Feeds:
Posts
Comments

Archive for December, 2011

Saya adalah penggemar kata-kata. Saya sering kali terkagum-kagum ketika melihat bahwa satu buah kata saja bisa dikembangkan menjadi banyak hal, termasuk menjadi tema film. Sutradara asal Korea Selatan bernama Park Chan-wook mungkin adalah salah satu orang yang berhasil mengembangkan satu buah kata ke dalam media film. Dan tidak tanggung-tanggung, tidak hanya satu film saja yang ia buat, tapi tiga film! Dan tiga film dengan cerita berbeda tersebut semuanya sama-sama bersumber dari satu kata saja, yaitu kata vengeance (sengaja pake istilah Inggrisnya, karena kalo dibahasa Indonesia-kan maka artinya jadi pembalasan dendam, dan jadinya dua kata dong, hehehe). Tiga film yang kemudian terkenal dengan sebutan Vengeance Trilogy tersebut masing-masing memiliki judul “Sympathy for Mr. Vengeance”, “Oldboy”, dan terakhir “Lady Vengeance”. Namun, yang akan saya bahas kali ini adalah film pertamanya yang berjudul “Sympathy for Mr. Vengeance”, sekaligus film terakhir yang saya tonton dari trilogi ini (urutan nonton: Oldboy -> Lady Vengeance -> Sympathy for Mr. Vengeance).

Alkisah dalam film ini ada seorang adik yang sangat menyayangi kakaknya. Adik tersebut bernama Ryu (Shin Ha-kyun), yang merupakan seorang penderita bisu-tuli. Kakak yang disayanginya ini terserang penyakit gagal ginjal. Karena sayang banget sama kakaknya, tentunya Ryu pun bertekad untuk menyumbangkan ginjalnya dong. Namun, sayangnya, golongan darah yang berbeda membuat Ryu tidak boleh mendonorkan ginjalnya tersebut. Dan sialnya, pada saat itu belum ditemukan pendonor baru untuk kakaknya. Padahal Ryu punya uang sebesar 10 juta Won yang bisa ia gunakan untuk membayar si pendonor. Di tengah keresahan hati Ryu akibat tidak adanya pendonor, ia melihat sebuah stiker yang memuat iklan tentang pasar gelap yang menjual organ tubuh manusia. Karena ingin kakaknya cepat-cepat sembuh, maka tanpa berpikir panjang Ryu pun menghubungi pasar gelap tersebut. 10 Juta Won yang ia miliki ternyata tidak cukup untuk membeli ginjal dari pasar gelap tersebut. Si penjual pun berkata bahwa Ryu bisa mendapatkan ginjal yang ia mau jika ia mau membayar uang tersebut beserta ginjal yang ia miliki. Demi kakaknya, ia pun mau menyumbangkan ginjal miliknya kepada pasar gelap tersebut. Setelah ginjalnya diambil, bangun-bangun ia mendapati dirinya dalam keadaan telanjang bulat dan para penjual organ tubuh tersebut menghilang beserta uang dan ginjal miliknya tersebut. Yeah, ia ditipu sodara-sodara. Dan yang paling naas adalah, setelah kejadian itu, dokter sang kakak memberitahu Ryu bahwa akhirnya ada pendonor yang mau menyumbangkan ginjalnya untuk sang kakak. Ryu hanya bisa terpaku mendengar hal itu. Ia sudah tidak punya uang lagi untuk membayar pendonor tersebut. Dan tentunya mendapatkan uang sebesar 10 juta won itu bukanlah hal yang mudah. Uang 10 juta won yang ia miliki sebelumnya pun ia dapatkan karena perusahaan tempat ia bekerja memecatnya (alias uang pesangon).

Ketika memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang yang baru, Yeong-mi (Bae Doo-na) yg merupakan kekasih Ryu memberi Ryu ide untuk menculik anak perempuan dari Park Dong-jin (Song Kang-ho), mantan bos yang telah memecatnya tersebut. Awalnya Ryu menolak hal tersebut. Namun, Yeong-mi meyakinkan bahwa hal tersebut tidak akan menimbulkan kerugian apa-apa. Tinggal culik -> minta tebusan pada sang ayah-> diberi uang tebusan -> kembalikan si anak pada ayahnya. Terdengar mudah bukan? Toh si ayah adalah orang kaya. Kehilangan uang sebesar 10 juta won tidak akan membuatnya menjadi miskin. Akhirnya Ryu menyetujui ide tersebut. Penculikan pun dimulai. Namun, sebuah rencana tidak akan menjadi semudah kelihatannya ketika dilakukan bukan? Ya, penculikan yang ia lakukan kemudian berjalan tidak sesuai rencana. Sesuatu terjadi pada si anak, dan pembalasan dendam pun dimulai…

Menurut saya, film ini sangat berhasil dalam menggambarkan dendam dan akibatnya jika dendam tersebut dibalaskan. Pada awalnya, pas pertama nonton saya sempet dibikin ngantuk sama film ini. Dan baru 15 menit nonton saya langsung matikan filmnya. Mungkin karena waktu itu saya nonton pas mood-saya lagi gak tepat buat nonton tipe film sepi kayak gini ya, hehe. Ketika akhirnya saya mencoba menonton kembali film ini (yang adalah beberapa bulan setelah yang pertama itu :D), saya dibuat terhipnotis oleh cara penyampaian film ini. Film ini adalah sebuah film yang setelah menontonnya saya merasakan perasaan seperti…err..patah hati? Rasanya sedih banget di dada ini. Sedih di sini tidak sama seperti perasaan sedih ketika menonton film sedih yang mendayu-dayu ya. Namun sedih di sini lebih mirip kayak waktu abis nonton film All About Lily Chou-Chou. NYESEK! Nah, itu dia kayaknya kata yang lebih pas untuk menggambarkan perasaan saya setelah nonton film ini 😀

Melalui film ini, saya jadi mengerti kenapa orang-orang bijak selalu memberi nasihat agar kita jangan mudah mendendam. Kenapa? Karena dendam adalah suatu hal yang tidak akan pernah berujung. Ketika kita melakukan hal yang buruk pada seseorang, akan ada orang lain yang akan membalaskan perbuatan buruk kita tersebut. Dan setelah itu, akan ada orang lain juga yang akan membalaskan perbuatan orang yang membalaskan perbuatan buruk kita tersebut. Ribet ya? Hehe. Tapi itulah dendam. Seperti lingkaran setan yang tidak berujung. Ketika sebuah dendam dibalaskan, bukan berarti semua hal jadi selesai begitu saja. Yang ada, masalah-masalah baru yang akan muncul. Ya, setidaknya itulah yang saya tangkep dari film ini :D.

Dan faktor utama yang membuat film ini jadi sungguh menyesakkan jiwa adalah, karena pelaku-pelaku pembalas dendam dalam film ini pada dasarnya adalah orang-orang yang baik. Ryu dan Dong-jin itu adalah orang baik. Dan pembalasan dendam tersebut dilakukan semata-mata karena satu hal, yaitu kasih sayang mereka pada masing-masing orang yang mereka cintai. Saking sayangnya sama kakaknya, Ryu rela menyumbangkan ginjalnya pada orang tak dikenal. Saking sayangnya pada anaknya, Dong-jin rela untuk tidak melapor polisi dan menuruti perintah penculik demi keselamatan anaknya. Ketika segala hal tersebut tidak berjalan sesuai rencana dan menimbulkan hal yang buruk pada masing-masing orang yang mereka sayangi, perasaan dendam pun tumbuh di hati mereka.  Dari situlah mungkin judul film itu tercipta. Kita tidak bisa memihak mana yang salah dan mana yang benar di sini. Namun, kita sama-sama merasakan perasaan simpati kepada kedua tokoh yang berlawanan ini.

Dari segi thriller-nya, mungkin film ini tidak se-thrilling dan se-shocking Oldboy ya. Film ini menurut saya tergolong thriller yang sepi. Adegan-adegan berdarahnya tetap ada sih, dan ada beberapa adegan yang membuat emosi saya serasa diaduk-aduk, biarpun adukannya tidak sekencang Oldboy :D. Tapi menurut saya bukan itu poin dari film ini. Film ini seperti lebih ingin menunjukkan konsekuensi dari pembalasan dendam, dan bukan proses pembalasan dendam seperti pada Oldboy. Film ini juga lebih menunjukkan bagaimana kondisi psikologis para pelaku pembalas dendam, bahwa orang-orang baik seperti mereka saja bisa berubah dan mampu melakukan apa saja, termasuk hal-hal yang melampaui batas moral, ketika dendam tumbuh di hati mereka.

Overall, saya sangat menyukai film ini. Film ini cocok untuk ditonton oleh para penyuka film thriller, terutama thriller yang gak asal menegangkan saja, tapi juga bikin mikir. Ja, 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Jika kamu pernah memakan bangku sekolah dan menyantap pelajaran IPA (tentunya tidak secara harfiah), setidaknya kamu pasti pernah belajar atau mendengar tentang salah satu teori penciptaan alam semesta yang disebut dengan teori Big Bang. Menurut teori ini, alam semesta tercipta dari sebuah ledakan dahsyat yang terjadi beberapa belas miliar tahun yang lalu. Sampai sekarang belum diketahui kebenaran tentang teori ini, namun tidak sedikit orang yang setuju pada teori ini. Tapi tenang, saya di sini bukan bermaksud membahas teori ini kok. Blog ini masih merupakan blog review dan belum (serta tidak akan pernah) berubah menjadi blog science. Yang saya mau bahas di sini adalah sebuah serial sitcom Amerika yang berjudul The Big Bang Theory, yang tengah menjadi sitcom kedua favorit saya saat ini setelah Modern Family.

Judul “The Big Bang Theory” sendiri menurut saya cukup mewakili inti cerita dalam sitcom yang saat ini sudah mencapai season ke-5 di Amerika sana ini. The Big Bang Theory bercerita tentang dua orang fisikawan muda bernama Leonard Hofstadter (Johnny Galecky) dan Sheldon Cooper (Jim Parsons) yang tinggal dalam satu apartemen (alias roommate gituh). Selain berprofesi sebagai fisikawan, mereka adalah geek dan nerd sejati. Mereka sangat menyukai hal-hal seperti video game, komik, film-film fiksi ilmiah, dan jauh dari yang namanya kehidupan percintaan. Mereka juga memiliki dua teman yang sama geek-nya, yaitu Raj Koothrappali (Kunal Nayyar) dan Howard Wollowitz (Simon Helberg) yang sangat sering bermain di apartemen mereka. Suatu hari, apartemen mereka kedatangan penghuni baru yang menempati ruang apartemen di sebelah ruangan mereka. Dia adalah Penny (Kaley Cuoco), seorang cewek berambut pirang yang cantik, yang juga merupakan seorang waitress di Cheesecake Factory yang punya impian menjadi seorang aktris. Bisa dibayangkan, kan, jika empat orang nerd dipertemukan dengan cewek cantik yang sangat biasa macam Penny? Dua hal yang sangat bertolak belakang jika dipertemukan mungkin akan menimbulkan semacam ledakan besar (tentunya tidak secara harfiah) seperti yang ada dalam teori big bang. Namun ledakan besar tersebut tentunya akan membentuk suatu kesatuan yang kuat kan? Dan seperti itulah The Big Bang Theory ini 🙂

Seperti yang telah diungkapkan di atas, setelah Modern Family, akhirnya ada lagi sitcom Amerika yang berhasil mencuri perhatian saya dan bikin saya tertarik untuk ngikutin serialnya dari awal meskipun seasonnya udah jauh. Sekarang sih saya baru nonton sampai season 3 bagian awal. Tapi yang saya review kali ini season satunya aja ya. Season satunya ini terdiri dari 17 episode. Di episode pertama menurut saya masih belum berasa lucunya. Tapi makin ke sana serialnya semakin menarik dan semakin lucu. Yang membuat serial ini menarik pertama-tama tentunya premisnya, yaitu tentang empat orang nerd yang berteman dengan cewek normal. Secuil premis itu pula lah yang membuat saya tertarik untuk menonton serial ini karena saya selalu tertarik untuk mengamati kehidupan para geek/nerd. Dan serial ini ternyata tidak mengecewakan saya. Premisnya tersebut berhasil dikembangkan dengan sangat baik, dan menjadikannya tontonan yang sangat menghibur. Kehidupan para geek-nya pun menurut saya digambarkan dengan pas.

Lalu, hal kedua yang saya suka dari serial ini adalah karakteristiknya yang sangat unik dan kuat. Ya, karakter adalah salah satu hal paling penting yang saya lihat dari sebuah film, apalagi serial yang terdiri dari banyak episode. Karena saya orangnya mudah bosan, maka adanya karakter dengan karakteristik menarik selalu menjadi faktor yang membuat saya tetap setia mengikuti sebuah serial. Dan The Big Bang Theory memiliki hal itu. Lima orang tokoh utamanya memiliki karakteristik yang lumayan menarik. Pertama-tama ada Leonard. Well, menurut saya dia adalah karakter dengan karakteristik paling standar dan paling normal di serial ini. Tapi keberadaannya sangat penting untuk menetralkan teman-temannya yang berkelakuan rada ajaib (terutama Sheldon). Lalu ada Howard, si nerd annoying yang berkelakuan amit-amit jabang bayi dan masih tinggal dengan ibunya. Lalu ada Raj, cowok asal India yang punya penyakit tidak bisa bicara dengan wanita (terutama wanita cantik) kecuali kalo mabuk. Dan karakter ceweknya adalah Penny, cewek biasa yang sangat bercita-cita jadi aktris namun tidak pernah lolos audisi manapun. Awalnya saya kira karakter ini akan menjadi karakter yang tipikal, tapi ternyata karakter ini menjadi salah satu karakter paling menarik dari serial ini (kedua favorit saya). Dan terakhir, ada Sheldon. Sengaja saya simpen terakhir karena ini adalah karakter yang paliiiiing saya suka dari serial ini. Penjelasan tentang karakter ini mungkin bisa mencapai puluhan halaman *serius*. Dia adalah karakter paling unik dari serial ini, dan juga sumber kelucuan yang ada di serial ini. Sheldon adalah fisikawan yang sangaaaat pintar. Ia sudah mulai bereksperimen dari kecil, dan sangat terobsesi untuk meraih nobel. Namun Sheldon adalah orang yang rada-rada sulit dalam hal bersosialisasi (kayak nama belakangnya, Cooper alias COOrang PERgaulan #garingmalih) dan sering tidak bisa menangkap sarkasme. Ia juga seseorang yang (dipercaya) menderita OCD (Obsessive Compulsive Disorder) yang lumayan parah. Pokoknya dia ini bisa dibilang sebagai ikonnya serial ini (meskipun secara tidak langsung pemeran utamanya adalah Leonard). Segala kelucuan yang ada di serial ini pasti bermula dari masalah yang ia ciptakan. Yeah, secara singkat Sheldon ini bisa digambarkan dengan tiga kata, annoying but lovable :D.

Yang namanya sitcom tentunya harus memuat unsur komedi yang dapat membuat penontonnya tertawa. Unsur komedi dalam serial ini sebenarnya bukan tipe yang akan disukai semua orang, terutama jika kamu tidak akrab dengan dunia geek. Namun, para geek (atau punya tendensi geek) pasti akan menyukai lelucon-leluconnya yang sering kali menyangkut hal-hal seperti Star Wars, Batman, Video Game, dan sebagainya. Tapi saya yang tidak terlalu mengenal Star Wars atau komik-komik superhero pun tetap mampu menikmati kelucuan-kelucuan yang ada di serial ini. Selain itu, karena sebagian besar tokohnya adalah fisikawan, maka dalam lelucon-leluconnya sering kali terselip hal-hal berupa rumus atau teori fisika. Kadang, saya sering dibuat bengong kalo tiba-tiba dalam dialognya ada rumus fisika. Namun, anehnya ujung-ujungnya saya tetap bisa dibikin ketawa sama serial ini. Selain hal-hal tersebut, kelucuan serial ini juga bersumber dari interaksi Penny dengan empat nerd tersebut. Latar belakang yang berbeda antara mereka membuat interaksi mereka menjadi sangat menarik dan lucu.

Overall, The Big Bang Theory adalah salah satu sitcom yang sangat patut ditonton, terutama oleh kamu yang merasa geek atau setidaknya memiliki sekian persen jiwa geek (kayak saya). Jika kamu adalah geek, maka menonton ini akan membuatmu merasa seperti sedang menertawakan diri sendiri, dan bukankah menertawakan diri sendiri adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk membuat kita tetap waras?  Ja, 4,5 bintang untuk serial ini 🙂

Rating : 1 2 3 4 4,5 5

Read Full Post »

Jika kamu adalah penggemar anime dan memperhatikan avatar yang saya gunakan di blog ini, mungkin dengan mudah kamu bisa menebak dari mana avatar itu diambil. Ya, avatar itu diambil dari karakter Osaka yang merupakan salah satu karakter dari anime Azumanga Daioh, salah satu anime favorit saya sepanjang masa (thx to Animonster karena telah mengenalkan saya pada anime ‘ancur’ satu ini). Karena sudah lama memakai avatar ini, maka tampaknya ada yang kurang kalau saya tidak pernah mereview serial ini. Namun, karena dvd anime ini sudah raib entah ke mana (pertama nonton waktu SMA), maka yang akan saya review kali ini adalah versi manga-nya yang baru saya baca baru-baru ini.

Azumanga Daioh sendiri aslinya adalah sebuah 4 Koma Manga (manga yang terdiri dari 4 panel) yang dibuat oleh mangaka bernama Azuma Kiyohiko. Manga ini pertama kali dimuat di majalah Dengeki Daioh sejak tahun 1999 (yang kemudian dibuatkan versi Tankoubon-nya dengan jumlah 4 volume). Lalu, seperti apa ceritanya? Well, Azumanga Daioh bercerita tentang kehidupan sehari-hari sekelompok siswi di sebuah SMA, dari awal mereka masuk SMA tersebut sampai mereka lulus. Eeeh, cuma itu Pris? Iya, manga ini hanya bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang normal. Normal di sini dalam artian tidak ada hal-hal aneh seperti alien menyerang bumi, atau siswi-siswi tersebut bisa berubah menjadi seperti Sailor Moon atau apa. Tidak ada hal seperti itu. Manga ini murni bercerita tentang kehidupan sehari-hari mereka, seperti pada saat mereka belajar di sekolah, bermain bersama, dan hal-hal lainnya yang sangat normal dilakukan oleh siswi-siswi SMA kebanyakan. Ya, tidak ada plot khusus atau konflik yang luar biasa dalam manga ini. Hanya tentang kehidupan sehari-hari.

Lalu, apa yang menjadikan manga ini spesial dan akan selalu diingat banyak orang? Faktor pertama adalah karakter-karakternya. Ya, manga ini memiliki kumpulan karakter yang memiliki karakterisasi yang kuat dan juga menarik. Pertama-tama ada Chiyo yang bisa dikatakan sebagai tokoh utama manga ini. Chiyo adalah anak perempuan berumur 10 tahun yang sangat pintar dan kepintarannya itu membuat ia langsung loncat kelas ke bangku SMA. Meskipun jenius, Chiyo sendiri sebenarnya tipikal anak-anak pada umumnya. Ia manis dan imut, dan biarpun cerdas, ia sangat lemah dalam bidang olahraga. Lalu yang kedua ada Tomo, cewek penuh semangat yang tampaknya tidak pernah kehabisan energi. Tomo memiliki sahabat sejak kecil bernama Yomi, cewek pintar berkacamata yang selalu mengalami kegagalan dalam diet. Lalu ada Sakaki, cewek bertampang cool yang tidak hanya pintar dalam bidang akademik saja, tapi juga dalam bidang olahraga. Tampangnya yang dingin dan perawakannya yang besar membuat ia terlihat susah untuk didekati. Padahal sebenarnya ia hanya pemalu. Dan siapa yang menyangka bahwa dia adalah pecinta hal-hal imut (seperti kucing)? Lalu ada Osaka (yang avatarnya saya pake). Namanya sebenarnya adalah Kasuga Ayumu. Ia adalah murid pindahan dari Osaka, sehingga teman-temannya memanggilnya dengan nama itu (padahal ia bukan orang Osaka murni karena sering pindah-pindah). Mungkin ini adalah karakter paling aneh dari manga ini (sekaligus yang paling saya suka). Ia sangat hobi melamun dan sangat senang memikirkan hal-hal aneh yang tidak penting. Pokoknya jika ada satu kata yang tepat untuk menggambarkan karakter ini, kata tersebut adalah absurd. Selain mereka berlima, ada dua karakter lagi yaitu Kaorin dan Kagura. Kaorin adalah anak klub astronomi yang sangat menyukai Sasaki. Sayangnya di kelas dua ia tidak sekelas lagi dengan Chiyo dkk. Sedangkan Kagura adalah cewek tomboy yang tampaknya sangat menyukai olahraga. Ia baru berteman dengan Chiyo dkk di kelas dua (sebelumnya beda kelas). Selain karakter siswi-siswi tersebut, ada juga karakter guru-guru yang juga memiliki kepribadian yang tidak kalah menarik (dan sinting). Ada Yukari-sensei, guru bahasa Inggris yang menjadi wali kelas Chiyo dkk. Yukari-sensei adalah guru yang lain daripada yang lain. Ia selalu bertingkah seenaknya, dan selalu merepotkan Nyamo-sensei, guru olahraga yang merupakan teman Yukari-sensei sejak masa sekolah. Lalu ada juga Kimura-sensei, satu-satunya karakter cowok yang sering ditampilkan di sini. Ia adalah guru aneh dan mesum, mengaku menjadi guru karena menyukai cewek-cewek SMA. Selain karakter-karakter manusianya, ada juga karakter lain seperti kucing liar yang selalu menggigit tangan Sakaki, anjing peliharaan Chiyo yang bernama Tadakichi-san, dan kucing berbentuk aneh yang muncul di mimpi Sakaki dan menamai dirinya sebagai ayah Chiyo.

Selain karakterisasinya, yang membuat manga ini sangat menarik untuk dibaca adalah unsur komedi di dalamnya. Unsur komedi di sini masih berhubungan dengan karakterisasinya. Ya, intinya unsur komedi di sini ditimbulkan oleh karakter-karakternya, sehingga manga ini dapat dikatakan sebagai manga yang ceritanya disetir oleh karakternya. Unsur komedinya pulalah yang membuat manga ini sangat menghibur dan menarik untuk dibaca berulang kali.

Dari segi artwork, artworknya sebenarnya biasa saja. Apalagi ini kan manga 4 panel, sehingga space yang digunakan tidak banyak. Tapi saya menyukai penggambaran karakternya yang menurut saya pas dengan karakternya masing-masing. Secara keseluruhan, saya sangat menyukai manga ini. Memang, kita tidak akan menemukan makna yang mendalam dalam manga ini karena yang ada dalam manga ini hanyalah kelucuan-kelucuan semata. Namun, membaca manga ini akan membuat kamu merasakan suatu perasaan nostalgia tersendiri akan masa-masa sekolah yang indah. Teman-teman yang menyenangkan, guru-guru yang beraneka ragam, waktu belajar yang menyebalkan sekaligus menyenangkan.  Membaca manga ini akan membuat kamu teringat pada masa-masa itu. Oke, 4 bintang deh untuk manga ini. Manga ini sangat cocok dibaca oleh para pecinta manga bergenre komedi, slice of life, atau manga-manga yang bercerita tentang anak sekolahan. Recommended!

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Coba tebak apa permasalahan sosial yang pernah (atau bahkan masih) melanda Amerika? Ya, salah satunya mungkin masalah diskriminasi ras, di mana banyak orang kulit putih yang merasa rasnya adalah ras super dan mereka beranggapan bahwa orang-orang dengan warna kulit selain itu (terutama kulit hitam) patut mendapat perlakuan buruk. Ya, di tahun 2011 ini mungkin isu diskriminasi ras sudah tidak sekencang dulu (otot kali kencang), apalagi mengingat presiden Amerika saat ini notabene adalah orang kulit hitam. Namun, permasalahan tersebut menurut saya tetap menarik untuk dibicarakan, dan bahkan tetap menarik untuk dijadikan sebagai tema dari sebuah film.

The Help adalah salah satu film yang mengangkat isu diskriminasi ras sebagai temanya. Film yang berlatarkan pada tahun 60-an ini mengangkat contoh sederhana dari sebuah isu diskriminasi ras, yaitu diskriminasi ras yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di kota bernama Jackson (ibukota Negara bagian Mississipi) terhadap pembantu-pembantu mereka yang merupakan orang-orang kulit hitam. Cerita film ini dimulai dengan sebuah adegan wawancara terhadap seorang pembantu rumah tangga berkulit hitam bernama Aibileen (Viola Davis). Diceritakan bahwa ia sudah bertahun-tahun menghabiskan waktunya sebagai pembantu rumah tangga dari majikan kulit putih (majikannya sekarang bernama Elizabeth). Ia juga bekerja sebagai pengasuh anak dari majikannya, dan sudah banyak bayi-bayi kulit putih yang diasuhnya.

Pada awalnya, diskriminasi tersebut tidak tampak pada kehidupan Aibileen dan majikannya (atau mungkin kurang diperlihatkan). Sampai suatu hari, Elizabeth mulai terpengaruh oleh tetangganya, Hilly (Bryce Dallas Howard), seorang ibu rumah tangga yang mungkin bisa dikatakan sebagai pemimpin dari komunitas ibu rumah tangga di kota Jackson. Hilly berpendapat bahwa pembantu-pembantu mereka yang berkulit hitam harus dibuatkan toilet khusus di rumah, karena dia takut pembantu-pembantu tersebut akan menularkan suatu penyakit jika mereka menggunakan toilet yang sama dengan majikannya. Hill sendiri memiliki pembantu rumah tangga berkulit hitam bernama Minny (Octavia Spencer), yang suatu hari ia pecat karena dikira menggunakan toiletnya.

Para ibu-ibu rumah tangga tersebut rupanya berhasil dipengaruhi oleh Hilly (termasuk Elizabeth) dan mereka kemudian membangun toilet khusus untuk pembantu-pembantunya yang berkulit hitam. Eugene “Skeeter” Phelan (Emma Stone), seorang perempuan lajang yang baru kembali ke Jackson setelah beberapa tahun kuliah di luar kota melihat hal itu sebagai suatu ketidakadilan. Skeeter yang merupakan seorang jurnalis surat kabar kemudian berniat untuk membuat sebuah buku yang memuat kesaksian para pembantu rumah tangga berkulit hitam atas perlakuan tidak adil dari majikannya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Skeeter akan berhasil menulis buku itu? Apakah diskriminasi ras yang ada di kota tersebut akan berhenti suatu saat?

The Help adalah satu film favorit saya tahun ini. Menurut saya film ini sangat berhasil dalam menyampaikan isu utamanya, yaitu mengenai diskriminasi ras. Yang bagus lagi adalah, film ini menyampaikan isu tersebut secara ringan tapi tanpa membuat hal tersebut menjadi terkesan tidak penting, sehingga film ini menjadi sangat mudah untuk diikuti. Apalagi, beberapa unsur humor juga diselipkan di sini dan menjadikan film ini sebagai film yang tidak hanya berkualitas, tapi juga menghibur.

Meskipun cerita film yang diangkat dari novel yang ditulis oleh Kathryn Stockett ini fiktif belaka, namun kita tahu bahwa hal-hal yang terjadi dalam film ini adalah hal-hal yang sangat mungkin terjadi di kehidupan ini (terutama pada bangsa Amerika). Oh ya, meskipun berbicara tentang masalah diskriminasi, jangan kira film ini akan terlihat seperti sinetron Indonesia dengan menampilkan adegan penganiayaan atau hal-hal semacam itu. Diskriminasi yang dilakukan melalui ucapan di mulut saja menurut saya efeknya sudah lumayan besar. Film ini juga tidak bermaksud memojokkan orang-orang kulit putih.  Ditunjukkan dalam film ini bahwa masih ada orang-orang kulit putih yang memperlakukan orang-orang kulit hitam dengan baik, misalnya Skeeter dan Celia (Jessica Chastain) yang merupakan majikan baru Minny.

Selain hal-hal di atas, menurut saya yang menjadi kekuatan utama film ini adalah akting para pemainnya. Para pemain dalam film ini (yang kebanyakan perempuan) berhasil menampilkan perannya masing-masing dengan sangat baik. Dua jempol saya acungkan pada Viola Davis dan Octavia Spencer (terutama Octavia Spencer. Minny rocks!). Menurut saya mereka adalah bintangnya film ini. Emma Stone, Bryce Dallas Howard, dan Jessica Chastain juga berhasil menunjukkan penampilan yang memukau. Terutama saya paling suka Jessica Chastain yang memerankan karakter Celia. Selain masalah diskriminasi terhadap orang kulit hitam, saya merasa karakter ini menunjukkan suatu pesan lain. Ya, Celia ini digambarkan sebagai cewek blonde yang seksi, dan selama ini terdapat stereotipe di mana cewek blonde sering dianggap sebagai cewek bodoh dan hanya mengandalkan kecantikan saja. Karakter Celia ini juga digambarkan sebagai karakter yang sedikit bodoh (dan lugu). Namun, pintar atau bodoh bukan patokan dari sifat atau tingkah laku seseorang. Celia mungkin kurang pintar, tapi ia lebih baik daripada orang-orang yang sering menyebut dirinya pintar, karena ia selalu memperlakukan orang lain dengan baik, apapun warna kulitnya.

Ya, segini aja review dari saya. Overall, film ini menurut saya bagus dan menginspirasi. Melalui film ini kita ditunjukkan bahwa apapun warna kulitnya, manusia itu sama. Karena itu, kita harus memperlakukan orang lain dengan baik. Well, klise ya pesannya? Tapi saya tidak melihat apa yang salah dari itu 🙂  Oke, 4 bintang deh.

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »