpel tapi unik dan manis. 4/5

Castaway on the Moon: Saya pun sangat menyukai film ini. Jika dibandingkan dengan Oto-na-ri yang lebih sederhana, film ini memiliki ide yang lebih tidak biasa dan sulit dibayangkan untuk terjadi di dunia nyata. Dan jika Oto-na-ri lebih condong ke drama, film ini lebih condong ke komedi. Sangat cocok untuk ditonton pecinta film komedi romantis yang sedikit unik. 4/5

Read Full Post »

1. Usagi Drop (Japan, 2011)

Saya selalu tertarik dengan film yang menggambarkan hubungan ayah dan anak. Dan meskipun ayah dan anak dalam Usagi Drop ini bukanlah ayah dan anak beneran, hal tersebut tidak mengurangi ketertarikan saya pada film ini. Bercerita tentang bujangan berusia tiga puluh tahun bernama Daikichi (Matsuyama Ken’ichi) yang memutuskan untuk mengasuh Rin (Ashida Mana) yang disebut-sebut sebagai anak haram dari kakeknya yang baru saja meninggal dunia, dengan segala lika-likunya. Well, film ini enjoyable dan cocok untuk ditonton para penyuka film-film bergenre slice of life atau film yang bercerita tentang hubungan ayah dan anak. Saya belum pernah baca versi manganya atau nonton versi anime-nya, jadi saya gak bisa mengatakan apakah adaptasi ini berhasil atau tidak. Tapi saya lumayan menikmati film ini. Matsuyama Ken’ichi cukup pas memerankan seorang pria single yang tiba-tiba harus mengasuh anak kecil, dan ia berhasil membangun chemistry yang sangat baik dengan Ashida Mana. Ya, Ashida Mana! Sungguh ya anak kecil satu ini adorable sekali. Dan tidak hanya adorable, aktingnya pun sangat bagus di sini. Di luar hal itu, film ini juga memiliki kekurangan di mana ada part-part yang seharusnya mengaduk-aduk emosi penontonnya, tapi jadinya malah datar-datar aja. Tapi di luar itu saya cukup suka film ini kok. 3,5/5.

2. Chonmage Purin / A Boy and His Samurai (Japan, 2010)

Tertarik menonton film ini karena posternya yang kelihatan lezat, plus karena film ini disutradarai oleh Nakamura Yoshihiro (Fish Story, Ahiru to Kamo no Koinrokka), dan saya cukup penasaran ingin tahu seperti apakah film buatannya ketika ia tidak bekerja sama dengan Isaka Kotaro. Film ini bercerita tentang seorang samurai (pada periode Edo) bernama Yasube Kijima (Nishikido Ryo) yang terkena time leapt ke 180 tahun kemudian. Di 180 tahun kemudian itu, tepatnya di Jepang masa kini, ia bertemu dengan seorang single mother bernama Hiroko (Tomosaka Rie) beserta anak laki-lakinya, Tomoya (Suzuki Fuku). Hiroko lalu mengizinkan Yasube untuk tinggal bersamanya dan anaknya, dan sebagai balas budi, Yasube kemudian membantu Hiroko dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga di rumahnya, yang nantinya berujung ketika ia mulai belajar membuat kue. Film ini mungkin masih mirip-mirip dengan Usagi Drop, di mana bercerita tentang ‘hubungan keluarga’ tanpa ikatan darah. Tapi film ini tidak hanya bercerita tentang hubungan Yasube dengan ibu dan anak tersebut saja. Film ini juga berusaha menyinggung tentang permasalahan gender, yang ditunjukkan melalui sosok Hiroko sebagai single mother yang bekerja di luar, dan Yasube yang melakukan pekerjaan rumah tangga. Menurut saya film ini cukup menghibur dan enjoyable, dan terdapat kejutan manis yang sedikit bikin terharu meskipun gak sampe bikin nangis. Dari segi akting, Nishikido Ryo cukup baik memerankan Yasube, samurai super serius yang kemudian terdampar ke dunia patisserie. Tomosaka Rie dan Suzuki Fuku juga lumayan baik aktingnya (dan Suzuki Fuku ini lucuu, dia ini versi anak laki-lakinya Ashida Mana kayaknya, hehe). Overall, film ini cocok untuk ditonton penyuka film keluarga, dan juga penyuka film tentang makanan, karena kue-kue buatan Yasube di film ini sungguh bikin ngiler (tapi untuk pudingnya ternyata kurang menggiurkan, masih lebih menggiurkan puding yang di My Boss My Hero :D). 3,5/5

3. Toad’s Oil / Gama no Abura (Japan, 2009)

Aktor kawakan Yakusho Koji mencoba untuk menunjukkan bakatnya yang lain, yaitu dalam menyutradarai sebuah film. Dan hasilnya, untuk sebuah debut, film ini menurut saya lumayan banget. Di film ini, ia tidak hanya menyutradarai, tapi juga turut bermain sebagai pemeran utama. Film ini bercerita tentang Yazawa Takuro (Yakusho Koji) yang tinggal di mansion yang cukup besar bersama istri (Kobayashi Satomi) dan anak laki-lakinya, Takuya (Eita). Suatu hari, Takuya mengalami insiden yang membuat dirinya koma. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Menurut saya, film ini berhasil menggambarkan bagaimana rasanya kehilangan dengan sangat baik. Di sini kita dihadapkan pada tokoh Takuro, seorang ayah yang tingkah lakunya masih kekanak-kanakan dan tidak mencerminkan karakter seorang ayah. Saking kekanak-kanakannya, ketika anak laki-lakinya sedang koma di rumah sakit, ia malah sibuk telepon-teleponan dengan Hikari (Nikaido Fumi), pacar LDR Takuya, dengan berpura-pura sebagai Takuya. Setelah suatu hal (yang mungkin sudah bisa ditebak) terjadi, Takuro pun melakukan suatu perjalanan yang nantinya akan mendewasakan dirinya. Menurut saya, ini adalah tipe film yang bisa membuat penontonnya bersedih (meskipun bukan tipe sedih yang bikin nangis) dan tersenyum. Saya lumayan suka perjalanan yang dilakukan Takuro dan Akiba (teman masa kecilnya Takuya) yang dibumbui dengan bumbu komedi ‘unik’ khas Jepang. Saya juga suka melihat bagaimana hubungan Takuro dengan Hikari lewat telepon, yang menurut saya manis sekali meskipun dari luar keliatannya gak wajar. Semua pemain bermain dengan baik di sini, dan nilai plus lagi film ini memiliki sinematografi yang sangat indah. Dan saya lumayan menyukai endingnya yang memberikan kesan pahit dan manis sekaligus. Overall, menurut saya Yakusho Koji cukup berhasil menggambarkan perasaan kehilangan dan perasaan cinta seorang ayah terhadap anaknya dengan baik. Semoga ke depannya ia akan menyutradarai film lagi, karena debutnya yang ini sudah cukup menjanjikan. 3,5/5

Read Full Post »

1. Hello Ghost (South Korea, 2010)

Well, saya nonton ini karena katanya ini film komedi dan kebetulan otak saya lagi mumet dan saya lagi butuh sesuatu yang bisa bikin saya ketawa. Apalagi nama Cha Tae-Hyun (My Sassy Girl) sebagai pemeran utamanya semakin membuat saya yakin bahwa film ini akan menjadi sangat menghibur. Hello Ghost sendiri bercerita tentang seorang pria sebatang kara bernama Sang-man yang baru saja gagal bunuh diri. Setelah kegagalannya tersebut ia jadi bisa melihat makhluk halus. Ada empat hantu yang bisa dilihatnya, dan keempat hantu ini selalu mengikutinya ke sana ke mari. Karena hantu-hantu tersebut selalu membuatnya kerepotan (karena selain mengikuti, mereka juga selalu meminjam tubuh Sang-man), Sang-man lalu berjanji untuk memenuhi keinginan mereka yg belum terpenuhi asalkan mereka mau pergi setelah Sang-man memenuhi janjinya tersebut. Lalu bagaimana selanjutnya? Apakah Sang-man berhasil memenuhi janjinya? Apakah hantu-hantu tersebut akan pergi dari kehidupan Sang-man? Well, pas menit-menit pertama nonton saya rada kecewa sama film ini, karena tadinya saya membayangkan film ini akan berhasil mengocok perut saya. Kenyataannya? Tidak ada satupun tawa keluar dari mulut saya. Jadi filmnya jelek pris? Nggak kok. Bagian komedi-nya menurut saya memang gagal (tapi selera humor setiap orang pasti berbeda-beda kan?) dan menurut saya film ini rada membosankan di satu jam pertama. Tapi tunggu dulu, bersabarlah menunggu akhirnya. Awalnya saya udah mau ngasih penilaian rendah ke film ini, tapi begitu sampai ke bagian akhir, saya benar-benar dikejutkan oleh endingnya yang tidak terduga dan sangat mengharukan. Dan ekspresi datar saya selama menonton film ini tiba-tiba berubah aja dong menjadi ekspresi mewek karena endingnya tersebut. Kekuatan film ini memang ada pada endingnya, yang menjadikan film ini menjadi membekas di hati dan tidak hanya sekadar numpang lewat saja. Oh ya, kabarnya Chris Colombus (Harry Potter 1 & 2) tertarik untuk membuat adaptasi dari film ini loh 😀 3,75/5

2. Lars and The Real Girl (2007)

Lars (Ryan Gosling), adalah seorang pria antisosial yang senang sekali menyendiri. Saking antisosialnya, diajak makan sama kakak iparnya sendiri, harus dipaksa dengan berbagai macam cara terlebih dahulu. Lalu bagaimana jika seorang antisosial seperti Lars tiba-tiba punya pacar? Semua orang tentunya akan senang karena itu artinya Lars mulai membuka diri pada orang lain. Namun ternyata, ‘pacar’ di sini bukanlah manusia normal seperti yang kita kira. ‘Pacar’ baru Lars ini memang cantik (mirip Angelina Jolie kalo kata saya), tapi dia hanyalah berupa boneka plastik (sex doll gitu namanya) yang tentunya sama sekali bukan makhluk bernyawa. Tapi Lars menganggap Bianca (nama boneka tersebut) benar-benar hidup, dan sifat antisosialnya mulai sedikit berkurang sejak ada Bianca. Lalu, apa yang selanjutnya akan terjadi? Apakah Lars akan sadar bahwa Bianca hanyalah sebuah boneka? Apakah ia akan menemukan perempuan nyata yang sebenarnya? Menurut saya, ide cerita film ini sangat menarik. Saya juga suka akting Ryan Gosling di sini, yang rada beda sama aktingnya di film-filmnya yang lain (The Notebook, Blue Valentine). Menurut saya, yang menarik dari film ini adalah bagaimana perlakuan orang-orang di sekitar Lars di mana mereka sama sekali tidak mencemooh keanehan yang ada pada diri Lars, melainkan malah ikut berakting menganggap Bianca benar-benar ada demi ‘kesembuhan’ Lars.  Tapi biarpun ide ceritanya sangat menarik, sayangnya film ini disajikan dengan sangat datar sehingga filmnya jadi rada membosankan dan bikin saya hampir ketiduran berkali-kali. Konflik yang ada terasa kurang nendang dan datar. Padahal dengan ide cerita yang unik tadi, menurut saya film ini masih bisa dibuat jadi lebih menarik lagi. 3/5

 3. Triangle (2009)

Doyan film yang mengandung banyak twist tak terduga? Silakan tonton film ini, karena twist yang ada di sini tidak hanya muncul sekali atau dua kali, melainkan banyak. Menonton film ini rasanya seperti sedang menelusuri sebuah lingkaran setan yang tidak pernah berujung (yeah, biar judulnya “segitiga”, tapi kan sama-sama gak berujung juga yes?). Bercerita tentang seorang perempuan bernama Jess (Melissa George), yang suatu hari pergi berlayar bersama teman-temannya. Lalu, di tengah laut tiba-tiba badai menyerang dan menyebabkan kapal yang mereka naiki tidak bisa digunakan lagi. Di tengah kebingungan mereka, tiba-tiba ada kapal pesiar besar mendekati mereka. Apakah itu menandakan mereka beruntung? Tidak juga, karena segala keanehan mulai terjadi begitu mereka menaiki kapal yang tidak terlihat di mana penghuninya tersebut. Sosok misterius muncul dan menyerang mereka semua. Jess menjadi satu-satunya yang bertahan. Lalu, apakah penderitaan Jess di kapal tersebut akan berakhir? Yap, saya sudahi ceritanya di sini karena takutnya bakalan spoiler. Biarpun ratingnya di IMDb hanya 6,8,  menurut saya ini adalah salah satu thriller terbaik yang pernah saya tonton. Film ini memang bukan tipe film yang memperlihatkan banyak darah. Unsur ketegangan yang dihadirkan pun tidak tergolong dahsyat (tapi saya lumayan tegang nontonnya). Lalu, apa kelebihan dari film ini? Ya itu tadi, twist-twist tidak terduga dan teka-teki yang terkandung dalam film ini. Yang nonton pasti akan dibuat bingung dan pasti akan ngedumel dalam hati: “kok bisa gitu? Kok bisa gini?” Tapi tunggu dulu, perhatikan film ini dengan baik-baik. Banyak detail kecil yang mungkin terlihat tidak penting, tapi rupanya merupakan kunci untuk menjawab misteri yang ada dalam film ini. Film ini juga mengandung banyak penyimbolan (dari judulnya aja udah kerasa penyimbolannya) yang menjadikan film ini tidak berakhir sebagai sekadar thriller biasa. Yeah overall film ini menurut saya bukan film yang cuma bisa sekadar asal ditonton, tapi juga harus dipecahkan (teka-tekinya), karena film ini sama sekali tidak menyediakan jawaban langsung seperti film-film bertwist kebanyakan. Film ini hanya menyediakan petunjuk-petunjuk. Dan ketika kita berhasil menemukan jawabannya, kamu akan merasakan sebuah sensasi kepuasan yang akan membuat kamu terkagum-kagum pada film ini. 4/5

Read Full Post »

1. Morning Glory (2010)

Buat yang lagi lesu dan gak bersemangat, mungkin ada baiknya menonton film ini. Film ini menurut saya merupakan salah satu feel good movie yang menyenangkan dan menghibur. Bercerita tentang Becky Fuller (Rachel McAdams), seorang perempuan workaholic yang baru saja dipecat dari pekerjaannya sebagai executive producer sebuah acara pagi di salah satu stasiun televisi. Setelah sibuk mencari pekerjaan baru, Becky kemudian ditawari bekerja menjadi executive producer sebuah acara pagi bernama Daybreak, sebuah acara TV yang akhir-akhir ini tidak memperoleh rating yang menyenangkan.  Morning Glory adalah salah satu film yang dapat membuat mood penontonnya berubah menjadi baik setelah menontonnya. Begitu juga dengan yang terjadi pada saya. Setelah menonton film ini, rasanya saya jadi ketularan semangatnya Becky. Rachel McAdams tampil sangat memikat di sini. Saya seneng sama karakter Becky Fuller yang ceria dan tidak mudah menyerah ini. Harrison Ford dan Diane Keaton juga bermain baik di sini, dan scene ‘pertengkaran’ mereka di acara Daybreak ini berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri. Tapi film ini juga memiliki beberapa kekurangan, seperti plotnya yang biasa dan pasaran. Endingnya juga gampang ditebak.  Oh ya, meskipun ini film Hollywood tapi entah kenapa saya ngerasa film ini dorama banget (mengingatkan saya pada dorama-dorama bertema profesi semacam News no Onna, bahkan ada beberapa adegan dalam film ini yang mengingatkan saya pada dorama itu). But overall, film ini recommended dan layak tonton kok. Dan jika kamu tertarik dengan dunia televisi atau dunia broadcasting, sangat dianjurkan untuk menonton film ini. 3,5/5

2. Tangled (2010)

Buat yang kangen animasi Disney bertema putri-putrian semacam Sleeping Beauty, Snow White, dan teman-temannya, mungkin Tangled akan mengobati kerinduan anda pada film-film berjenis seperti itu. Hadir dengan animasi yang lebih canggih dari film-film yang saya sebutkan di atas, Tangled mengangkat cerita yang mungkin sudah tidak asing di telinga kita, yaitu Rapunzel.  Rapunzel yang rambutnya puanjaaaaaaaaaang itu merupakan salah satu tokoh dalam dongeng klasik yang diciptakan Grimm bersaudara (Cinderella, Sleeping Beauty). Tangled sendiri tidak berbeda dengan film-film Disney sebelumnya di mana slogan happily ever after masih berlaku di film ini. Namun, yang menyenangkan dari film ini adalah tidak ada karakter pangeran tampan yang biasanya seolah-olah diwajibkan untuk selalu ada dalam kisah-kisah seperti ini. Karakter pria dalam film ini bukanlah pangeran, melainkan seorang pencuri yang tentu saja tidak sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Tapi itu malah yang saya suka dari versi Rapunzel yang satu ini. Kisahnya jadi lebih manusiawi, meskipun slogan happily ever after-nya tetap tidak hilang. Secara keseluruhan film ini menghibur banget, dan membuktikan bahwa dongeng klasik tetap bisa dinikmati sampai sekarang. Banyak adegan yang menurut saya lucu dan bikin saya ketawa. Lagu-lagunya juga enak dan Disney banget. So, buat yang kangen cerita putri-putrian ala Disney, boleh tuh ditonton. 4/5

3. Evangelion: 1.0 You Are (Not) Alone (Japan, 2007)

Udah lama penasaran banget sama film ini. Well, sejujurnya saya bukan penggemar anime mecha. Saya sulit sekali menikmati anime-anime semacam Gundam. Saya juga belum pernah nonton Neon Genesis Evangelion sebelumnya. Tapi saya penasaran sama serial tersebut karena banyak yang memberi pujian dan tampaknya anime itu tidak sekadar bercerita tentang mecha saja. Tapi karena belum kesampaian nonton versi serialnya, maka saya nonton versi movie-nya karena kebetulan saya nemu dvd-nya di lapak yang biasa saya kunjungi. Dan hasilnya….hmmm, tampaknya saya memang tidak cocok dengan mecha. Katanya, walaupun belum nonton serialnya pasti bakalan ngerti filmnya. Tapi saya masih bingung pas nonton. Permasalahan langsung ada di bagian awal. Dan saya merasa tidak diberi kesempatan untuk ‘berkenalan’ dengan Evangelion ini. Siapa sih Shinji Ikari itu? Kenapa dia yang dipilih jadi pilot Eva? Trus-trus, Rei Ayanami itu siapa? Kok kayaknya kudu nonton serialnya dulu ya biar ngerti? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak saya sepanjang nonton film ini, dan sampai akhir belum terjawab. Pertempuran mecha-nya juga buat saya kurang seru (tapi ini sih emang saya kurang suka yang seperti itu). Tadi saya bilang bahwa tampaknya film ini bukan sekadar tentang mecha saja. Iya sih, di sini juga kita diseret pada kondisi psikologis tokoh Shinji Ikari (yang nantinya akan berkaitan dengan judulnya). Tapi saya yang biasanya tertarik sama masalah seperti itu rasanya sulit bersimpati pada tokoh itu. Jadi, maaf, tampaknya saya tidak cocok dengan film ini. 3/5

Read Full Post »

Short Reviews #3

1. Sad Movie (South Korea, 2005)

Untuk urusan film sedih, terutama genre drama percintaan, Korea emang jagonya. Dan kalo kita lihat dari judul film satu ini, dengan mudah kita bisa menebak kalo ini adalah another sad movie from Korea. Dan pas ditonton, emang sedih sih filmnya. Tapiiii, meskipun judulnya film sedih, tapi film ini bukan tipe film yang sedihnya konstan dari awal sampai akhir kok. Part sedihnya itu cuma ada di bagian-bagian akhir (dan sedihnya lumayan nampol dan berhasil bikin saya menitikan sedikit air mata), dan di bagian awalnya banyak diisi adegan-adegan lucu dan menyenangkan yang berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri (ditambah warna-warna cerah yang membuat film ini semakin menyenangkan di bagian awalnya *btw sinematografinya cantiiiik*). Film ini sendiri merupakan film dengan tema multiplot dengan empat cerita di dalamnya, yang semuanya berjalan saling beriringan dan masing-masing cerita memiliki hubungan satu sama lain (tapi tidak saling mempengaruhi). Empat cerita di dalamnya masing-masing punya tema yang hampir mirip, yaitu tentang hubungan antara dua orang manusia. Tapi hubungan antara dua orang yang saya maksud di sini bukan berarti hubungan pacaran aja loh. Ada hubungan antara sepasang kekasih, ada hubungan antara ibu dan anak, hubungan seorang pria dengan mantan kekasihnya, dan hubungan antara seorang perempuan dengan gebetannya. Semua ceritanya saya suka, terutama cerita tentang hubungan antara seorang perempuan dengan gebetannya (maap, lupa nama karakternya) yang digambarkan dengan sangat unik. Jadi ceritanya si perempuan ini seorang tuna rungu yang sehari-harinya bekerja sebagai badut di sebuah taman hiburan, dan diam-diam dia jatuh cinta pada seorang pelukis muda  yang sering datang ke taman hiburan tersebut untuk melukis. Tanpa pernah membuka kostum badutnya, si cewek ini kemudian mendekati si pelukis tersebut dan bikin si pelukis tersebut penasaran mampus dengan identitas asli badut tersebut. Menurut saya cerita yang ini adalah cerita yang paling manis di antara semuanya, dan yang paling berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri. Tapi kalo cerita yang paling sedih itu cerita yang tentang ibu dan anak. Bagian itulah yang bikin saya menitikan air mata *kalo yang lainnya paling berkaca-kaca doang*. Dua cerita yang lainnya pun sama-sama bagus dan menyedihkan. Ja, film ini recommended kok dan cocok untuk ditonton penyuka drama-drama percintaan yang berakhir sedih. Tidak direkomendasikan untuk orang yang lebih suka film-film dengan happy ending. 4/5

2. Densha Otoko / Train Man (Japan, 2005)

Agak telat emang saya nonton film ini, sementara versi doramanya udah saya tonton dari jaman kapan. Dan karena saya udah nonton versi doramanya, makanya pas nonton ini saya nggak ngerasain adanya kejutan karena udah tau jalan ceritanya, dan mau gak mau bikin saya jadi ngebandingin sama versi doramanya. Dan versi doramanya jauuuh lebih bagus dari filmnya, tapi filmnya tetep menghibur kok kalo kata saya. Yak, film ini diangkat dari kisah nyata, tepatnya dari percakapan yang ada di sebuah forum (bbs) terkenal di Jepang. Film ini berkisah tentang kisah cinta antara seorang otaku (baca review doramanya kalo pengen tau pengertiannya) dengan seorang perempuan cantik. Si otaku yang nantinya disebut Densha otoko atau Train Man ini (diperankan Takayuki Yamada) suatu hari menyelamatkan seorang perempuan cantik (diperankan Miki Nakatani) dari gangguan seorang pria mabuk di kereta api. Dia lalu menceritakan pengalamannya tersebut pada sebuah thread di sebuah forum internet. Kemudian banyak user lain yang menanggapi dan mengatakan bahwa si perempuan tersebut pasti akan mengiriminya hadiah sebagai ucapan terima kasih. Dan hal tersebut terbukti, karena keesokan harinya Densha mendapat kiriman berupa seperangkat cangkir mahal dengan merk Hermes (yang nantinya akan menjadi julukan bagi si cewek) dari perempuan tersebut. Teman-temannya di forum kemudian menyemangati Densha untuk mendekati perempuan tersebut. Dan akhirnya, ketebak lah ya. Tapi seperti pada doramanya, yang menjadi inti dari film ini bukan hanya hubungan antara Densha Otoko dan Hermes saja, tapi juga persahabatan antara user-user forum-forum tersebut, di mana hal yang dilakukan Densha Otoko membuat mereka berubah menjadi lebih berani. Tapi sayangnya tidak seperti pada doramanya, hal tersebut gak terlalu keliatan di filmnya dan persahabatan antara mereka terasa kurang ‘dalem’. Mungkin karena durasi filmnya ya yang hanya dua jam saja, sementara versi doramanya  terdiri dari beberapa episode yang membuat perkembangan lebih terlihat. Soal cast, Takayuki Yamada (Crows Zero) dan Miki Nakatani (Memories of Matsuko) berakting lumayan baik di sini sebagai Densha Otoko dan Hermes. Tapi menurut saya Takayuki Yamada ini kurang otaku. Apalagi dia ini kan aslinya udah ganteng, pas abis make over ya langsung ganteng, beda sama Ito Atsushi (pemeran Densha Otoko versi dorama) yang abis make over nambah gantengnya cuma sedikit *hehe*. Dan Miki Nakatani, menurut saya dia ketuaan buat jadi pasangan Takayuki Yamada. Aktingnya cukup bagus sih, tapi saya tetep prefer Ito Misaki sebagai pemeran Hermes yang paling pas. Secara keseluruhan sih filmnya cukup menghibur, tapi saya lebih menyarankan kalian buat nonton versi doramanya (yang merupakan salah satu dorama terbaik yang pernah saya tonton). Oh iya satu lagi, di film ini ada Eita loooh, berperan sebagai salah satu user forum dan juga merupakan seorang hikikkomori. Jadi lumayan lah saya jadi semakin terhibur, hehe. Ja, kalo doramanya saya kasih 5 bintang, untuk film ini saya kasih cukup 3 bintang sahaja. 3/5

3. Tony Takitani (Japan, 2004)

Apakah kamu mengenal Haruki Murakami, novelis Jepang yang bisa dibilang paling terkenal saat ini dan namanya sudah mendunia? Film ini diangkat dari cerpen berjudul sama yang ditulis oleh beliau, dan disutradarai oleh Jun Ichikawa. Film dengan durasi yang tidak begitu panjang ini (76 menit) bercerita tentang seorang pria bernama Tony Takitani (Issei Ogata) yang merupakan orang Jepang asli, tapi namanya yang  kebarat-baratan membuat orang-orang selalu memandangnya dengan pandangan aneh. Hal itu membuat Tony lebih senang menyendiri daripada bergaul dengan orang-orang. Hal tersebut berlanjut sampai dewasa. Tony selalu sendiri dan sebenarnya ia merasa sangat kesepian, sampai suatu saat ia bertemu dengan Eiko (Rie Miyazawa), perempuan yang usianya jauh lebih muda darinya, dan jatuh cinta kepadanya. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kesendirian Tony Takitani akan berakhir? Menurut saya, film ini sangat pas menggambarkan bagaimana rasanya kesepian, dan usaha orang-orang untuk mengusir rasa tersebut. Dan selayaknya cerpen, film ini lebih banyak menggunakan narasi dalam filmnya. Dan yang unik lagi, karakter-karakter dalam film ini juga ikut masuk ke dalam narasi tersebut, meskipun hanya sedikit-sedikit. Selain itu, yang menjadi kelebihan film ini adalah sinematografinya yang sangat cantik. Ja, film ini cocok untuk ditonton oleh orang-orang galau yang ingin kegalauannya mencapai taraf maksimal *halah*. Dan untuk penggemar Haruki Murakami, rasanya sayang kalau melewatkan film ini. 4/5

Read Full Post »

Jadi ceritanya saya sedang malas menulis review dan malas menulis tulisan yang panjang-panjang, tapi tampaknya udah jadi semacam kebutuhan untuk tidak membiarkan blog ini ditelantarkan begitu lama. Jadi seperti pada postingan yang ini, kali ini saya akan menulis review pendek dari beberapa film (tepatnya 3 film) yang saya tonton belakangan ini. CATATAN: film-film di bawah ini tidak akan saya buatkan review versi panjangnya.

1.  A Tale Of Two Sisters (South Korea, 2003)

Film horror yang berasal dari Asia, tapi bukan dari Jepang ataupun Thailand yang sudah terkenal sebagai penghasil film horror berkualitas, melainkan dari Korea Selatan. Dan ini adalah film horror Korea pertama yang saya tonton. Bercerita tentang sepasang kakak beradik perempuan, Soo-mi (Su-jeong Lim) dan Soo-yeon (Geun-young Moon) yang baru saja kembali ke rumah mereka yang terletak di pedesaan. Di rumah tersebut mereka disambut oleh ibu tiri mereka (Jung Ah-yum), yang tampaknya tidak menyukai kedua kakak beradik itu, dan begitu juga sebaliknya. Setelah kedatangan mereka, mulai muncul kejadian-kejadian aneh di rumah tersebut, seperti penampakan seorang perempuan yang dilihat Soo-mi, serta bibi mereka yang tiba-tiba ‘kesurupan’ saat makan malam bersama mereka. Soo-mi juga menemukan bahwa ibu tirinya tersebut suka menyiksa adiknya, Soo-yeong. Yak, meskipun judulnya film horror, film ini sebenarnya lebih menekankan pada thriller psikologis dibandingkan hal-hal berbau supranatural. Ya, memang ada penampakan hantu dan semacamnya, tapi hanya sedikit dan bukan faktor utama yang menjadikan film ini menjadi horror. Dan daripada menakut-nakuti seperti film-film horror pada umumnya, film ini lebih bertujuan untuk bermain-main dengan pikiran penontonnya. Misteri yang disajikan cukup membuat penasaran, dan endingnya menurut saya tak terduga meskipun awalnya sempat membuat saya bingung. Akting pemainnya pun oke, terutama acting Su-jeong Lim yang pernah saya lihat di film I’m a Cyborg but that’s Ok dan Jung Ah-yum yang berperan sebagai si ibu tiri. Kesimpulannya, buat para penyuka film horror berkualitas, sila tengok film ini : ) 4/5

2. My Brother (South Korea, 2004)

Film Korea lagi. Menonton ini dengan tidak sengaja karena ada di tumpukan dvd pinjeman kakak saya. Dan yeah, nama Won Bin pada covernya lah yang akhirnya bikin saya tertarik nonton film ini ;D Ceritanya tentang sepasang kakak beradik juga kayak film di atas, tapi yang ini laki-laki dan bukan film horror :D. Kalau kakak beradik di A Tale of Two Sisters sangat dekat dan akrab, di sini sebaliknya. Jong-hyun (Won Bin) dan Sung-hyun (Ha-kyun Shin) adalah kakak beradik dengan sifat yang sangat bertolak belakang. Jong-hyun lebih suka berkelahi, sementara Sung-hyun lebih suka  belajar. Dari kecil mereka dibesarkan seorang diri oleh ibu mereka, dan dari kecil Jong-hyun menyimpan kecemburuan pada adiknya yang lebih diperhatikan oleh sang ibu karena Sung-hyun adalah seorang harelip (istilah untuk orang dengan bibir sumbing). Sebenernya film ini biasa aja sih, tapi lumayan mengaduk emosi, terutama di bagian-bagian akhir. Endingnya menyedihkan dan sebenernya udah ketebak sejak lihat adegan pertama dan juga judulnya. But overall, film ini lumayan lah 😀 3/5

3. Crows Zero (Japan, 2007)

Yang ini film Jepang, disutradarai Takashi Miike, dan diperankan oleh Shun Oguri, Takayuki Yamada, dan beberapa aktor lainnya. Bercerita tentang sebuah sekolah bernama Suzuran, sebuah sekolah khusus cowok yang isinya berandalan-berandalan yang tampaknya tak punya hobi lain selain berkelahi. Suzuran ini diisi oleh berbagai macam ‘geng’ yang tidak pernah akur. Lalu muncul Genji (Shun Oguri), murid baru yang datang untuk menaklukan serta menyatukan  semua murid Suzuran. Caranya? Dengan mengalahkan pemimpin-pemimpin geng-geng di sekolah tersebut, terutama mengalahkan Serizawa (Takayuki Yamada) yang disebut-sebut sebagai murid terkuat di Suzuran. Overall film ini cukup menghibur sih. Buat para penyuka film action pasti suka film ini, karena film ini dipenuhi adegan-adegan perkelahian yang keren. Film ini juga memiliki sedikit sentuhan humor, dan saya suka banget karakter yang dimainkan Takayuki Yamada (di mana di sini dia jadi orang terkuat tapi ekspresinya rada-rada bego :D). Tapiiiiiii, meskipun menghibur, tapi saya tidak tahu apa tujuan film ini, menyatukan sekolah dengan cara berkelahi? Sebut saya kuno, tapi menurut saya gak sepantasnya anak-anak SMA ini kerjaannya berkelahi terus, meskipun dengan jalan ini mereka bisa bersatu. Tapi meskipun begitu saya tetep tertarik buat nonton sekuelnya kok. 2,75/5

Read Full Post »

Jadi ceritanya saya lagi libur kuliah (tapi ikut sp satu mata kuliah sih) dan selama libur ini kerjaan saya nonton film terus. Saking banyaknya film yang ditonton, saya sampai bingung mau nge-review yang mana dulu. Karena itu kali ini saya akan nulis review singkat dari beberapa film (gak semua ya, kebanyakan soalnya :p) yang saya tonton belakangan ini. Mungkin kalau tidak malas, beberapa film dalam review ini akan saya buatkan review versi panjangnya.

1. Linda Linda Linda (Japan, 2005)

Salah satu film remaja Jepang yang cukup bagus dan menarik. Idenya sederhana, tentang sebuah band yang beranggotakan siswi-siswi SMU yang akan tampil dalam festival sekolah, namun menemui masalah yang menyebabkan dua personil band itu keluar (termasuk sang vokalis). Beberapa hari sebelum tampil, mereka pun mencari vokalis baru secara ‘asal’. Adalah  Son, siswi pindahan dari Korea Selatan, yang menjadi vokalis baru mereka. Lalu timbul berbagai kejadian sebelum mereka tampil, dan meskipun baru beberapa hari, karakter Son ini akhirnya menemukan kegembiraan dan semangat baru sejak bergabung dengan band tersebut. Film ini menarik dan cukup menghibur. Yang saya suka adalah ide cerita film ini sama sekali tidak muluk-muluk, namun tidak mengurangi daya tarik film ini. Akting Bae Doona sebagai orang Korea yang sekolah di Jepang sangat memikat. Begitu juga dengan Kashii Yuu. Terakhir, habis nonton film ini saya jadi terus terngiang-ngiang sama lagu Linda Linda dari The Blue Hearts yang mereka bawakan pada festival tersebut :D. 3,5 / 5

2. Kick-Ass (2010)

Sebenarnya saya tidak pernah tertarik  pada film-film bertema superhero. Bukan karena jelek, tapi memang bukan selera saya saja. Tapi begitu mendengar bahwa superhero-superhero dalam Kick-Ass bukanlah superhero beneran (maksudnya mereka tidak mempunyai kekuatan super), saya pun jadi pengen nonton film ini, dan ternyata saya menyukai filmnya. Film ini lucu dan segar. Humornya yang tergolong ke dalam humor-humor masa kini lumayan menghibur. Dan yang membuat film ini semakin menarik adalah karakter Hit Girl yang diperankan Chloe Moretz. Meskipun memancing banyak perdebatan, tapi saya cinta karakter ini. 4/5

3. Rainbow Song (Japan, 2006)

Nama Shunji Iwai yang berperan sebagai produser dan co-writer film ini lah yang membuat saya menonton film ini. Belum lagi ada Hayato Ichihara, Ueno Juri, dan Yu Aoi. Dan saya gak nyesel nontonnya! Ceritanya termasuk klise, tentang persahabatan yang menjadi cinta *ceileh*. Cewek dan cowok bersahabat, lalu si cewek mulai jatuh cinta pada si cowok. Tapi sebelum si cowok menyadari perasaannya pada si cewek, si cewek keburu meninggal (tenang ini bukan spoiler karena dari awal kita sudah diberitahu kalo ceweknya meninggal). Cerita seklise apapun kalau dikemas dengan baik, pasti akan jadi film yang bagus. Begitu juga dengan film ini. Saya sangat menikmati film ini dari awal sampai akhir. Ueno Juri berakting sangat bagus di film ini sebagai karakter cewek yang meninggal itu. Dan Hayato Ichihara, ini kali kedua saya melihat dia setelah melihatnya di Lily Chou-chou, dan penampilan fisiknya udah jauh berubah dari pas di Lily Chou-chou. Yu Aoi, meskipun kemunculannya tidak begitu banyak  tapi tetap menampilkan akting yang memikat. Sebenarnya film ini memiliki beberapa kekurangan, tapi tidak begitu mengganggu. Yang jelas, ini tipe film yang akan saya tonton berkali-kali. 3,75/5.

4. The Girl Who Leapt Through Time (Japan, 2006)

Akhir-akhir ini lagi ketagihan nonton anime yang berbentuk movie. Dan film ini adalah salah satu anime movie yang sangat saya rekomendasikan untuk ditonton! Tentang seorang siswi SMU yang tiba-tiba memiliki kemampuan untuk meloncati waktu. Dan kemampuannya ini digunakannya untuk mengubah hal-hal yang bisa dibilang sederhana, namun nantinya akan menimbulkan masalah. Film ini lucu dan menghibur, animasinya juga bagus. Selain itu film ini menampilkan kejutan yang tidak saya duga. Review panjangnya menyusul ya. 4/5.


5. The Notebook (2004)

Karena saya ini termasuk orang yang menyukai film-film cinta yang mengharu biru, awalnya saya kira film ini akan berhasil membuat saya termehek-mehek. Tapi nyatanya, dari awal sampai akhir, ekspresi saya tetap datar. Ya ya ya, mungkin ada yang salah pada diri saya karena sebagian besar orang yang menonton film ini mengatakan film ini mengharukan dan sebagainya. Tapi entahlah, saya tidak bisa merasakan kedalaman hubungan antara Noah dan Allie. Karakter Noah yang begitu hidup di bagian awal, setelah berpacaran dengan Allie kok rasanya jadi melempem dan tidak terasa semangatnya. Tapi di luar itu saya suka aktingnya Rachel McAdams. 2,75/5

6. Perfect Blue (Japan, 1998)

Anime movie juga, disutradarai oleh Satoshi Kon. Ceritanya tergolong berat dan sama sekali bukan konsumsi anak-anak karena menampilkan sedikit nudity dan kekerasan. Tentang seorang pop idol yang memutuskan ganti haluan menjadi seorang aktris. Dan hal ini menimbulkan masalah karena ada fans yang tidak setuju dan sebagai aktris ia dituntut untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak dia inginkan. Belum lagi setelah itu muncul persona/kepribadian lain yang terus menghantuinya. Sebuah thriller psychology yang lumayan mencekam. Endingnya juga mengejutkan dan gak ketebak. Sebenernya saya ngerasa kalo film ini dibikin jadi live action, pasti filmnya akan semakin bagus. Tapi okelah anime juga, meskipun saya agak kurang suka desain karakternya. 4,5/5

7. Being John Malkovich (1999)

Edan film ini bagus banget! Jenius! Ceritanya termasuk orisinil dan menampilkan kejutan-kejutan yang tak terduga. Skenarionya ditulis oleh orang yang menulis skenario Eternal Sunshine of The Spotless Mind yang sama-sama sangat orisinil, yaitu Charlie Kaufman. Dan, menurut saya film ini lebih mudah dimengerti daripada Eternal Sunshine. Setidaknya saya tidak perlu mengulang-ngulang beberapa adegannya agar bisa mengerti sepenuhnya seperti pada saat saya nonton Eternal Sunshine. Selain ceritanya yang jenius, film ini juga menurut saya termasuk menghibur dan sudah pasti film ini masuk ke daftar my all time favorite movies. Review panjangnya tunggu saja ya 😀 5/5

8. Aoi Tori / The Blue Bird (Japan, 2008)

Nonton film ini karena faktor Kanata Hongo, dan agak nyesel nontonnya. Mengangkat tema school bullying, sebenarnya film ini berpotensi jadi bagus. Tapi saya malah kebosanan mengikutinya. Karakter guru gagap yang dimainkan Abe Hiroshi sebenarnya unik, tapi entah kenapa saya tidak bisa bersimpati padanya, dan tanggapan saya padanya sama seperti tanggapan murid-murid di sini. Latar belakang anak yang pindah sekolah karena dibully itu pun kurang kuat, mungkin kalo ditampilkan potongan adegan-adegan yang menampilkan karakter ini ketika bersekolah di sekolah itu, film ini akan jadi lebih menarik. Dan Kanata Hongo, kerjanya cemberut aja sik, tapi tetep cakep *alah*. 2,5/5

9. Despicable Me (2010)

Filmnya lucu dan mengharukan, dan tentunya sangat menghibur. Lelucon-leluconnya sebenarnya banyak yang slapstick, tapi tidak begitu mengganggu kok. Dan sejak karakter Gru ini mengadopsi tiga anak yatim piatu tersebut, ceritanya jadi mudah ketebak, tapi meskipun begitu film ini tetap menghibur. Dan yang menonton film ini pasti jatuh cinta pada karakter minion-minion yang menggemaskan itu. Ihik. Pengen cari merchandise-nya. 3,75/5

Read Full Post »