Feeds:
Posts
Comments

Archive for January, 2011

[J-MOVIE] Kisaragi (2007)

Sudah setahun berlalu sejak kematian Kisaragi Miki, seorang idol yang diduga meninggal akibat bunuh diri dengan membakar apartemennya sendiri. Bertepatan dengan satu tahun setelah hari kematiannya itu, 5 orang fans beratnya yang sebelumnya hanya saling berhubungan melalui internet mengadakan pertemuan (atau istilah gaulnya kopi darat) dalam rangka mengenang idolanya tersebut. Lima orang tersebut adalah: 1) Iemoto (Shun Oguri), si pemilik flat tempat mereka berkumpul yang mengaku sebagai fans nomor 1 Kisaragi Miki; 2) Yasuo (Tsukaji Muga), yang datang jauh-jauh dari Fukushima untuk pertemuan itu; 3) Snake (Koisuke Koide), yang paling ceria tapi sedikit bodoh; 4) Oda Yuuji (Yusuke Santamaria), yang tidak  ada hubungannya sama sekali dengan aktor yang bermain di Tokyo Love Story itu; dan terakhir 5) Strawberry Girl (Teruyuki Kagawa), yang paling aneh di antara mereka semua. Kecuali Yasuo, semua nama tersebut merupakan nickname mereka di internet dan bukan nama asli mereka.

Awalnya, pertemuan mereka hanya diwarnai dengan acara saling berbagi dan melihat-lihat koleksi Kisaragi Miki yang mereka punya. Lalu, salah satu di antara mereka berkata bahwa ada yang aneh pada kematian Kisaragi Miki setahun yang lalu. Orang tersebut yakin bahwa Kisaragi Miki meninggal bukan karena bunuh diri, melainkan karena dibunuh orang. Meskipun awalnya mereka menolak untuk membicarakan hal tersebut, tapi karena rasa penasaran, mereka pun mengingat-ingat kembali apa saja yang terjadi di hari kematian idola mereka tersebut. Hal tersebut menghasilkan kejutan-kejutan yang tidak terduga, terutama mengenai identitas asli lima orang tersebut yang diduga masih ada kaitannya dengan kematian Kisaragi Miki. Siapa sebenarnya mereka semua? Apakah mereka memang hanyalah fans biasa seperti yang mereka bilang pada awalnya? Atau apakah mereka memiliki hubungan lain di luar batas fans-idola dengan Kisaragi Miki?

Ini pertama kalinya saya menonton sebuah film yang sebagian besar adegannya, dari awal sampai akhir, hanya berkutat di satu tempat  dan satu waktu saja (dengan sedikit sekali flashback), tapi tidak membuat bosan sama sekali. Memang, hal tersebut bukanlah hal yang baru di dunia film. Formula yang sama juga digunakan dalam film 12 Angry Men (tapi saya belum nonton). Tapi ini tetap menjadi kelebihan sendiri bagi film ini karena menurut saya pasti sangat sulit membuat film dengan latar satu tempat satu waktu yang sebagian besar filmnya diisi oleh dialog antara pemeran-pemerannya tanpa membuat filmnya terlihat membosankan.  Daripada bosan, yang ada saya penasaran terus dan pengen tahu juga apa penyebab kematian Kisaragi Miki yang sebenarnya. Misteri yang diberikan memang sangat membuat penasaran, meskipun sebagai penonton kita tidak tahu seperti apakah sosok Kisaragi Miki sehingga kita harus peduli padanya. Tapi melalui tingkah para fans-nya, mau gak mau kita jadi peduli dan penasaran dengan rahasia di balik kematian artis tersebut.

Film ini berhasil menyajikan kejutan-kejutan kecil tak terduga yang semuanya merupakan kunci  dari penyebab kematian Kisaragi Miki. Untuk hal ini saya menyatakan salut pada penulis skenario-nya karena berhasil menyajikan skenario yang sangat cerdas dan menarik. Petunjuk-petunjuk yang dihasilkan melalui dialog-dialog karakternya berjalan dengan runtut dan tetap masuk akal, dan ketika kita dibawa pada bagian akhir, kita akan dibuat tersenyum lebar melihat penyelesaian dari kasus tersebut. Sama seperti ketika menonton Fish Story, endingnya memberikan saya kepuasan yang sangat besar, dan bikin saya jadi kebelet pengen mempromosikan film ini ke orang-orang. Seperti apakah endingnya? Silakan tonton sendiri dan rasakan sensasi kepuasan seperti yang terjadi pada saya 😀

Selain skenario-nya yang sangat cerdas dan menarik, kekuatan film ini juga ada pada akting para pemerannya. Lima orang pemeran film ini berhasil memerankan perannya masing-masing dengan cemerlang dan meyakinkan. Tingkah mereka juga fanboy banget (terlihat di bagian “dance” terakhir yang memperlihatkan ke-”fanboy”-an mereka), bahkan untuk karakter Oda Yuuji yang terkesan serius. Lalu kelebihan lain film ini adalah unsur komedi-nya yang sangat lucu dan berhasil membuat saya tertawa. Ya, film ini dapat digolongkan pada genre komedi-misteri dan dua hal tersebut berhasil dibangun dengan sangat baik. Unsur misterinya berhasil membuat penontonnya penasaran, sedangkan unsur komedi yang digambarkan dengan tingkah laku para fanboy tersebut juga berhasil membuat penontonnya tertawa dan merasa terhibur. Unsur komedi-nya pula lah yang membuat film ini jadi tidak membosankan dan enak diikuti.

Oke, segini aja review dari saya. Film ini sangat saya rekomendasikan untuk orang-orang yang ingin menonton film yang berkualitas tapi juga menghibur dan bisa dinikmati siapa saja. 4 bintang dari saya 🙂
Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Vampir, makhluk mitos penghisap darah satu ini bisa dibilang sangat populer dan tidak ada habisnya dijadikan sebagai bahan cerita, baik itu dalam novel, komik, serial tv, sampai film. Salah satu film yang memakai vampir sebagai karakter utamanya adalah Let The Right One In (judul asli: Låt den rätte komma in), film asal Swedia yang menggabungkan horror dan drama romantis sebagai genre utamanya. Film yang diangkat dari  sebuah novel Swedia berjudul sama karangan John Ajvide Lindqvist ini juga dibuat versi remake-nya oleh Hollywood dengan judul Let Me In, dan sedang ditayangkan di bioskop Indonesia baru-baru ini (belum nonton :()

Adalah Eli, karakter vampir dalam film ini. Tidak seperti film vampir lainnya yang kebanyakan memakai karakter pria dewasa sebagai karakter vampirnya, Eli digambarkan dengan tampilan anak kecil berusia 12 tahun (tapi aslinya sih udah tua, sekitar 200 tahun). Tidak jelas jenis kelaminya, tapi jika dilihat dari tampilan fisiknya, ia terlihat seperti anak perempuan. Secara garis besar, karakteristik vampir dalam film ini tidak berbeda dengan karakteristik vampir pada umumnya. Vampir di film ini tidak bisa hidup tanpa darah, bisa terbakar jika terkena sinar matahari, punya kekuatan yang tidak dimiliki manusia biasa (contohnya memanjat dengan kecepatan super), bermuka pucat dan dingin, bisa mengubah orang lain menjadi vampir juga (tapi sayangnya tidak bisa mengubah gaya rambut seperti dalam film Interview with the Vampire), dan menghabiskan waktu di siang hari dengan tidur (yang di film ini sedikit lebih gaul vampirnya karena tempat tidurnya bukanlah peti mati, melainkan bathtub :D).

Karena ini adalah film vampir yang dibalut dengan bumbu romantisme, tentunya harus ada karakter yang digambarkan sebagai love interest karakter si vampir. Dia adalah Oskar yang merupakan tokoh utama film ini. Oskar adalah anak laki-laki berusia 12 tahun yang tinggal berdua saja dengan ibunya di sebuah apartemen. Nah, Eli ini merupakan tetangga baru Oskar yang tinggal di apartemen sebelahnya. Eli tidak tinggal sendiri di apartemennya. Ia tinggal bersama seorang pria tua bernama Håkan. Tidak jelas apa hubungannya dengan Eli tapi Håkan ini adalah orang yang bertanggung jawab dalam menyediakan makanan untuk Eli (ya, dengan cara membunuh orang-orang). Ketika Håkan gagal melaksanakan tugasnya, barulah Eli turun langsung dan memangsa korbannya.

Oskar pertama kali bertemu Eli di suatu malam di luar apartemen mereka. Mereka lalu mengobrol dan Oskar yang tidak punya teman sama sekali dan selalu menjadi sasaran bully di sekolahnya merasakan kenyamanan saat ia bersama dengan Eli (meski ia merasakan adanya keanehan pada diri Eli). Keesokan harinya pun mereka bertemu lagi dan seiring berjalannya waktu hubungan mereka menjadi semakin dekat. Oskar mulai terbuka pada Eli dan mau menceritakan hal yang tidak pernah ia berani ceritakan pada ibunya, yaitu tentang dirinya yang sering dibully teman-teman sekolahnya. Eli pun memberi saran pada Oskar agar membalas kelakuan teman-temannya lebih keras. Sejak itu, Oskar pun bertekad agar lebih berani dan tidak akan membiarkan teman-temannya dengan seenaknya mengganggunya.

Di saat hubungan Oskar dan Eli semakin dekat, kota tempat tinggal mereka digegerkan oleh ditemukannya beberapa mayat hasil pembunuhan yang tentunya kita ketahui siapa pelakunya. Lalu, apa yang akan terjadi pada Eli selanjutnya? Bagaimana reaksi Oskar ketika mengetahui bahwa Eli adalah vampire?

Let the Right One In adalah salah satu film vampir yang sangat saya rekomendasikan buat  ditonton orang-orang, terutama bagi para pecinta film vampir. Maksud dari judul “Let the Right One In” ini sendiri adalah, dalam mitosnya, vampir tidak bisa seenaknya masuk ke dalam rumah / ruangan orang lain. Ia harus diundang terlebih dahulu oleh si pemilik rumah, seperti yang ditunjukan pada salah satu scene-nya. Let The Right One In sendiri bukanlah film horror yang bertujuan menakut-nakuti penontonnya. Namun meskipun begitu, kita tetap bisa merasakan kengerian karena atmosfernya yang gelap dan kelam. Saya juga berkali-kali dibuat merinding oleh film ini, terutama saat Eli melakukan aksi ‘menggigit’ korbannya.

Seperti yang telah ditulis di atas, drama romantis juga bisa kita temukan di sini, melalui hubungan antara Oskar dan Eli. Sebenarnya, romantis atau tidaknya sebuah film tergantung dari sudut pandang orang yang menontonnya. Sebagian orang mungkin menganggap hubungan mereka sebagai hubungan yang romantis, tapi sebagian lagi mungkin menganggap hubungan mereka sebagai hal yang aneh. Saya sih ada di antara dua itu, hehe. Hubungan mereka menurut saya romantis sekaligus aneh. Sulit menjelaskan alasannya, tonton filmnya aja deh biar lebih ngerti 😀

Film ini didukung oleh cast yang gemilang, terutama pemeran Oskar dan Eli. Untuk karakter Eli yang diperankan Lina Leandersson, aura vampirnya kerasa banget! Dan saya sering kali dibuat merinding ketika karakter ini memangsa korbannya. Kadang saya kasihan sama korban-korbannya, tapi saya juga ngerasa simpati banget sama karakter ini. Melalui karakter ini kita dibawa pada pertentangan moral di mana kita tahu bahwa membunuh itu salah, apalagi korbannya Eli ini adalah orang-orang tidak bersalah. Tapi mau bagaimana lagi, Eli tidak punya pilihan lain karena ia melakukan itu sebagai keharusan untuk kelangsungan hidupnya. Tapi kita bisa melihat kalau pada dasarnya Eli tidak mau melakukan hal itu. Kåre Hedebrant juga berhasil memerankan karakter Oskar, anak laki-laki lemah yang suka dibully. Perasaan cintanya pada Eli juga digambarkan dengan pas, seperti perasaan anak kecil yang baru mengenal cinta pada umumnya gitu (najis ah bahasanya :p). Ja, segini aja deh reviewnya. Setelah nonton film ini saya jadi penasaran pengen liat versi remake-nya yang dibintangi oleh bintang Kick Ass Chloe Moretz. Apalagi katanya versi remake-nya lumayan baik dan tidak mengecewakan. Oke deh 4 bintang untuk film ini. Highly recommended! 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Jika kamu sedang stress dan butuh tontonan yang bisa membuatmu tertawa, mungkin ada baiknya kamu mencoba film komedi asal Jepang satu ini. Film yang berlatarkan tahun 1979 ini bercerita tentang sekelompok anak sekolah di sebuah desa yang sangat senang melakukan kejahilan. Mereka senang sekali mengerjai orang-orang, mulai dari guru di sekolahnya sampai tetangga mereka. Kejahilan-kejahilan yang dilakukan oleh sekelompok anak yang dipimpin oleh Mamachari / Granny Bike (Hayato Ichihara) ini sebenarnya tidak dilatarbelakangi hal apapun. Mereka melakukannya karena mereka memang senang melakukan kejahilan. Sampai suatu hari, salah seorang dari mereka yang bernama Saijo (Takuya Ishida) menyimpan ‘dendam’ pada seorang polisi di desa tersebut karena ditilang akibat mengendarai motornya terlalu cepat. Sekelompok anak tersebut pun berencana melakukan pembalasan dendam pada polisi tersebut (diperankan Kuranosuke Sasaki) dengan cara mencoba menjahilinya. Hasilnya, usaha yang mereka lakukan ternyata gagal total, dan mereka tertangkap oleh si polisi tersebut. Sejak itulah, ‘perang’ antara Mamachari dkk dengan polisi tersebut dimulai. Mamachari dan kawan-kawannya selalu berusaha menjahili polisi tersebut dengan berbagai cara yang bisa dibilang konyol. Dan si pak polisi tersebut tentunya tidak tinggal diam, dan selalu balas menjahili mereka dengan cara yang tidak kalah konyol. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka? Apakah ‘perang’ tersebut akan berakhir dan apakah perdamaian antara mereka akan tercipta? Tonton aja kakaaaa 😀

Menurut saya film ini luar biasa kocak dan konyol (in a positive way). Aksi jahil menjahili antara anak-anak dan si polisi tersebut berhasil membuat saya ketawa terus-terusan. Yang saya sukai pertama dari film ini adalah kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh sekelompok anak tersebut. Jangan berpikir bahwa kenakalan yang mereka lakukan ini kenakalan yang ‘serius’ macam di film All About Lily Chou-chou atau Blue Spring. Kenakalan yang mereka lakukan merupakan kenakalan yang konyol dan bisa membuat tertawa orang-orang yang melihatnya (misalnya menggunakan kostum beruang di hutan untuk menakuti orang yang datang dll). Dan usaha yang mereka lakukan untuk menjahili si polisi tersebut sangat kocak. Belum lagi balasan yang dilakukan si polisi tersebut. Padahal si polisi tersebut tampangnya lumayan serius, tapi ternyata dia bisa juga melakukan hal-hal yang konyol untuk membalas mereka 😀

Para pemeran dalam film ini berhasil menampilkan akting yang lumayan baik di sini. Hayato Ichihara, si remaja depresi korban bullying dalam film All About Lily Chou-chou ini berhasil memerankan perannya sebagai Mamachari / Granny Bike (julukannya karena dia suka mengendarai sepeda nenek-nenek) yang merupakan otak di balik rencana-rencana jahil mereka. Dan meskipun saya belum banyak menonton film yang dibintangi aktor tersebut, menurut saya dia cocok sekali berakting di film komedi. Kuranosuke Sasaki pun sangat cocok memerankan karakter polisi lokal yang tampangnya datar dan super serius, tapi sebenarnya punya sisi yang teramat konyol. Dan saya selalu suka sama akting bapak satu ini. Pemeran-pemeran lainnya pun berakting lumayan baik di sini. Dan jangan dilupakan kehadiran aktor kawakan Naota Takenaka, yang meskipun muncul hanya sebentar, namun merupakan salah satu pemancing tawa terbesar di film ini 😀

Selain hal-hal di atas, film ini juga menurut saya tidak berakhir sebagai film yang konyol saja. Banyak yang bisa kita ambil dari film ini, salah satunya tentang persahabatan. Kita harus mencontoh mereka yang selalu mau saling membantu satu sama lain (dan tidak hanya dalam kejahilan saja). Bagian-bagian akhirnya membuat saya merasa sedikit terharu karena melihat eratnya persahabatan mereka. Oke deh, segini aja review dari saya. Overall, saya sangat suka dengan film komedi satu ini. Meskipun ceritanya tergolong sederhana, tapi unsur komedinya yang sangat lucu membuat film ini sangat layak ditonton. Apalagi, latar pedesaan dan tahun 70an-nya membuat film ini menjadi semakin menarik untuk ditonton. Saya kasih 4 bintang deh 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Short Reviews #3

1. Sad Movie (South Korea, 2005)

Untuk urusan film sedih, terutama genre drama percintaan, Korea emang jagonya. Dan kalo kita lihat dari judul film satu ini, dengan mudah kita bisa menebak kalo ini adalah another sad movie from Korea. Dan pas ditonton, emang sedih sih filmnya. Tapiiii, meskipun judulnya film sedih, tapi film ini bukan tipe film yang sedihnya konstan dari awal sampai akhir kok. Part sedihnya itu cuma ada di bagian-bagian akhir (dan sedihnya lumayan nampol dan berhasil bikin saya menitikan sedikit air mata), dan di bagian awalnya banyak diisi adegan-adegan lucu dan menyenangkan yang berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri (ditambah warna-warna cerah yang membuat film ini semakin menyenangkan di bagian awalnya *btw sinematografinya cantiiiik*). Film ini sendiri merupakan film dengan tema multiplot dengan empat cerita di dalamnya, yang semuanya berjalan saling beriringan dan masing-masing cerita memiliki hubungan satu sama lain (tapi tidak saling mempengaruhi). Empat cerita di dalamnya masing-masing punya tema yang hampir mirip, yaitu tentang hubungan antara dua orang manusia. Tapi hubungan antara dua orang yang saya maksud di sini bukan berarti hubungan pacaran aja loh. Ada hubungan antara sepasang kekasih, ada hubungan antara ibu dan anak, hubungan seorang pria dengan mantan kekasihnya, dan hubungan antara seorang perempuan dengan gebetannya. Semua ceritanya saya suka, terutama cerita tentang hubungan antara seorang perempuan dengan gebetannya (maap, lupa nama karakternya) yang digambarkan dengan sangat unik. Jadi ceritanya si perempuan ini seorang tuna rungu yang sehari-harinya bekerja sebagai badut di sebuah taman hiburan, dan diam-diam dia jatuh cinta pada seorang pelukis muda  yang sering datang ke taman hiburan tersebut untuk melukis. Tanpa pernah membuka kostum badutnya, si cewek ini kemudian mendekati si pelukis tersebut dan bikin si pelukis tersebut penasaran mampus dengan identitas asli badut tersebut. Menurut saya cerita yang ini adalah cerita yang paling manis di antara semuanya, dan yang paling berhasil bikin saya senyum-senyum sendiri. Tapi kalo cerita yang paling sedih itu cerita yang tentang ibu dan anak. Bagian itulah yang bikin saya menitikan air mata *kalo yang lainnya paling berkaca-kaca doang*. Dua cerita yang lainnya pun sama-sama bagus dan menyedihkan. Ja, film ini recommended kok dan cocok untuk ditonton penyuka drama-drama percintaan yang berakhir sedih. Tidak direkomendasikan untuk orang yang lebih suka film-film dengan happy ending. 4/5

2. Densha Otoko / Train Man (Japan, 2005)

Agak telat emang saya nonton film ini, sementara versi doramanya udah saya tonton dari jaman kapan. Dan karena saya udah nonton versi doramanya, makanya pas nonton ini saya nggak ngerasain adanya kejutan karena udah tau jalan ceritanya, dan mau gak mau bikin saya jadi ngebandingin sama versi doramanya. Dan versi doramanya jauuuh lebih bagus dari filmnya, tapi filmnya tetep menghibur kok kalo kata saya. Yak, film ini diangkat dari kisah nyata, tepatnya dari percakapan yang ada di sebuah forum (bbs) terkenal di Jepang. Film ini berkisah tentang kisah cinta antara seorang otaku (baca review doramanya kalo pengen tau pengertiannya) dengan seorang perempuan cantik. Si otaku yang nantinya disebut Densha otoko atau Train Man ini (diperankan Takayuki Yamada) suatu hari menyelamatkan seorang perempuan cantik (diperankan Miki Nakatani) dari gangguan seorang pria mabuk di kereta api. Dia lalu menceritakan pengalamannya tersebut pada sebuah thread di sebuah forum internet. Kemudian banyak user lain yang menanggapi dan mengatakan bahwa si perempuan tersebut pasti akan mengiriminya hadiah sebagai ucapan terima kasih. Dan hal tersebut terbukti, karena keesokan harinya Densha mendapat kiriman berupa seperangkat cangkir mahal dengan merk Hermes (yang nantinya akan menjadi julukan bagi si cewek) dari perempuan tersebut. Teman-temannya di forum kemudian menyemangati Densha untuk mendekati perempuan tersebut. Dan akhirnya, ketebak lah ya. Tapi seperti pada doramanya, yang menjadi inti dari film ini bukan hanya hubungan antara Densha Otoko dan Hermes saja, tapi juga persahabatan antara user-user forum-forum tersebut, di mana hal yang dilakukan Densha Otoko membuat mereka berubah menjadi lebih berani. Tapi sayangnya tidak seperti pada doramanya, hal tersebut gak terlalu keliatan di filmnya dan persahabatan antara mereka terasa kurang ‘dalem’. Mungkin karena durasi filmnya ya yang hanya dua jam saja, sementara versi doramanya  terdiri dari beberapa episode yang membuat perkembangan lebih terlihat. Soal cast, Takayuki Yamada (Crows Zero) dan Miki Nakatani (Memories of Matsuko) berakting lumayan baik di sini sebagai Densha Otoko dan Hermes. Tapi menurut saya Takayuki Yamada ini kurang otaku. Apalagi dia ini kan aslinya udah ganteng, pas abis make over ya langsung ganteng, beda sama Ito Atsushi (pemeran Densha Otoko versi dorama) yang abis make over nambah gantengnya cuma sedikit *hehe*. Dan Miki Nakatani, menurut saya dia ketuaan buat jadi pasangan Takayuki Yamada. Aktingnya cukup bagus sih, tapi saya tetep prefer Ito Misaki sebagai pemeran Hermes yang paling pas. Secara keseluruhan sih filmnya cukup menghibur, tapi saya lebih menyarankan kalian buat nonton versi doramanya (yang merupakan salah satu dorama terbaik yang pernah saya tonton). Oh iya satu lagi, di film ini ada Eita loooh, berperan sebagai salah satu user forum dan juga merupakan seorang hikikkomori. Jadi lumayan lah saya jadi semakin terhibur, hehe. Ja, kalo doramanya saya kasih 5 bintang, untuk film ini saya kasih cukup 3 bintang sahaja. 3/5

3. Tony Takitani (Japan, 2004)

Apakah kamu mengenal Haruki Murakami, novelis Jepang yang bisa dibilang paling terkenal saat ini dan namanya sudah mendunia? Film ini diangkat dari cerpen berjudul sama yang ditulis oleh beliau, dan disutradarai oleh Jun Ichikawa. Film dengan durasi yang tidak begitu panjang ini (76 menit) bercerita tentang seorang pria bernama Tony Takitani (Issei Ogata) yang merupakan orang Jepang asli, tapi namanya yang  kebarat-baratan membuat orang-orang selalu memandangnya dengan pandangan aneh. Hal itu membuat Tony lebih senang menyendiri daripada bergaul dengan orang-orang. Hal tersebut berlanjut sampai dewasa. Tony selalu sendiri dan sebenarnya ia merasa sangat kesepian, sampai suatu saat ia bertemu dengan Eiko (Rie Miyazawa), perempuan yang usianya jauh lebih muda darinya, dan jatuh cinta kepadanya. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kesendirian Tony Takitani akan berakhir? Menurut saya, film ini sangat pas menggambarkan bagaimana rasanya kesepian, dan usaha orang-orang untuk mengusir rasa tersebut. Dan selayaknya cerpen, film ini lebih banyak menggunakan narasi dalam filmnya. Dan yang unik lagi, karakter-karakter dalam film ini juga ikut masuk ke dalam narasi tersebut, meskipun hanya sedikit-sedikit. Selain itu, yang menjadi kelebihan film ini adalah sinematografinya yang sangat cantik. Ja, film ini cocok untuk ditonton oleh orang-orang galau yang ingin kegalauannya mencapai taraf maksimal *halah*. Dan untuk penggemar Haruki Murakami, rasanya sayang kalau melewatkan film ini. 4/5

Read Full Post »