Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘amami yuki’

goldposter2Keluarga dan obsesi. Ada beberapa orang di dunia ini yang membentuk sebuah keluarga demi mewujudkan sebuah obsesi. Seperti halnya Saotome Yuri (Amami Yuki), yang terobsesi pada medali emas Olympic. Kakaknya yang seorang atlet renang meninggal dunia sekitar dua puluh tahun yang lalu sebelum sempat memenangkan medali emas di Olympic. Sejak saat itu, Yuri terobsesi untuk meneruskan cita-cita kakaknya tersebut. Obsesi tersebut disalurkan melalui ketiga anaknya yang ia didik sejak kecil untuk menjadi atlet. Ayah dari tiga anak tersebut sendiri adalah Akashi Tatsuya (Terajima Susumu), seorang mantan atlet yang pernah memenangkan medali emas beberapa puluh tahun yang lalu (sehingga Yuri berharap gen “emas” yang dimiliki Akashi akan menurun pada ketiga anaknya). Akashi sendiri sekarang hanyalah seorang pria tidak berguna dan sudah lama tinggal terpisah dengan Yuri, tapi tidak pernah diceraikan karena Yuri tidak mau citranya sebagai public figure yang sering berbicara tentang parenting di berbagai acara televisi rusak. Yuri sendiri merupakan seorang pengelola perusahaan keluarga yang bergerak di bidang sports gym dan aesthetic salon. Ia dibantu oleh Hasumi Joji (Sorimachi Takashi), seseorang pria yang diadopsi oleh keluarganya sejak usianya masih kecil dan diam-diam menyimpan perasaan terhadap Yuri. Lalu ada Nikura Rika (Nagasawa Masami), perempuan cantik tapi keliatan agak bodoh yang ditunjuk sebagai sekretaris baru Yuri.

gold1Masalah muncul ketika anak laki-laki kedua Yuri yang bernama Ren (Yano Masato) tiba-tiba mengajukan niatnya untuk berhenti dari dunia atletik dengan alasan tidak tahan dibesarkan hanya untuk menjadi ‘robot’ ibunya. Tidak hanya itu, si anak perempuan bungsu Akira (Takei Emi) yang sedang memasuki masa puberitas berpacaran dengan seorang fotografer (diperankan Ayano Go) yang tampaknya punya niat buruk terhadap keluarga Saotome. Selain itu, si sulung Kou (Matsuzaka Tori) yang selama ini merupakan anak paling penurut pun suatu hari melakukan sesuatu yang memperkecil kemungkinannya untuk memenangkan medali emas. Selain mereka bertiga, Yuri sendiri masih memiliki satu anak lagi yang masih kecil, yaitu Tomo, yang sering sakit-sakitan sehingga tidak mungkin dibesarkan menjadi atlet. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya pada keluarga Saotome? Apa satu persatu anaknya akan mengkhianati Yuri dalam obsesinya terhadap medali emas? Dan apa yang akan dilakukan Yuri dalam menghadapi semua itu? Tonton aja deh.

gold2Sebelum menonton dorama berjudul GOLD ini, awalnya saya mengira dorama ini adalah dorama bergenre sport tentang perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya menjadi pemenang olimpiade. Tapi ternyata fokus utama dorama ini adalah tentang keluarga Saotome yang disfungsional, tepatnya tentang obsesi seorang ibu yang disalurkan melalui anak-anaknya. Saotome Yuri adalah karakter ibu yang ‘menarik’. Ia sudah menentukan apa yang akan menjadi ‘takdir’ dari anak-anaknya sejak mereka masih di dalam kandungan. Ia juga memiliki pola pikir yang berbeda dengan kebanyakan orang. Pola pikir yang realistis dan kejam, dan mungkin tidak akan disetujui banyak orang.  Sosoknya seperti ibu kejam yang tidak membiarkan anaknya untuk menentukan tujuan hidupnya sendiri. Saya sendiri tidak setuju terhadap beberapa pemikirannya. Meskipun begitu, saya sendiri sangat menyukai karakternya. Ia adalah perempuan kuat yang dapat memengaruhi banyak orang dengan memakai kata-kata saja, dan tidak ada orang yang bisa membalikkan kata-kata yang diucapkannya. Oleh karena itu, menurut saya karakter Yuri ini tipe karakter yang bisa dibenci sekaligus dicintai. Kita bisa membenci segala tindakannya yang terlihat kurang berperasaan itu, tapi kita juga ingin mengetahui apa lagi yang akan ia lakukan untuk menggapai obsesinya, dan apakah ia memiliki maksud lain di balik semua tindakannya itu. Karakteristiknya yang kuat tersebut menurut saya merupakan daya tarik utama dari dorama berjumlah 11 episode ini.

gold3Selain karakteristik tokoh utamanya yang menarik, kelebihan lain dari dorama ini terdapat pada skenarionya yang ditulis oleh Nojima Shinji (Love Shuffle, Bara no Nai Hanaya). Saya sangat menyukai dialog-dialog yang ada di dorama ini, terutama dialog antara Yuri dan sekretarisnya Rika (yang menjadi unsur komedi di dorama ini). Momen “brainwashing” Yuri terhadap Rika adalah momen paling lucu dan paling saya nantikan di dorama ini :D. Selain itu, sama seperti dua drama yang ditulis Nojima sebelumnya, GOLD pun menyimpan banyak kejutan kecil yang membuat kita akan terus penasaran dan menonton sampai akhir. Kejutan-kejutan tersebut menyangkut rahasia keluarga Saotome (yang dapat mengancam keutuhan keluarga tersebut), terutama misteri seputar Saotome Shuichi (Mikami Kensei), kakak laki-laki Yuri yang meninggal karena kecelakaan dua puluh tahun yang lalu.

gold4Amami Yuki seperti biasa menunjukkan akting yang cemerlang sebagai Saotome Yuri. Dan surprisingly saya juga menyukai aktingnya Nagasawa Masami di sini (sepertinya dia emang paling cocok berperan jadi karakter yang rada-rada baka ya :D), dan chemistry-nya dengan tante Amami pun pas sekali. Sorimachi Takashi juga menurut saya terlihat sangat keren sebagai Joji, teman sejak kecil Yuri yang juga merupakan pelatih renang anak-anaknya. Tiga pemeran anak-anak Yuri berakting cukup baik di sini walau tidak istimewa. Tapi agak agak salah casting juga untuk yang dua anak laki-laki (atlet kok kurus kering :D). Saya juga gak pernah suka Takei Emi, tapi peran abg labil (yang kadang suka bikin sebel) lumayan cocok lah sama dia.

Overall, saya sangat menyukai dorama ini. Cerita, karakteristik, serta skenarionya yang kuat membuat dorama ini menjadi sangat patut ditonton, terutama untuk para penyuka drama yang berfokus tentang keluarga disfungsional. 4 bintang 😀

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Di semua sekolah yang ada di dunia ini (mulai dari SD, SMP, sampai SMA), ada berbagai macam jenis guru dengan karakteristik umum: guru ramah dan friendly yang dekat dengan murid-muridnya, guru humoris yang kerjaannya melawak terus di kelas, guru membosankan yang selalu membuatmu mengantuk di kelas, dan guru yang saking galaknya sampai-sampai dijuluki guru killer (jenis lainnya silakan tambahkan sendiri). Jika kita melihat sosok Akutsu Maya, tanpa ragu kita pasti akan menggolongkannya ke dalam golongan guru killer. Tapi tidak, Akutsu Maya bukan sekadar guru killer. Dia lebih tepat disebut sebagai guru setan, sesuai dengan namanya, Akutsu Maya, yang bisa dipendekkan menjadi Akuma (bahasa Jepangnya iblis/setan).

Akutsu Maya (Amami Yuki) adalah seorang guru baru di sebuah sekolah dasar. Di sekolah tersebut, ia ditunjuk menjadi wali kelas kelas 6-3. Di hari pertamanya mengajar, tanpa basa-basi ia langsung memberikan tes kepada murid-muridnya. Ia juga menetapkan beberapa aturan seperti tidak boleh pergi ke WC selagi kelas berlangsung dan dua orang dengan nilai terburuk pada tes tersebut (yang diadakan setiap minggunya) harus menerima hukuman yaitu mengerjakan semua pekerjaan kelas (piket kelas, membersihkan WC, menyiapkan makan siang untuk kelas, dsb). Sementara itu, dua orang dengan nilai tertinggi akan diberikan beberapa keistimewaan. Kanda Kazumi (Shida Mirai) termasuk murid yang nilai tesnya termasuk ke dalam dua yang terburuk bersama dengan Manabe Yusuke (Matsukawa Naruki), murid cengengesan yang tidak begitu peduli pada sekolah. Peraturan yang diciptakan Maya-sensei tersebut nantinya akan semakin berkembang. Tidak hanya murid dengan nilai terendah saja yang akan dihukum, tapi juga murid yang berani menentangnya, seperti Shindo Hikaru (Fukuda Mayuko), salah satu murid terpintar di kelas yang suatu hari meminta Maya-sensei untuk mengizinkan Kazumi yang kebelet pipis ketika tes berlangsung untuk pergi ke WC. Di luar hukuman-hukumannya, ia pun sering menceramahi murid-muridnya tentang realita kehidupan yang kejam, bahkan berkata bahwa hanya 6% saja murid di kelas itu yang bisa bahagia. Dan yang lebih mengerikan, Maya-sensei mengetahui semua rahasia yang disimpan murid-muridnya.

Cara mengajar Maya-sensei yang super ketat dan kejam akhirnya sampai juga ke telinga guru-guru lain dan para orang tua murid. Namun, Maya-sensei selalu punya cara untuk mengambil hati para orang tua dan membuat guru-guru lainnya (termasuk kepala sekolah) tidak bisa membalas perkataannya. Lalu, apa yang akan terjadi berikutnya pada Kazumi dan kawan-kawannya? Hal-hal apa lagi yang akan dilakukan Maya-sensei? Dan apa maksud di balik semua tindakan ‘kejam’-nya tersebut?

Catatan: review di bawah ini mungkin mengandung spoiler  😀

Tanpa ragu, saya menobatkan The Queen’s Classroom (judul asli: Jyoou no Kyoushitsu) sebagai salah satu dorama terbaik yang bercerita tentang sekolah. Dorama ini bukan sekadar dorama yang bercerita tentang guru killer yang suka ‘menyiksa’ murid-muridnya tanpa makna yang jelas dengan tujuan hanya untuk memancing simpati penontonnya. Dorama ini bukan dorama macam itu. Ada satu hal yang menjadi sorotan utama dorama ini: pendidikan. Ya, kita bisa melihat masalah dalam pendidikan di Jepang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan masalah di dunia pendidikan Indonesia. Paradigma pendidikan di situ (setidaknya menurut dorama ini) rupanya masih sama seperti pendidikan di sini: seorang anak dituntut untuk belajar agar mendapat nilai bagus, jika ia mendapat nilai bagus maka ia akan masuk ke SMP/SMA yang bagus, jika ia belajar dengan baik di SMP/SMA maka  ia akan masuk ke Universitas yang bagus, jika ia masuk ke universitas yang bagus dan belajar dengan lebih baik lagi, maka ia akan mendapat pekerjaan di perusahaan yang bagus. Titik. Melalui dorama ini, kita akan dibuat untuk mempertanyakan, apakah tujuan dari pendidikan yang sebenarnya memanglah hal itu? Apalagi di sini kita juga akan diperlihatkan pada karakter orang tua murid yang masih terkungkung dalam paradigma tersebut, dan mereka masih memandang anaknya sebagai boneka pemuas  harga diri mereka (dan Maya-sensei mengetahui benar hal itu, sehingga ia mudah mengambil hati mereka).

Salah satu unsur utama dalam pendidikan adalah guru. Selain Maya-sensei, di dorama ini juga kita diperlihatkan pada contoh guru lain, salah satunya karakter Tendo-sensei (Hara Sachie), seorang guru ramah yang disukai murid-muridnya. Di sini kita akan melihat bahwa bersikap ramah terhadap murid tidak selalu merupakan cara mendidik yang benar. Kadang ada guru yang bersikap ramah terhadap muridnya karena ia ingin disukai dan karena hal tersebut membuatnya merasa lebih baik. Di sini kita dapat melihat bahwa mendidik seorang murid tidak sama dengan memanjakannya. Cara mendidik yang dilakukan Maya-sensei sendiri pada awalnya terlihat sulit diterima dan terlihat melanggar hak asasi manusia. Kita bisa melihat ada murid-murid yang menentang caranya seperti Kazumi, Shindo, dan Yusuke. Namun ada juga yang tunduk dan menurut saja terhadap guru tersebut karena takut dihukum. Maya-sensei juga punya kemampuan memanipulasi yang hebat. Ia bisa membuat seorang murid mengkhianati temannya yang lain. Secara tidak langsung juga ia bisa membuat muridnya menjadi sasaran bully teman-temannya yang lain. Cara mengajar yang sangat buruk bukan? Tapi bukankah suatu cobaan dapat memicu seseorang untuk belajar menjadi lebih baik? Seperti itulah yang terjadi pada dorama ini. Tanpa disadari, hal-hal buruk yang diakibatkan oleh Maya-sensei malah menjadi hal utama yang mendewasakan diri anak-anak tersebut, dan membuat ikatan persahabatan antara murid-murid tersebut menjadi lebih kuat. Dorama ini juga menunjukkan realita tentang karakter manusia, yang diperlihatkan melalui karakter murid-murid di kelas tersebut, yang sebenarnya merupakan cerminan dari karakter manusia di masyarakat.

Selain didukung cerita yang bagus dan jauh dari klise drama yang bercerita tentang hubungan guru dan muridnya *uhuk Gokusen uhuk*, dorama ini juga didukung oleh kemampuan akting yang mumpuni dari para pemainnya. Sebagian besar aktor-aktris di sini adalah aktor-aktris yang masih berusia sekitar 12 tahun, dan mereka berhasil menampilkan akting mereka dengan baik. Shida Mirai (yang masih kecil banget di sini) memang cocok memerankan karakter yang ceria tapi terdzolimi 😀 (teringat Seigi no Mikata). Begitu juga dengan Fukuda Mayuko yang turut menampilkan akting yang bagus sebagai Shindo yang cool dan terkesan tidak pedulian. Tapi yang paling bersinar di sini tentu saja Amami Yuki yang berperan sebagai Maya-sensei. Berhubung sebelumnya saya cuma pernah melihat dia di peran-peran komedik seperti di BOSS dan Around 40, saya jadi dibuat cukup takjub dengan perannya di sini. Cara dia menatap, caranya berbicara yang tenang tapi mengintimidasi, pakaian-pakaian yang dikenakannya yang dari bawah sampai atas berwarna hitam, dan aura di sekelilingnya yang selalu gelap, akan membuat karakter ini tidak akan mudah dilupakan. Ia adalah jenis karakter yang bisa dibenci dan dicintai, atau bahkan kedua-keduanya (dan yang hebat adalah, ia tidak perlu mengubah karakteristiknya untuk bisa dicintai penontonnya). Selain mereka bertiga dan karakter para murid, pemain-pemain lainnya (seperti karakter guru-guru dan keluarga Kazumi) pun turut menampilkan akting yang baik dan memperkuat kekuatan dorama ini.

Well, segini aja review saya. Highly recommended. Dan saya sangat menyarankan agar para guru atau orang yang ingin menjadi guru, serta orang-orang yang peduli dengan pendidikan untuk menonton dorama ini. Bukan untuk meniru cara Maya-sensei, tapi agar lebih memahami makna dari pendidikan yang sebenarnya. 4,5 bintang. 🙂

Rating : 1 2 3 4 4,5 5

Read Full Post »

Seorang manager night club bernama Bingo Noboru (Tsumabuki Satoshi) suatu hari terkena masalah besar ketika perselingkuhannya dengan Takachiho Mari (Fukatsu Eri), yang merupakan kekasih dari seorang bos mafia (Nishida Toshiyuki) di kotanya, ketahuan.  Ketika Bingo dan Mari sedang menanti hukuman yang akan diberikan si bos mafia tersebut, tiba-tiba Bingo meracau bahwa ia mengenal seseorang bernama Della Togashi. Sebelumnya, Bingo memang sempat mendengar beberapa anak buah si bos mafia tersebut berbicara tentang Della Togashi, yang tampaknya merupakan orang yang sedang mereka cari. Si bos mafia yang mengatakan bahwa dia adalah penggemar dari Della Togashi lalu menyuruh Bingo untuk mencarikan Della Togashi untuknya. Ia memberi waktu Bingo lima hari, dan jika ia berhasil, Bingo akan terbebas dari hukumannya.

Tanpa bosnya ketahui, Bingo sebenarnya berbohong mengenai Della Togashi. Bahkan, ia sendiri tidak tahu Della Togashi itu siapa. Ia mengatakan bahwa ia mengenal orang itu cuma supaya dibebaskan dari hukuman yang akan menimpanya. Mari pun memberitahu Bingo bahwa Della Togashi adalah seorang pembunuh bayaran legendaris. Tidak ada satu orang pun yang mengetahui wujud sebenarnya dari Della Togashi, karena itulah menemukannya dalam waktu lima hari adalah suatu kemustahilan. Ketika sedang mengobrol dengan Natsuko (Ayase Haruka), perempuan yang bekerja di night clubnya, tentang kota tempat mereka tinggal yang pemandangannya seperti setting film, Bingo pun mendapat sebuah ide. Ide tersebut adalah ia akan mencari seorang aktor yang akan memerankan Della Togashi, dan membuat aktor tersebut berpikir bahwa ia sedang syuting film. Aktor yang dipilih Bingo tersebut adalah Murata Taiki (Sato Koichi), seorang aktor yang terbiasa berperan sebagai peran kecil atau sekadar stuntman. Murata yang sedang frustrasi akan karirnya yang begitu-begitu saja pun tertarik pada tawaran Bingo (meskipun Bingo tidak terlihat meyakinkan sebagai sutradara, bahkan menyiapkan skenario pun  ia tidak). Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah rencana Bingo akan berjalan lancar? Apakah identitas Murata sebagai Della Togashi palsu akan ketahuan oleh si bos mafia? Dan apakah Murata akan menyadari bahwa ia tengah bermain di ‘film palsu’?

Menonton film ini karena tertarik dengan premisnya yang tampak menarik. Gimana coba caranya ada orang yang percaya kalo dia lagi syuting film, tanpa skenario (dialognya terserah si aktor, supaya terkesan natural), kamera yang ceritanya tersembunyi (lagi-lagi biar keliatan natural), dan kru yang cuma tiga orang? Terkesan bodoh banget ya? 😀 Namun, itulah yang jadi sumber kelucuan dari film ini. Tingkah laku Murata dalam berakting di sesuatu yang sebenarnya bukan film itu adalah hal terkocak dari film ini (ya, ini adalah film komedi). Dengan mudahnya, ia berhasil ditipu oleh Bingo. Dan walaupun dengan segala kejanggalan-kejanggalan yang ada pada ‘proses syuting’ film tersebut, Murata tetap percaya bahwa ia memang sedang syuting sebuah film. Adegan pertemuan pertamanya dengan si bos mafia adalah adegan paling menarik di film ini, karena berhasil bikin saya deg-degan sekaligus ketawa. Selanjutnya, masih banyak sederet adegan lucu lainnya, apa lagi selanjutnya Murata akan terseret semakin jauh dengan kelompok mafia tersebut. Dan meskipun kemudian ia mengalami beberapa hal berbahaya, ia masih percaya kalau ia sedang syuting film.

Sato Koichi sangat berhasil memerankan karakter Murata, aktor desperate yang berperan sebagai Della Togashi gadungan. Kepolosannya, dan tingkah lakunya yang banyak gaya, membuat karakter ini akan sangat mudah disukai penontonnya. Meskipun terkesan bodoh, tapi nantinya kita akan mengetahui bahwa karakter ini hanyalah orang biasa yang sangat mencintai pekerjaannya sebagai aktor. Karena itulah, tawaran dari Bingo baginya adalah sesuatu yang menumbuhkan kecintaannya kembali pada pekerjaannya, setelah sebelumnya ia sempat mengalami kebosanan karena selalu memerankan peran-peran tak penting di film-film. Tsumabuki Satoshi pun sangat cocok memerankan karakter pecundang macam Bingo. Begitu pula dengan sederet aktor aktris lainnya macam Fukatsu Eri, Nishida Toshiyuki, Ayase Haruka, Terajima Susumu, Kohinata Fumiyo, dan masih banyak yang lainnya. Dan selain unsur komedinya, salah satu hal menarik dari film yang disutradarai oleh Mitani Koki ini memang lah aktor dan aktris yang berperan di dalamnya. Selain pemain-pemain utama yang sudah saya sebutkan sebelumnya, film ini juga memiliki segudang cameo aktor aktris terkenal, seperti Kagawa Teruyuki, Karasawa Toshiaki, Amami Yuki, Tanihara Shosuke, Suzuki Kyoka, Nakai Kiichi, dan masih ada beberapa lagi. Bahkan, sutradara terkenal Ichikawa Kon pun turut meramaikan film ini sebagai cameo (dan di tahun yang sama dengan rilisnya film ini, beliau meninggal dunia sehingga di akhir film ini terdapat kata-kata “in memory of director Kon Ichikawa”).

Kelebihan lain dari film ini adalah settingnya yang tidak seperti di Jepang. Ya, setting film ini tampak seperti setting di film-film barat klasik tahun 20-30an. Selain itu film ini juga dihiasi oleh lagu-lagu berirama jazz yang menambah kesan film barat klasiknya. Kostum yang digunakan para pemainnya pun turut memperkuat kesan tersebut (seperti gaya berpakaian kelompok mafianya yang lebih mirip mafia Eropa daripada mafia asli Jepang seperti Yakuza). Tampaknya film ini memang dibuat sebagai penghormatan terhadap film barat klasik (dan juga untuk menunjukkan keajaiban proses pembuatan film). Namun, meskipun atribut film ini tampak kebaratan-baratan, film ini tetap terlihat wajar dan tidak terkesan maksa (trivia: di bagian credit film ini kita akan diperlihatkan pada klip mengenai proses pembuatan settingnya).

Well, segini aja review dari saya. Secara keseluruhan saya sangat menyukai film ini karena film ini berhasil menghibur saya dari awal sampai akhir. Cocok ditonton para penyuka komedi, atau penyuka film pada umumnya (karena film ini adalah satu contoh film yang menunjukkan kekuatan sinema). 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Apa yang ada di benakmu jika melihat seorang perempuan berusia hampir mencapai 40 tahun, dengan wajah cantik dan karir yang cemerlang, tapi belum menikah juga sampai sekarang? Kamu mungkin beranggapan bahwa perempuan tersebut memang tidak memiliki minat untuk menikah, atau tidak ada lelaki yang cukup pantas untuk bersanding dengannya (mengingat wanita seperti ini terkesan superior bagi laki-laki).  Mungkin kamu juga akan beranggapan seperti itu jika kamu melihat Ogawa Satoko (Amami Yuki). Dia adalah seorang psikiater berusia 39 tahun dengan karir yang sukses, wajah yang cantik, dan uang yang melimpah. Semua kelebihan yang dimilikinya mungkin akan membuat orang-orang beranggapan bahwa ia adalah sosok wanita mandiri yang sudah tidak butuh apa-apa lagi, termasuk pria. Padahal, sebenarnya Satoko merupakan perempuan yang memiliki impian yang sama dengan perempuan kebanyakan. Dia juga ingin menikah dan membangun keluarga. Namun, memang ia belum menemukan pria yang tepat saja.

Sebaliknya, Morimura Nao (Otsuka Nene), mantan adik kelas sekaligus sahabat dari Satoko, memiliki prinsip untuk tidak akan pernah menikah. Sama seperti Satoko, dia juga termasuk wanita cantik yang memiliki karir yang cemerlang dan tengah menanjak. Nao selalu beranggapan bahwa pernikahan akan merusak karir yang dibangunnya. Namun, tanpa diduga, tiba-tiba ia malah memutuskan untuk menikah, yang artinya hal tersebut bertentangan dengan prinsip hidup yang dianutnya. Apa yang menyebabkan Nao memutuskan hal itu?

Lalu, ada Takeuchi Mizue (Matsushita Yuki) yang merupakan sahabat dari Satoko dan Nao. Kebalikan dari mereka berdua, Mizue adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki suami dan anak laki-laki yang sudah memasuki usia remaja. Selama ini Mizue selalu merasa bahagia dengan hidupnya, sampai suatu saat ia merasa keluarganya sudah mulai tidak menghargai dirinya lagi. Hal tersebut membuat Mizue mulai memiliki keinginan untuk bekerja dan kembali terjun ke masyarakat. Apakah keinginannya tersebut akan berhasil diwujudkan?

Dorama ini berkisah seputar kehidupan tiga sahabat tersebut dengan masing-masing permasalahannya (dengan penekanan pada kehidupan Satoko), yang sesuai judulnya, adalah perempuan-perempuan dengan usia memasuki 40 tahun. Selain itu, ditampilkan kisah cinta antara Satoko dengan Okamura Keitaro (Fujiki Naohito), psikiater baru di rumah sakit tempat Satoko bekerja yang berusia 6 tahun di bawah Satoko. Bagaimanakah cara Satoko dan dua sahabatnya menjalani hidup mereka di usia yang sudah hampir mencapai setengah abad itu? Tonton aja kakak.

Menonton ini karena faktor Amami Yuki (pemeran Osawa Eriko di dorama BOSS), dan saya sama sekali tidak menyesal menontonnya. Memang, dorama ini mungkin akan kurang menarik bagi sebagian orang, terutama bagi yang berharap akan menemukan aktor-aktris cakep/cantik yang masih muda, mengingat sebagian besar pemeran di sini adalah aktor dan aktris berusia 30 tahun ke atas (tapi buat saya sih, kehadiran Fujiki Naohito udah cukup sebagai penyegar dorama ini XD). Tapi jika yang kamu harapkan adalah cerita yang berbobot dan gak murahan, maka kamu akan menyukai dorama ini.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, dorama ini bercerita tentang permasalahan yang dialami oleh orang-orang (khususnya perempuan) yang usianya sebentar lagi memasuki 40 tahun. Dan ketiga permasalahan yang diwakilkan oleh ketiga karakter sahabat ini menurut saya cukup mewakili permasalahan umum yang dimiliki perempuan-perempuan dengan umur segitu. Perempuan lajang yang ingin menikah tapi belum menemukan pasangan yang tepat, perempuan yang memiliki prinsip untuk tidak menikah tapi ujung-ujungnya malah tiba-tiba menikah, dan ibu rumah tangga yang tiba-tiba ingin bekerja. Secara psikologis, karakter-karakter tersebut juga menurut saya menarik untuk diteliti. Apalagi, karena pekerjaan Satoko adalah seorang psikiater, di sini juga kita tidak hanya akan dihadapkan pada permasalahan psikologis yang dialami oleh tiga karakter itu, tapi juga karakter-karakter lain yang merupakan pasien-pasien Satoko. Buat yang menyukai psikologi atau tertarik dengan film/dorama berbau psikologis, mungkin dorama ini akan menjadi pilihan yang tepat untuk kamu.

Namun, dorama ini sendiri sebenarnya cukup ringan dan enak diikuti. Selain itu, dorama ini menghadirkan banyak humor yang bisa bikin penontonnya nyengir-nyengir sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan hubungan antara Satoko dan Okamura yang menurut saya sangat lucu. Aku syukaaa deh sama karakternya Fujiki Naohito di sini. Karakter Okamura ini diceritakan sebagai pria yang sangat hemat (atau pelit?) dan sangat peduli pada masalah seputar global warming. Dan hubungannya dengan Satoko itu digambarkan dengan lucu sekali. Meskipun secara fisik agak kurang cocok (well, dua-duanya sama-sama cantik dan ganteng, tapi kalo disandingkan agak kurang cocok kayaknya :D), tapi mereka berhasil membangun chemistry yang baik di sini, biarpun tanpa mengumbar adegan mesra. Ya, di sini saya paling seneng liat interaksi antara mereka berdua, dan seperti yang diungkapkan oleh dua sahabat Satoko, menurut saya memang cuma Okamura lah pria yang paling cocok dengan Satoko.

Oke, segini aja review saya. Overall, saya suka banget dorama berjumlah 11 episode ini. Cerita, akting, karakter, serta chemistry-nya menurut saya dihadirkan dengan sangat pas dan tidak berlebihan. 4 bintang deh untuk dorama ini.

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »


Beberapa bulan yang lalu saya sempat me-review sebuah dorama bertemakan detektif yang berjudul Keizoku 2: SPEC. Nah, kali ini saya akan kembali me-review dorama bertemakan sama (tapi tanpa embel-embel supranatural) yang berjudul BOSS, yang kebetulan juga dibintangi oleh Toda Erika (tapi bukan sebagai pemeran utama).

Sama seperti SPEC, saya pun sangaaaat menyukai dorama ini. BOSS sendiri sebenarnya tidak menghadirkan cerita yang istimewa atau lain daripada yang lain. Ceritanya standar cerita-cerita detektif gitu lah, tentang sebuah unit detektif (Countermeasure Unit) di kepolisian Jepang yang dipimpin oleh seorang perempuan bernama Osawa Eriko (Amami Yuki). Eriko ini baru balik dari pelatihan di Amerika selama kurang lebih lima tahun. Nah, entah malang atau beruntung, anak buah-anak buah yang dipimpinnya tersebut semuanya terlihat agak tidak meyakinkan. Anak buah-buahnya tersebut adalah 1)Katagiri Takuma (Tamayama Tetsuji), seorang detektif yang sebenarnya handal, tapi selalu memancarkan aura suram dan tidak pernah berani menggunakan pistol; 2)Kimoto Mami (Toda Erika) yang selalu terlihat tidak bersemangat dan tukang tidur, 3)Hanagata Ippei (Mizobata Junpei), detektif pemula yang selalu bersemangat dan sedikit polos, 4)Iwai Zenji (Kendo Kobayashi), detektif yang terlihat menyeramkan, tapi aslinya “ngondek” (and yeah, he’s a gay), dan terakhir 5)Yamamura Keisuke (Nukumizu Youichi), detektif yang paling tua di antara semuanya dan memiliki kecerobohan yang luar biasa. Selain mereka, ada Nodate Shinjirou (Takenouchi Yutaka), supervisor divisi tersebut yang punya hobi merayu wanita cantik dan Narahashi Reiko (Kichise Michiko), tante-tante seksi dari scientific crime detection research lab yang suka membantu mereka.

Osawa Eriko sendiri adalah seorang wanita berusia sekitar 40 tahun yang sampai sekarang belum menikah. Ia adalah detektif yang sangat handal, meskipun kadang terlihat konyol. Dorama ini menampilkan usahanya dalam membentuk Contermeasure Unit, divisi yang sering diremehkan oleh divisi-divisi lainnya, menjadi sebuah divisi yang solid. Seperti dorama detektif pada umumnya, dalam setiap episode ada satu kasus (seringnya pembunuhan) yang langsung selesai dalam episode itu juga (tapi ada juga yang satu kasus sampai dua episode). Tapi menjelang akhirnya ditemukan kasus berbau konspirasi yang berhubungan dengan asal-usul kenapa divisi tersebut terbentuk.

 

Seperti yang saya bilang, cerita dorama berjumlah 11 episode ini standar cerita detektif pada umumnya, tapi penggarapannya yang baik membuat dorama ini menjadi sangat berkesan di hati. Yang paling saya suka di sini adalah karakteristik tokoh-tokohnya, terutama karakter Amami Yuki sebagai boss. Amami Yuki ini adorable sekali yaaa, biarpun umurnya udah 40 lebih. Saya baru pertama kali liat dia di sini, dan langsung dibuat kagum sama aktingnya. Pantes aja banyak yang mengidolakan tante satu ini 😀 Karakter-karakter lainnya juga tidak kalah menarik dan para pemerannya berhasil menghidupkan karakter mereka masing-masing dengan baik. Salah satu yang paling saya suka adalah karakter Nodate Shinjirou yang diperankan Takenouchi Yutaka. Setiap ada adegan yang melibatkan dia pasti selalu membuat saya tertawa. Saya juga suka sama karakter yang diperankan Toda Erika. Biarpun sama-sama memerankan detektif, tapi karakternya di sini beda jauh sama karakternya di SPEC. Karakter lainnya yang saya suka adalah duo Iwai-Yamamu, yang merupakan salah satu pemancing tawa terbesar di dorama ini.

Ya, humor lah yang menjadi salah satu kekuatan dorama ini. Biarpun ini dorama detektif, tapi kesannya gak begitu serius karena humor selalu terselip di mana-mana, menjadikan dorama ini sangat nyaman untuk ditonton. Kasus-kasusnya pun menarik. Dan yang paling saya suka adalah penyelesaian dari kasus-kasusnya. Biarpun dari awal kita sudah diperlihatkan seperti apa pelakunya, tapi di bagian akhir episode selalu muncul kejutan yang tidak disangka-sangka. Ya, buat yang suka film/dorama dengan banyak twist, dorama ini bisa dijadikan pilihan 😀

Dorama ini juga menghadirkan beberapa bintang tamu terkenal, seperti Takayuki Yamada, Shida Mirai, Sorimachi Takashi, Ishigaki Yuma, dan Konishi Manami. Saya paling suka episode yang menampilkan Shida Mirai. Selain kasusnya menarik, akting Shida Mirai sebagai siswi pintar yang pintar “memainkan” orang dewasa ini juga bagus banget. Kudos for her!

Ja, segini aja review dari saya. Buat kalian yang suka film/serial detektif, jangan sampai melewatkan dorama ini. Highly recommended 🙂

Nb: dorama ini juga memiliki sekuel yang baru selesai tayang baru-baru ini.

Rating : 1 2 3 4 4,5 5

Read Full Post »