Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘thriller’

Parasyte_Pt1-p1Alien berbentuk parasit bermaksud menguasai bumi dengan cara menginvasi otak manusia dan mengubah mereka menjadi kanibal. Satu di antara mereka gagal menginvasi otak dan alih-alih ‘menginvasi’ tangan kanan saja. Adalah Izumi Shinichi (Sometani Shota), manusia beruntung (?) yang otaknya terselamatkan berkat earphone yang dipakainya ketika tidur. Hasilnya, ia harus hidup berdampingan dengan Migi (yang berarti “kanan”), alien parasit yang menguasai tangan kanannya. Meskipun selamat, Shinichi tentunya tidak bisa merasa tenang karena berbagai macam pembunuhan sadis terjadi di sekelilingnya dan ia tahu “apa” yang ada di balik semua itu. Apalagi, beberapa alien parasit tersebut kemudian muncul di hadapannya dalam berbagai bentuk, mulai dari guru, polisi, murid pindahan, sampai politikus yang sedang mengikuti pemilu. Apa yang akan terjadi pada Shinichi selanjutnya? Apakah para alien parasit tersebut akan berhasil menguasai bumi? Sila ditonton kak, di blitzmegaplex terdekat.

kiseijuu1

Belakangan ini beberapa film Jepang mulai banyak yang ditayangkan di bioskop Indonesia ya. Dan dari beberapa film Jepang tersebut, Parasyte (judul Jepangnya: Kiseijuu) adalah film yang paling saya tunggu-tunggu waktu tayangnya. Salah satu alasannya adalah Sometani Shota (Himizu, Lesson of the Evil), sang pemeran Shinichi, yang menurut saya merupakan salah satu aktor muda paling berbakat yang dimiliki Jepang. Dan saya juga sangat menyukai komik buatan Iwaaki Hitoshi yang menjadi sumber asli film ini (meskipun bacanya belum tamat, hihi). Komiknya sih aslinya diterbitin lebih dari dua dekade yang lalu. Dan saya bersyukur karena film live actionnya baru dibikin sekarang karena teknik CGI buatan Jepang sekarang sudah jadi semakin bagus dan tidak kalah dari film Hollywood. Jadi buat saya lamanya rentang waktu antara awal diterbitkannya manganya dan pembuatan film live actionnya ini worth the wait lah.

Filmnya sendiri buat saya sangat memuaskan. Buat yang gak baca komiknya, gak perlu khawatir gak paham sama filmnya karena plot yang ada pada manganya tergambar dengan baik di filmnya. Buat yang baca komiknya, ada beberapa perubahan pada filmnya tapi buat saya gak mengganggu dan tetap bisa dinikmati. Tidak seperti kebanyakan film blockbuster yang sering kali berhasil menghibur tapi di dalamnya ‘kosong’, Parasyte memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar seseorang yang berusaha menyelamatkan umat manusia dari serangan makhluk jahat. Hal itu disebabkan oleh si sosok alien parasit itu sendiri. Meskipun hal yang dilakukan mereka itu dinilai jahat dari sudut pandang manusia, itu tidak berlaku bagi mereka karena yang mereka lakukan adalah sesuatu yang sudah sewajarnya dilakukan. Seperti manusia yang memakan binatang dan tumbuhan untuk bertahan hidup, mereka juga memangsa manusia dengan alasan yang sama. Beberapa pertanyaan filosofis dimunculkan di sini, seperti “apakah hutan-hutan di dunia ini akan terselamatkan jika 99% populasi manusia musnah?” dan berbagai macam pertanyaan sejenis lainnya.

kiseijuu2

Meskipun punya tone serius, film ini tetap memiliki unsur hiburan yang dimiliki kebanyakan film blockbuster. Hiburannya itu terletak pada komedinya yang lebih condong ke black comedy. Kebanyakan sih yang lucunya bersumber dari karakter Migi (disuarakan Abe Sadao), alien parasit yang menempati tangan Shinichi, yang meskipun selalu melindungi Shinichi dari serangan parasit lainnya, tapi di sisi lain juga berharap kaumnya tersebut akan berhasil menguasai bumi. Salut pada animator di balik film ini karena meskipun wujudnya hanya berupa animasi CGI, karakter Migi ini terlihat begitu hidup dan sangat mencuri perhatian, ditambah lagi karena suaranya yang dibawakan dengan sangat baik oleh aktor Abe Sadao. Efek CGI yang bagus ini juga tidak hanya berlaku pada karakter Migi. Karakter alien parasit lainnya, dan bagaimana perubahan manusia menjadi ‘monster’ di film ini digambarkan dengan sangat bagus dan halus. Oh ya, karena film ini juga menceritakan kanibalisme, ada beberapa hal gore di film ini, tapi masih digambarkan dengan kadar wajar sehingga film ini masih aman untuk penonton yang tidak menyukai hal tersebut.

kiseijuu3

Hal lain yang saya suka di sini adalah chemistry antara Migi dan Shinichi yang digambarkan dengan sangat kuat. Salut untuk Sometani Shota karena aslinya kan dia harus berakting sendirian. Di luar itu, aktingnya sebagai Shinichi pun sangat baik meskipun image-nya sedikit berbeda dengan yang di komik. Aktor dan aktris lainnya, mulai dari yang senior seperti Fukatsu Eri, Kimiko Yo, dan Kitamura Kazuki, sampai yang muda seperti Hashimoto Ai dan Higashide Masahiro (salah satu yang bikin saya makin betah nonton film ini, meskipun senyumnya creepy amat :D) pun berakting dengan baik dan memperkuat film ini.

Overall, Parasyte part 1 ini buat saya merupakan salah satu film live action terbaik yang pernah dibuat Jepang. Dan saya harap film ini akan menjadi standar bagi film-film live action yang akan datang. Bagi yang ingin menonton, filmnya masih tayang di bioskop Blitz Megaplex. Dan saat ini saya sangat tidak sabar menunggu part 2-nya yang baru akan tayang di Jepang sekitar bulan April tahun ini. 4 bintang. Recommended!

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

michiruposterPernahkan kamu membayangkan hidupmu tiba-tiba berjalan ke arah yang tidak terduga hanya karena langkah-langkah kecil yang kamu ambil? Furukawa Michiru (Toda Erika) mungkin tidak pernah membayangkan hal seperti itu sebelumnya. Ia adalah seorang gadis biasa yang bekerja sebagai karyawan sebuah toko buku di Nagasaki. Ia memiliki pacar bernama Kanbayashi Kyutaro (Emoto Tasuku) yang tampaknya akan melamarnya tidak lama lagi. Namun, Michiru sendiri tampaknya tidak terlalu menyukai Kyutaro. Ia berselingkuh dengan Toyomasu (Arai Hirofumi), seorang salesman dari sebuah penerbitan yang tinggal di Tokyo dan sudah punya istri. Suatu hari, ketika Toyomasu akan kembali ke Tokyo setelah menyelesaikan pekerjaannya di Nagasaki, Michiru mengejarnya dan memutuskan untuk ikut ke Tokyo dan menghabiskan semalam bersamanya. Namun, janji semalam tersebut malah berlanjut sampai berhari-hari. Michiru tidak pulang-pulang ke Nagasaki dan berbohong kepada banyak orang di sekelilingnya, mulai dari Kyutaro, keluarganya, sampai orang-orang di toko buku. Karena tidak ingin merepotkan Toyomasu, Michiru kemudian memutuskan menumpang tinggal di apartemen Takei (Kora Kengo), teman sejak kecilnya dari Nagasaki yang saat ini tinggal dan berkuliah di Tokyo. Michiru merasa semuanya akan baik-baik saja, sampai suatu hari ia pergi ke tempat pengecekan lotere untuk mengecek puluhan lotere yang dibelinya di Nagasaki. Lotere tersebut sendiri adalah lotere titipan dua orang rekannya di toko buku yang dibelinya sebelum ia memutuskan untuk pergi ke Tokyo. Dan salah satu dari puluhan lotere tersebut ternyata memenangkan hadiah utama 200 juta yen. Apa yang akan terjadi pada Michiru selanjutnya? Apakah hal tersebut akan membawanya pada kebahagiaan? Atau malah kesengsaraan?

michiru1Langkah kecil yang kita ambil bisa jadi akan membawa perubahan besar pada hidup kita. Untuk kasus Michiru, hal itu tidak hanya mengubah hidupnya, tapi juga hidup orang-orang di sekitarnya. Dengan memutuskan pergi ke Tokyo (yang sebenarnya merupakan hasil dari kesembronoan dan bukannya sesuatu yang diputuskan matang-matang), ia harus membohongi banyak orang. Awalnya saya mengira fokus utama dorama ini adalah uang 200 juta yen yang didapat Michiru dari lotere. Namun, ternyata 200 juta yen tersebut hanyalah salah satu dari sekian hal yang mengubah hidup Michiru (meskipun tetap punya peranan penting). Di episode pertama, saya masih tidak tahu mau dibawa ke mana cerita dorama ini. Dan itu adalah salah satu yang saya suka dari dorama ini karena hal tersebut membuat saya terus merasa penasaran. Apalagi, dorama ini berkembang ke arah yang tidak terduga (yang bikin saya makin suka). Dorama ini juga berjalan secara pelan-pelan dalam membangun situasi dan karakterisasi tokoh-tokohnya. Barulah di episode 5, dorama ini akhirnya menemukan gong-nya. Ya, di episode tersebut dorama ini berkembang menjadi gelap dan menegangkan, dan perkembangannya tersebut terasa sangat natural dan tanpa dipaksakan. Beberapa karakter menunjukkan karakter aslinya. Michiru yang awalnya merasa semuanya akan baik-baik saja lalu hidup dalam ketakutan. Dan serentetan kejadian tidak menyenangkan satu persatu terjadi di depan matanya.

michiru2Para pemain di dorama ini menunjukkan akting yang baik dan memperkuat dorama ini. Toda Erika sangat pas memerankan Michiru. Mungkin awalnya kita akan merasa sebal karena kebohongan dan kesembronoannya. Namun, sedikit demi sedikit, saya mulai bersimpati pada karakter ini, karena Michiru hanyalah perempuan biasa yang masih labil dan tidak memahami tindakannya sendiri. Kora Kengo sebagai Takei juga berakting sangat baik di sini, dan karakternya ini adalah karakter yang paling gak bisa ditebak di dorama ini (*SPOILER*: sampai akhir saya masih gak tau maksud dari tindakannya, sakit jiwakah? Apa benar-benar untuk Michiru? Atau untuk uang yang dipegang Michiru? *SPOILER END*). Para pemain seperti Ando Sakura (tapi saya berharapnya karakter yang dimainkannya ini diberi peranan lebih, bukan hanya sebagai teman atau penenang Michiru), Arai Hirofumi, Emoto Tasuku, Takakura Erika, dan lain-lainnya pun menunjukkan akting yang bagus dan memperkuat dorama ini. Dan seperti dorama NHK pada umumnya, dorama ini pun memiliki sinematografi yang sangat bagus dan cantik.

Secara keseluruhan, saya sangat menyukai dorama berjumlah 10 episode ini (durasi 30 menitan per episode). Satu-satunya yang saya tidak suka dari dorama ini menurut saya cuma endingnya (*SPOILER* setelah serangkaian episode sebelumnya yang bikin deg-degan, endingnya terasa antiklimaks banget. Komentar akhir cuma: gitu doang? *SPOILER END*). Terlepas dari endingnya itu, menurut saya dorama ini tetap recommended dan tidak boleh dilewatkan. 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

dfposterInfernal Affairs adalah salah satu film Hong Kong yang menjadi favorit saya. Film ini adalah sebuah film yang tidak hanya bagus secara kualitas, tapi juga dari segi pendapatan (di negaranya film ini disebut-sebut sebagai box office miracle). Hollywood pun sudah pernah me-remake film ini dengan judul The Departed (sayangnya belum nonton). Kali ini, film ini kembali dilirik sineas dari negara lain, yaitu Jepang, untuk dibuat adaptasinya. Namun, adaptasi kali ini tidak berbentuk film layar lebar, melainkan drama spesial dua episode yang ditayangkan di dua stasiun tv yang berbeda.

df1Adaptasi baru Infernal Affairs ini memiliki judul Double Face. Ceritanya sendiri, sama seperti pada Infernal Affairs, yaitu tentang dua orang pria yang menjalani dua peran. Nishijima Hidetoshi memerankan tokoh Moriya Jun (karakternya Tony Leung di IA), seorang polisi yang menyusup ke dalam suatu kelompok yakuza dan menjalankan perannya sebagai yakuza selama bertahun-tahun. Sementara itu, Kagawa Teruyuki memerankan tokoh Takayama Ryosuke (karakternya Andy Lau di IA), seorang yakuza yang menyusup ke kepolisian dan menjalankan perannya sebagai polisi selama bertahun-tahun juga. Episode pertama drama spesial ini (yang punya judul Sennyuu Sousa Hen) ditayangkan di channel TBS. Bagian ini berfokus pada kehidupan Moriya Jun sebagai seorang polisi yang sudah lelah menjalani perannya sebagai yakuza. Sementara itu, episode kedua (yang punya judul Giso Keisatsu Hen) yang ditayangkan di channel WOWOW berfokus pada kehidupan Takayama, polisi mata-mata yakuza yang tampaknya punya sebuah rencana sendiri. Lalu, apa yang akan terjadi pada dua orang ini? Dan yang terpenting, apakah drama spesial ini merupakan adaptasi yang berhasil?

df2Double Face adalah salah satu contoh remake yang patuh terhadap sumber aslinya. Jalan cerita, adegan, dialog, dan karakter-karakter drama ini, hampir semuanya mirip dengan film aslinya. Well, ada beberapa perubahan dan tambahan-tambahan juga sih (dan kabarnya ada sedikit cipratan dari Infernal Affairs 2, tapi saya belum nonton film yang itu jadi gak tahu), tapi tidak sampai merusak esensi dari film aslinya dan malah membuat drama ini menjadi lebih matang dari film aslinya. Yeah, karena terbagi menjadi dua bagian (masing-masing episodenya berdurasi 90 menitan, berarti total dua kali lebih lama dari film aslinya), latar belakang kedua tokoh utamanya menjadi lebih kuat dan lebih dikembangkan. Dan meskipun saya sudah menonton film aslinya dan tahu apa saja yang akan terjadi selanjutnya, saya tetap berhasil dibuat deg-degan dan harap-harap cemas menanti adegan selanjutnya. Intinya, menurut saya drama spesial ini merupakan remake yang berhasil.

df3Dua aktor utama drama spesial ini berhasil memerankan perannya masing-masing dengan sangat baik. Nishijima Hidetoshi menurut saya tidak kalah bagus aktingnya dengan Tony Leung. Ia bisa menyampaikan rasa lelah dan frustrasinya sebagai undercover police cukup dengan ekspresi wajah saja. Kagawa Teruyuki pun menghidupkan peran Takayama Ryosuke dengan tidak kalah baiknya meskipun pada awalnya saya protes karena Kagawa Teruyuki tidak ganteng seperti Andy Lau. Namun, jika menurut saya karakter Moriya punya karakteristik yang kurang lebih sama dengan karakter aslinya, image Takayama menurut saya agak berbeda dengan image karakter yang diperankan Andy Lau. Karakter Takayama di sini adalah karakter yang sangat serius. Berdasarkan hal ini, ditambahkan juga beberapa perbedaan dengan film aslinya. Seperti kemunculan tokoh Mari (Aoi Yu) yang punya karakteristik sama dengan Mary di Infernal Affairs tapi punya posisi yang berbeda dengan yang di Infernal Affairs. Peran Aoi Yu di sini menurut saya sangat mendukung perbedaan karakter Takayama yang tampaknya punya usia beberapa tahun lebih tua dari karakter di film aslinya. Selain mereka, aktor aktris lain seperti Kadono Takuzo, Wakui Emi, Ito Atsushi, dan Kohinata Fumiyo juga turut berakting baik sebagai para pemeran pendukung, terutama Kohinata Fumiyo yang berperan sebagai seorang bos yakuza yang memiliki kharisma yang jauh lebih besar dari karakter di film aslinya. Secara teknis, drama spesial ini menurut saya memiliki teknis yang juara banget. Sebagai tayangan televisi, film ini memiliki gambar dan sinematografi yang sudah menyerupai film bioskop. Musik yang digunakan pun bagus, dan turut mendukung suasana-suasana yang ditampilkan di drama ini.

df4Hubungan antara Moriya dan Takayama di sini sendiri agak berbeda dengan film aslinya. Mereka memang sama-sama digambarkan saling mencari, tapi mereka tidak memiliki ‘keakraban’ seperti yang ada di film aslinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa adaptasi yang ini lebih menyorot kehidupan mereka berdua secara individual. Dan seperti judulnya, inti utama Double Face adalah ‘dua wajah’ yang dikenakan oleh dua orang tokoh utama ini. Saking lamanya memerankan dua wajah tersebut, mereka sampai tidak tahu lagi mana wajah mereka yang sebenarnya. Dan seperti pada adegan pertama, mereka bagaikan anjing kecil yang ditelantarkan. Tidak tahu apakah mereka akan kembali lagi kepada pemilik yang sebenarnya. Well, 4 bintang deh. Recommended!

Rating : 1 2 3 4 5

Catatan: Info yang tidak begitu penting, mulai postingan ini, kategori tanpatsu saya ganti namanya jadi dorama sp ya.

Read Full Post »

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang anak tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orang tuanya ketika ia dilahirkan. Lalu, apakah pepatah ini bisa berlaku untuk kebalikannya? Kalau tahu apa yang akan terjadi nantinya, mungkin saja Eva Khatchadourian (Tilda Swinton) akan memilih untuk tidak melahirkan Kevin (Ezra Miller), atau bahkan memilih untuk melahirkan anak yang lain saja, yang penting bukan Kevin. Kevin memang bukan anak laki-laki yang normal seperti anak-anak yang biasanya. Ia lahir seolah-olah dengan tujuan untuk membuat hidup ibunya hancur. Padahal, Eva rela meninggalkan hal yang ia cintai (seperti kecintaannya terhadap travelling) demi membesarkan Kevin. Namun, sebesar apapun usahanya untuk membesarkan atau mendekatkan dirinya dengan Kevin, selalu saja ada jarak di antara mereka.

We Need to Talk About Kevin berjalan dengan alur non-linear. Film ini dibuka dengan adegan Eva yang sedang bersenang-senang mengikuti pesta tomat di Spanyol. Dapat ditebak bahwa ini adalah kejadian ketika Kevin belum lahir ke dunia. Eva terlihat sebagai perempuan yang bebas dan seolah tanpa beban. Adegan selanjutnya berganti dengan kehidupan Eva di masa kini, di mana ketika ia baru keluar dari rumahnya, ia mendapati dinding rumahnya telah berlumuran cat merah. Lalu, adegan-adegan selanjutnya seperti memperlihatkan bahwa Eva adalah perempuan yang dibenci seluruh umat. Adegan-adegan berikutnya kemudian secara bergantian memperlihatkan kehidupan Eva di masa kini dan kehidupan Eva pada saat sebelum dan sesudah melahirkan Kevin (mulai dari saat ia masih bayi sampai remaja). Sedikit demi sedikit, dengan mudah kita bisa menebak bahwa perlakuan buruk orang-orang terhadap Eva pasti berhubungan dengan hal yang telah dilakukan Kevin.

Kevin sendiri sejak lahir sudah digambarkan sebagai anak yang aneh. Ketika ia bayi ia tidak pernah berhenti menangis. Ketika ia masih balita, ia tidak pernah menanggapi ketika Eva mengajaknya bermain (sehingga awalnya ia sempat dikira menderita autisme). Pokoknya, segala hal yang dilakukan Kevin seolah-olah bertujuan untuk merenggut kebahagiaan ibunya. Ia juga tampak seperti manusia bermuka dua, karena ia selalu bertingkah manis di depan sang ayah, Franklin (John C. Reilly), sementara dengan ibunya, ia terlihat seperti sangat membencinya. Apalagi ketika Celia (anak kedua Eva) lahir. Berbeda dengan Kevin yang introvert, Celia adalah anak yang manis dan ceria, sehingga kasih sayang Eva pada Celia tampak berbeda dengan kasih sayangnya pada Kevin, yang mengakibatkan kecemburuan muncul di hati Kevin. Puncaknya adalah ketika Kevin melakukan suatu hal besar yang sulit dimaafkan, yang membuat hidup Eva tidak akan pernah berjalan normal lagi seperti dulu.

Menonton We Need to Talk About Kevin membuat saya merasa ngeri sendiri dan membayangkan bagaimana nantinya jika suatu saat saya punya anak (#eaa). Ya, menonton film ini mungkin akan membuat penontonnya merasa takut untuk punya anak, takut bahwa mereka tidak cukup baik dalam membesarkan anak mereka, dan takut mengalami hal yang sama dengan Eva. Film garapan sutradara Lynne Ramsay ini memang menunjukkan bahwa membesarkan anak itu bukanlah hal yang mudah. Dan ini bukan tentang perkara cara membesarkan anak saja, karena cara Eva membesarkan Kevin saya rasa adalah cara yang wajar dilakukan para orang tua. Namun, kita dapat melihat bahwa meskipun Eva sudah berusaha keras dalam membesarkan anaknya, dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia juga menganggap Kevin sebagai sebuah beban. Apalagi, kehamilannya akan Kevin adalah suatu hal yang di luar rencana. Dan meskipun masih kecil, mungkin Kevin bisa merasakan hal itu, sehingga perlakuannya pada ibunya seakan-akan dilakukan supaya beban yang dipanggul Eva semakin bertambah.

Yang paling saya kagumi dari film ini adalah bagaimana film ini berhasil menghadirkan sebuah drama thriller yang mencekam tanpa harus memperlihatkan adegan kekerasan. Meskipun hal yang dilakukan Kevin masih berhubungan dengan kekerasan, namun kekerasan tersebut tidak ditampilkan dan seolah-olah diserahkan pada bayangan penonton saja. Namun, dengan melihat ekspresi Kevin saja, kita sudah bisa merasakan terror yang sebenarnya terjadi. Terror yang lain ditunjukkan melalui cat merah yang melumuri dinding rumah Eva, yang menunjukkan bahwa warna tersebut bisa tetap terlihat menakutkan meskipun tidak diperlihatkan melalui darah (dan bagian pesta tomat itu, meskipun kelihatannya menyenangkan bagi Eva, buat saya keliatannya rada serem karena warnanya kayak darah). Alurnya yang maju mundur tak beraturan pun membuat film ini menjadi semakin menarik. Meskipun film ini bukan tipe film yang mengandung twist mengejutkan seperti di kebanyakan film beralur non-linear (karena dari awal ceritanya sudah cukup tertebak), tapi kita tetap dibuat ingin tahu mengenai seperti apa sih karakter Kevin itu.

Para pemain dalam film ini menurut saya berhasil menjadikan film ini terasa semakin mencekam. Tilda Swinton dengan ekspresi suramnya berhasil memerankan karakter ibu yang seolah tidak pernah bisa merasa bahagia lagi sejak anaknya lahir. Ezra Miller sebagai Kevin pun sangat bagus aktingnya. Dari cara ia bergerak dan menatap saja, sudah terlihat bahwa karakter ini memiliki masalah yang berhubungan dengan kejiwaannya (oh iya, dua aktor cilik yang memerankan Kevin balita dan Kevin kecil juga tidak kalah bagus aktingnya). Yang aktingnya saya rasa agak-agak kurang di sini menurut saya John C. Reilly yang memerankan Franklin, suami Eva sekaligus ayah Kevin.  Aktingnya tidak buruk sih, tapi saya ngerasa kurang sreg aja sama perannya di sini dan rasanya agak aneh melihat dia dipasangkan dengan Tilda Swinton, tapi dimaafkanlah karena fokus utama film ini adalah Eva dan Kevin.

Overall, We Need to Talk About Kevin adalah sebuah film yang menunjukkan betapa kompleksnya kepribadian manusia. Segala hal pasti ada alasannya, namun kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa atas hal yang terjadi dalam film ini. Apakah semuanya semata-mata salah Kevin? Atau salah Eva? Kita akan dibuat untuk merasa tidak yakin akan hal itu, sama seperti yang diungkapkan Kevin pada bagian akhir film ini. Ja, 4 bintang.

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Ada yang ingat dengan film Confessions (Kokuhaku)? Film Jepang garapan Nakashima Tetsuya itu bisa dibilang merupakan salah satu film Jepang favorit saya sepanjang masa. Film yang bercerita tentang pembalasan dendam seorang ibu yang anaknya dibunuh tersebut merupakan adaptasi dari novel yang ditulis oleh Minato Kanae. Di tahun 2012 ini, satu lagi novel karya Minato Kanae, yaitu Shokuzai (The Atonement), difilmkan. Namun, tidak seperti Confessions, Shokuzai tidak diadaptasi menjadi film layar lebar, melainkan menjadi mini seri berjumlah lima episode yang ditayangkan oleh channel WOWOW. Kali ini, orang yang bertugas mengadaptasi novel ini ke layar kaca adalah Kurosawa Kiyoshi, yang sebelumnya sudah sering menyutradarai beberapa film yang sudah diakui kualitasnya, seperti Tokyo Sonata dan Cure.

Shokuzai sendiri masih memiliki kemiripan dengan Confessions, yaitu sama-sama bercerita tentang seorang ibu yang anak perempuannya dibunuh. Anak perempuan tersebut bernama Emiri yang merupakan seorang murid baru (kelas 4 SD) di suatu sekolah. Pada suatu hari, ketika ia sedang bermain dengan empat orang temannya, seorang pria menghampiri mereka. Pria (yang wajahnya tidak diperlihatkan) tersebut mengatakan ia sedang membetulkan kipas yang ada di gymnasium sekolah mereka, dan ia meminta tolong Emiri untuk membantunya karena ada bagian yang tidak bisa ia jangkau. Emiri lalu pergi bersama pria itu. Namun, setelah beberapa lama, Emiri tidak kembali juga. Empat temannya yang khawatir pun lalu menyusul ke gymnasium. Dan sesampainya di sana, Emiri sudah terbujur kaku di lantai gymnasium tersebut.

Adachi Asako (Koizumi Kyoko) yang merupakan ibu dari Emiri tidak sanggup menerima kenyataan atas kematian putrinya tersebut. Belum lagi, pelaku pembunuhan anaknya sama sekali tidak tertangkap, dan empat teman Emiri yang merupakan saksi mata pelaku pembunuhan Emiri mengatakan mereka tidak ingat dengan wajah pembunuh tersebut. Pada suatu hari, tepatnya pada hari ulang tahun Emiri, Asako mengundang empat orang teman Emiri tersebut ke rumahnya. Rupanya Asako tidak bisa memaafkan mereka berempat. Pada pertemuan tersebut Asako berkata pada mereka: “I won’t forgive you. Find the suspect for me. Otherwise, you’ll have to pay. Until the crime solve, I’ll never forgive any of you. You can’t escape from your sins.”

15 tahun berlalu setelah perjanjian tersebut. Empat orang teman Emiri telah tumbuh dewasa dan memiliki kehidupan masing-masing. Yang pertama adalah Kikuchi Sae (Aoi Yu), yang punya ketakutan tertentu terhadap laki-laki dan punya semacam kelainan di mana ia tidak bisa mengalami menstruasi. Yang kedua adalah Shinohara Maki (Koike Eiko), yang berprofesi sebagai guru SD yang galak dan pada suatu hari mendapat banyak perhatian setelah ia menyelamatkan murid-muridnya dari serangan pria tak dikenal. Yang ketiga adalah Takano Akiko (Ando Sakura), perempuan yang sejak kematian Emiri menjadi anti memakai pakaian yang cantik dan menganggap dirinya sendiri adalah beruang. Lalu terakhir adalah Ogawa Yuka (Ikewaki Chizuru), pemilik toko bunga yang punya kecemburuan tertentu terhadap kakaknya dan punya perhatian khusus terhadap polisi. Setiap tokoh dieksplor dalam setiap episode secara bergantian (jadi episode pertama fokusnya sama Aoi Yu, episode 2 Koike Eiko, dst). Dan di setiap episodenya, tokoh-tokoh tersebut melakukan suatu hal mengejutkan yang mereka anggap sebagai penebusan dosa atas kematian Emiri.

Shokuzai adalah salah satu dorama yang sudah saya tunggu-tunggu sejak dorama ini belum tayang. Selain karena faktor pengarang Confessions dan Kurosawa Kiyoshi, yang membuat saya tertarik pada dorama ini adalah jajaran castnya yang luar biasa. Kebanyakan pemainnya adalah aktor dan aktris yang lebih sering bermain di film ketimbang dorama. Contohnya adalah Koizumi Kyoko (Hanging Garden, Tokyo Sonata), Aoi Yu (Hana and Alice), Koike Eiko (2LDK), Ando Sakura (Love Exposure), dan Ikewaki Chizuru (Josee the Tiger and the Fish). Pemain-pemain pembantunya pun top semua, mulai dari Moriyama Mirai, Kase Ryo, Ito Ayumi, Arai Hirofumi, sampai Kagawa Teruyuki. Dan untungnya saya tidak dikecewakan oleh nama-nama hebat tersebut.

Seperti kebanyakan film-filmnya Kurosawa Kiyoshi (yang sering membuat film horror/thriller), dorama ini memiliki aura yang suram dan kelam. Warna yang dipakai cenderung gelap, dan semakin mendukung atmosfir kelamnya. Alurnya sedikit lambat, tapi tidak membosankan dan malah memperkuat intensitas ketegangannya. Sinematografinya pun sangat mengagumkan, dan membuat dorama ini tidak terlihat sebagai sekadar tayangan televisi karena kualitas gambarnya yang sudah seperti kualitas gambar pada film layar lebar.

Yang paling saya kagumi dari dorama ini adalah proses pembangunan karakternya yang meskipun terlihat perlahan-lahan tetapi pasti. Di setiap episodenya setiap karakter diperkenalkan. Dan dengan memakai sedikit flashback, kita bisa melihat bahwa kepribadian mereka semuanya terbentuk dari kejadian 15 tahun yang lalu, bahkan untuk karakter Yuka (Ikewaki Chizuru) sekalipun yang mengatakan bahwa ia tidak peduli dengan hal tersebut. Semua karakternya tidak diperlihatkan bersih dan suci. Bahkan untuk karakter Asako sang ibu, yang sebenarnya punya andil dalam kematian putrinya, karena belakangan diketahui bahwa kematian putrinya masih memiliki hubungan dengan masa lalunya sendiri. Makanya, shokuzai atau “the atonement” di sini tidak hanya berlaku bagi empat orang teman Emiri saja, melainkan juga pada karakter Asako sendiri. Well, kalo suka sama tontonan yang rada nyikologis, dorama ini tentunya sangat wajib ditonton karena kita bisa melihat bahwa sebuah kejadian bisa mempengaruhi kepribadian berbagai macam orang dengan cara yang berbeda.

Setiap episode dalam dorama ini memiliki cerita yang berdiri sendiri tapi tetap bersinggungan. Dan masing-masing episodenya memiliki cerita yang sangat menarik. Tapi kalo disuruh milih, favorit saya adalah episode pertama (French Doll) dan episode ketiga (Bear Siblings). Dua episode tersebut menurut saya yang paling menarik dan paling menegangkan. Apalagi episode pertama yang menampilkan Aoi Yu, yang menurut saya serem abis. Para pemain dalam dorama ini semuanya menampilkan akting yang bagus dan memukau. Ekspresi-ekspresi yang ditampilkan, kekosongan yang mereka alami, semuanya ditampilkan secara pas dan tidak berlebihan. Dari lima pemeran utama sampai peran-peran pembantu, semuanya menampilkan akting yang cemerlang.

Secara keseluruhan, dorama ini adalah salah satu dorama paling berkesan di tahun 2012 ini. Dan meskipun tahun 2012 baru berjalan dua bulan, sudah pasti saya akan memasukkan dorama ini ke list dorama terbaik tahun 2012. Satu-satunya kelemahan dorama ini menurut saya hanya pada bagian endingnya. Endingnya tetep bagus sih, dan sepertinya memang seperti itulah dorama ini harus berakhir (dan endingnya itu…ironis sekali). Tapi, kalo dibandingin sama episode-episode sebelumnya, menurut saya kualitas episode ini jadi rada menurun dan kalah sama episode-episode sebelumnya. Padahal saya berharap episode akhir ini menjadi puncak dari semua episodenya. Jadi, 4,5 bintang deh untuk dorama ini. Highly recommended.

Rating : 1 2 3 4 4,5 5

Read Full Post »

Saya adalah penggemar kata-kata. Saya sering kali terkagum-kagum ketika melihat bahwa satu buah kata saja bisa dikembangkan menjadi banyak hal, termasuk menjadi tema film. Sutradara asal Korea Selatan bernama Park Chan-wook mungkin adalah salah satu orang yang berhasil mengembangkan satu buah kata ke dalam media film. Dan tidak tanggung-tanggung, tidak hanya satu film saja yang ia buat, tapi tiga film! Dan tiga film dengan cerita berbeda tersebut semuanya sama-sama bersumber dari satu kata saja, yaitu kata vengeance (sengaja pake istilah Inggrisnya, karena kalo dibahasa Indonesia-kan maka artinya jadi pembalasan dendam, dan jadinya dua kata dong, hehehe). Tiga film yang kemudian terkenal dengan sebutan Vengeance Trilogy tersebut masing-masing memiliki judul “Sympathy for Mr. Vengeance”, “Oldboy”, dan terakhir “Lady Vengeance”. Namun, yang akan saya bahas kali ini adalah film pertamanya yang berjudul “Sympathy for Mr. Vengeance”, sekaligus film terakhir yang saya tonton dari trilogi ini (urutan nonton: Oldboy -> Lady Vengeance -> Sympathy for Mr. Vengeance).

Alkisah dalam film ini ada seorang adik yang sangat menyayangi kakaknya. Adik tersebut bernama Ryu (Shin Ha-kyun), yang merupakan seorang penderita bisu-tuli. Kakak yang disayanginya ini terserang penyakit gagal ginjal. Karena sayang banget sama kakaknya, tentunya Ryu pun bertekad untuk menyumbangkan ginjalnya dong. Namun, sayangnya, golongan darah yang berbeda membuat Ryu tidak boleh mendonorkan ginjalnya tersebut. Dan sialnya, pada saat itu belum ditemukan pendonor baru untuk kakaknya. Padahal Ryu punya uang sebesar 10 juta Won yang bisa ia gunakan untuk membayar si pendonor. Di tengah keresahan hati Ryu akibat tidak adanya pendonor, ia melihat sebuah stiker yang memuat iklan tentang pasar gelap yang menjual organ tubuh manusia. Karena ingin kakaknya cepat-cepat sembuh, maka tanpa berpikir panjang Ryu pun menghubungi pasar gelap tersebut. 10 Juta Won yang ia miliki ternyata tidak cukup untuk membeli ginjal dari pasar gelap tersebut. Si penjual pun berkata bahwa Ryu bisa mendapatkan ginjal yang ia mau jika ia mau membayar uang tersebut beserta ginjal yang ia miliki. Demi kakaknya, ia pun mau menyumbangkan ginjal miliknya kepada pasar gelap tersebut. Setelah ginjalnya diambil, bangun-bangun ia mendapati dirinya dalam keadaan telanjang bulat dan para penjual organ tubuh tersebut menghilang beserta uang dan ginjal miliknya tersebut. Yeah, ia ditipu sodara-sodara. Dan yang paling naas adalah, setelah kejadian itu, dokter sang kakak memberitahu Ryu bahwa akhirnya ada pendonor yang mau menyumbangkan ginjalnya untuk sang kakak. Ryu hanya bisa terpaku mendengar hal itu. Ia sudah tidak punya uang lagi untuk membayar pendonor tersebut. Dan tentunya mendapatkan uang sebesar 10 juta won itu bukanlah hal yang mudah. Uang 10 juta won yang ia miliki sebelumnya pun ia dapatkan karena perusahaan tempat ia bekerja memecatnya (alias uang pesangon).

Ketika memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang yang baru, Yeong-mi (Bae Doo-na) yg merupakan kekasih Ryu memberi Ryu ide untuk menculik anak perempuan dari Park Dong-jin (Song Kang-ho), mantan bos yang telah memecatnya tersebut. Awalnya Ryu menolak hal tersebut. Namun, Yeong-mi meyakinkan bahwa hal tersebut tidak akan menimbulkan kerugian apa-apa. Tinggal culik -> minta tebusan pada sang ayah-> diberi uang tebusan -> kembalikan si anak pada ayahnya. Terdengar mudah bukan? Toh si ayah adalah orang kaya. Kehilangan uang sebesar 10 juta won tidak akan membuatnya menjadi miskin. Akhirnya Ryu menyetujui ide tersebut. Penculikan pun dimulai. Namun, sebuah rencana tidak akan menjadi semudah kelihatannya ketika dilakukan bukan? Ya, penculikan yang ia lakukan kemudian berjalan tidak sesuai rencana. Sesuatu terjadi pada si anak, dan pembalasan dendam pun dimulai…

Menurut saya, film ini sangat berhasil dalam menggambarkan dendam dan akibatnya jika dendam tersebut dibalaskan. Pada awalnya, pas pertama nonton saya sempet dibikin ngantuk sama film ini. Dan baru 15 menit nonton saya langsung matikan filmnya. Mungkin karena waktu itu saya nonton pas mood-saya lagi gak tepat buat nonton tipe film sepi kayak gini ya, hehe. Ketika akhirnya saya mencoba menonton kembali film ini (yang adalah beberapa bulan setelah yang pertama itu :D), saya dibuat terhipnotis oleh cara penyampaian film ini. Film ini adalah sebuah film yang setelah menontonnya saya merasakan perasaan seperti…err..patah hati? Rasanya sedih banget di dada ini. Sedih di sini tidak sama seperti perasaan sedih ketika menonton film sedih yang mendayu-dayu ya. Namun sedih di sini lebih mirip kayak waktu abis nonton film All About Lily Chou-Chou. NYESEK! Nah, itu dia kayaknya kata yang lebih pas untuk menggambarkan perasaan saya setelah nonton film ini 😀

Melalui film ini, saya jadi mengerti kenapa orang-orang bijak selalu memberi nasihat agar kita jangan mudah mendendam. Kenapa? Karena dendam adalah suatu hal yang tidak akan pernah berujung. Ketika kita melakukan hal yang buruk pada seseorang, akan ada orang lain yang akan membalaskan perbuatan buruk kita tersebut. Dan setelah itu, akan ada orang lain juga yang akan membalaskan perbuatan orang yang membalaskan perbuatan buruk kita tersebut. Ribet ya? Hehe. Tapi itulah dendam. Seperti lingkaran setan yang tidak berujung. Ketika sebuah dendam dibalaskan, bukan berarti semua hal jadi selesai begitu saja. Yang ada, masalah-masalah baru yang akan muncul. Ya, setidaknya itulah yang saya tangkep dari film ini :D.

Dan faktor utama yang membuat film ini jadi sungguh menyesakkan jiwa adalah, karena pelaku-pelaku pembalas dendam dalam film ini pada dasarnya adalah orang-orang yang baik. Ryu dan Dong-jin itu adalah orang baik. Dan pembalasan dendam tersebut dilakukan semata-mata karena satu hal, yaitu kasih sayang mereka pada masing-masing orang yang mereka cintai. Saking sayangnya sama kakaknya, Ryu rela menyumbangkan ginjalnya pada orang tak dikenal. Saking sayangnya pada anaknya, Dong-jin rela untuk tidak melapor polisi dan menuruti perintah penculik demi keselamatan anaknya. Ketika segala hal tersebut tidak berjalan sesuai rencana dan menimbulkan hal yang buruk pada masing-masing orang yang mereka sayangi, perasaan dendam pun tumbuh di hati mereka.  Dari situlah mungkin judul film itu tercipta. Kita tidak bisa memihak mana yang salah dan mana yang benar di sini. Namun, kita sama-sama merasakan perasaan simpati kepada kedua tokoh yang berlawanan ini.

Dari segi thriller-nya, mungkin film ini tidak se-thrilling dan se-shocking Oldboy ya. Film ini menurut saya tergolong thriller yang sepi. Adegan-adegan berdarahnya tetap ada sih, dan ada beberapa adegan yang membuat emosi saya serasa diaduk-aduk, biarpun adukannya tidak sekencang Oldboy :D. Tapi menurut saya bukan itu poin dari film ini. Film ini seperti lebih ingin menunjukkan konsekuensi dari pembalasan dendam, dan bukan proses pembalasan dendam seperti pada Oldboy. Film ini juga lebih menunjukkan bagaimana kondisi psikologis para pelaku pembalas dendam, bahwa orang-orang baik seperti mereka saja bisa berubah dan mampu melakukan apa saja, termasuk hal-hal yang melampaui batas moral, ketika dendam tumbuh di hati mereka.

Overall, saya sangat menyukai film ini. Film ini cocok untuk ditonton oleh para penyuka film thriller, terutama thriller yang gak asal menegangkan saja, tapi juga bikin mikir. Ja, 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

1. Hello Ghost (South Korea, 2010)

Well, saya nonton ini karena katanya ini film komedi dan kebetulan otak saya lagi mumet dan saya lagi butuh sesuatu yang bisa bikin saya ketawa. Apalagi nama Cha Tae-Hyun (My Sassy Girl) sebagai pemeran utamanya semakin membuat saya yakin bahwa film ini akan menjadi sangat menghibur. Hello Ghost sendiri bercerita tentang seorang pria sebatang kara bernama Sang-man yang baru saja gagal bunuh diri. Setelah kegagalannya tersebut ia jadi bisa melihat makhluk halus. Ada empat hantu yang bisa dilihatnya, dan keempat hantu ini selalu mengikutinya ke sana ke mari. Karena hantu-hantu tersebut selalu membuatnya kerepotan (karena selain mengikuti, mereka juga selalu meminjam tubuh Sang-man), Sang-man lalu berjanji untuk memenuhi keinginan mereka yg belum terpenuhi asalkan mereka mau pergi setelah Sang-man memenuhi janjinya tersebut. Lalu bagaimana selanjutnya? Apakah Sang-man berhasil memenuhi janjinya? Apakah hantu-hantu tersebut akan pergi dari kehidupan Sang-man? Well, pas menit-menit pertama nonton saya rada kecewa sama film ini, karena tadinya saya membayangkan film ini akan berhasil mengocok perut saya. Kenyataannya? Tidak ada satupun tawa keluar dari mulut saya. Jadi filmnya jelek pris? Nggak kok. Bagian komedi-nya menurut saya memang gagal (tapi selera humor setiap orang pasti berbeda-beda kan?) dan menurut saya film ini rada membosankan di satu jam pertama. Tapi tunggu dulu, bersabarlah menunggu akhirnya. Awalnya saya udah mau ngasih penilaian rendah ke film ini, tapi begitu sampai ke bagian akhir, saya benar-benar dikejutkan oleh endingnya yang tidak terduga dan sangat mengharukan. Dan ekspresi datar saya selama menonton film ini tiba-tiba berubah aja dong menjadi ekspresi mewek karena endingnya tersebut. Kekuatan film ini memang ada pada endingnya, yang menjadikan film ini menjadi membekas di hati dan tidak hanya sekadar numpang lewat saja. Oh ya, kabarnya Chris Colombus (Harry Potter 1 & 2) tertarik untuk membuat adaptasi dari film ini loh 😀 3,75/5

2. Lars and The Real Girl (2007)

Lars (Ryan Gosling), adalah seorang pria antisosial yang senang sekali menyendiri. Saking antisosialnya, diajak makan sama kakak iparnya sendiri, harus dipaksa dengan berbagai macam cara terlebih dahulu. Lalu bagaimana jika seorang antisosial seperti Lars tiba-tiba punya pacar? Semua orang tentunya akan senang karena itu artinya Lars mulai membuka diri pada orang lain. Namun ternyata, ‘pacar’ di sini bukanlah manusia normal seperti yang kita kira. ‘Pacar’ baru Lars ini memang cantik (mirip Angelina Jolie kalo kata saya), tapi dia hanyalah berupa boneka plastik (sex doll gitu namanya) yang tentunya sama sekali bukan makhluk bernyawa. Tapi Lars menganggap Bianca (nama boneka tersebut) benar-benar hidup, dan sifat antisosialnya mulai sedikit berkurang sejak ada Bianca. Lalu, apa yang selanjutnya akan terjadi? Apakah Lars akan sadar bahwa Bianca hanyalah sebuah boneka? Apakah ia akan menemukan perempuan nyata yang sebenarnya? Menurut saya, ide cerita film ini sangat menarik. Saya juga suka akting Ryan Gosling di sini, yang rada beda sama aktingnya di film-filmnya yang lain (The Notebook, Blue Valentine). Menurut saya, yang menarik dari film ini adalah bagaimana perlakuan orang-orang di sekitar Lars di mana mereka sama sekali tidak mencemooh keanehan yang ada pada diri Lars, melainkan malah ikut berakting menganggap Bianca benar-benar ada demi ‘kesembuhan’ Lars.  Tapi biarpun ide ceritanya sangat menarik, sayangnya film ini disajikan dengan sangat datar sehingga filmnya jadi rada membosankan dan bikin saya hampir ketiduran berkali-kali. Konflik yang ada terasa kurang nendang dan datar. Padahal dengan ide cerita yang unik tadi, menurut saya film ini masih bisa dibuat jadi lebih menarik lagi. 3/5

 3. Triangle (2009)

Doyan film yang mengandung banyak twist tak terduga? Silakan tonton film ini, karena twist yang ada di sini tidak hanya muncul sekali atau dua kali, melainkan banyak. Menonton film ini rasanya seperti sedang menelusuri sebuah lingkaran setan yang tidak pernah berujung (yeah, biar judulnya “segitiga”, tapi kan sama-sama gak berujung juga yes?). Bercerita tentang seorang perempuan bernama Jess (Melissa George), yang suatu hari pergi berlayar bersama teman-temannya. Lalu, di tengah laut tiba-tiba badai menyerang dan menyebabkan kapal yang mereka naiki tidak bisa digunakan lagi. Di tengah kebingungan mereka, tiba-tiba ada kapal pesiar besar mendekati mereka. Apakah itu menandakan mereka beruntung? Tidak juga, karena segala keanehan mulai terjadi begitu mereka menaiki kapal yang tidak terlihat di mana penghuninya tersebut. Sosok misterius muncul dan menyerang mereka semua. Jess menjadi satu-satunya yang bertahan. Lalu, apakah penderitaan Jess di kapal tersebut akan berakhir? Yap, saya sudahi ceritanya di sini karena takutnya bakalan spoiler. Biarpun ratingnya di IMDb hanya 6,8,  menurut saya ini adalah salah satu thriller terbaik yang pernah saya tonton. Film ini memang bukan tipe film yang memperlihatkan banyak darah. Unsur ketegangan yang dihadirkan pun tidak tergolong dahsyat (tapi saya lumayan tegang nontonnya). Lalu, apa kelebihan dari film ini? Ya itu tadi, twist-twist tidak terduga dan teka-teki yang terkandung dalam film ini. Yang nonton pasti akan dibuat bingung dan pasti akan ngedumel dalam hati: “kok bisa gitu? Kok bisa gini?” Tapi tunggu dulu, perhatikan film ini dengan baik-baik. Banyak detail kecil yang mungkin terlihat tidak penting, tapi rupanya merupakan kunci untuk menjawab misteri yang ada dalam film ini. Film ini juga mengandung banyak penyimbolan (dari judulnya aja udah kerasa penyimbolannya) yang menjadikan film ini tidak berakhir sebagai sekadar thriller biasa. Yeah overall film ini menurut saya bukan film yang cuma bisa sekadar asal ditonton, tapi juga harus dipecahkan (teka-tekinya), karena film ini sama sekali tidak menyediakan jawaban langsung seperti film-film bertwist kebanyakan. Film ini hanya menyediakan petunjuk-petunjuk. Dan ketika kita berhasil menemukan jawabannya, kamu akan merasakan sebuah sensasi kepuasan yang akan membuat kamu terkagum-kagum pada film ini. 4/5

Read Full Post »

Jadi ceritanya saya sedang malas menulis review dan malas menulis tulisan yang panjang-panjang, tapi tampaknya udah jadi semacam kebutuhan untuk tidak membiarkan blog ini ditelantarkan begitu lama. Jadi seperti pada postingan yang ini, kali ini saya akan menulis review pendek dari beberapa film (tepatnya 3 film) yang saya tonton belakangan ini. CATATAN: film-film di bawah ini tidak akan saya buatkan review versi panjangnya.

1.  A Tale Of Two Sisters (South Korea, 2003)

Film horror yang berasal dari Asia, tapi bukan dari Jepang ataupun Thailand yang sudah terkenal sebagai penghasil film horror berkualitas, melainkan dari Korea Selatan. Dan ini adalah film horror Korea pertama yang saya tonton. Bercerita tentang sepasang kakak beradik perempuan, Soo-mi (Su-jeong Lim) dan Soo-yeon (Geun-young Moon) yang baru saja kembali ke rumah mereka yang terletak di pedesaan. Di rumah tersebut mereka disambut oleh ibu tiri mereka (Jung Ah-yum), yang tampaknya tidak menyukai kedua kakak beradik itu, dan begitu juga sebaliknya. Setelah kedatangan mereka, mulai muncul kejadian-kejadian aneh di rumah tersebut, seperti penampakan seorang perempuan yang dilihat Soo-mi, serta bibi mereka yang tiba-tiba ‘kesurupan’ saat makan malam bersama mereka. Soo-mi juga menemukan bahwa ibu tirinya tersebut suka menyiksa adiknya, Soo-yeong. Yak, meskipun judulnya film horror, film ini sebenarnya lebih menekankan pada thriller psikologis dibandingkan hal-hal berbau supranatural. Ya, memang ada penampakan hantu dan semacamnya, tapi hanya sedikit dan bukan faktor utama yang menjadikan film ini menjadi horror. Dan daripada menakut-nakuti seperti film-film horror pada umumnya, film ini lebih bertujuan untuk bermain-main dengan pikiran penontonnya. Misteri yang disajikan cukup membuat penasaran, dan endingnya menurut saya tak terduga meskipun awalnya sempat membuat saya bingung. Akting pemainnya pun oke, terutama acting Su-jeong Lim yang pernah saya lihat di film I’m a Cyborg but that’s Ok dan Jung Ah-yum yang berperan sebagai si ibu tiri. Kesimpulannya, buat para penyuka film horror berkualitas, sila tengok film ini : ) 4/5

2. My Brother (South Korea, 2004)

Film Korea lagi. Menonton ini dengan tidak sengaja karena ada di tumpukan dvd pinjeman kakak saya. Dan yeah, nama Won Bin pada covernya lah yang akhirnya bikin saya tertarik nonton film ini ;D Ceritanya tentang sepasang kakak beradik juga kayak film di atas, tapi yang ini laki-laki dan bukan film horror :D. Kalau kakak beradik di A Tale of Two Sisters sangat dekat dan akrab, di sini sebaliknya. Jong-hyun (Won Bin) dan Sung-hyun (Ha-kyun Shin) adalah kakak beradik dengan sifat yang sangat bertolak belakang. Jong-hyun lebih suka berkelahi, sementara Sung-hyun lebih suka  belajar. Dari kecil mereka dibesarkan seorang diri oleh ibu mereka, dan dari kecil Jong-hyun menyimpan kecemburuan pada adiknya yang lebih diperhatikan oleh sang ibu karena Sung-hyun adalah seorang harelip (istilah untuk orang dengan bibir sumbing). Sebenernya film ini biasa aja sih, tapi lumayan mengaduk emosi, terutama di bagian-bagian akhir. Endingnya menyedihkan dan sebenernya udah ketebak sejak lihat adegan pertama dan juga judulnya. But overall, film ini lumayan lah 😀 3/5

3. Crows Zero (Japan, 2007)

Yang ini film Jepang, disutradarai Takashi Miike, dan diperankan oleh Shun Oguri, Takayuki Yamada, dan beberapa aktor lainnya. Bercerita tentang sebuah sekolah bernama Suzuran, sebuah sekolah khusus cowok yang isinya berandalan-berandalan yang tampaknya tak punya hobi lain selain berkelahi. Suzuran ini diisi oleh berbagai macam ‘geng’ yang tidak pernah akur. Lalu muncul Genji (Shun Oguri), murid baru yang datang untuk menaklukan serta menyatukan  semua murid Suzuran. Caranya? Dengan mengalahkan pemimpin-pemimpin geng-geng di sekolah tersebut, terutama mengalahkan Serizawa (Takayuki Yamada) yang disebut-sebut sebagai murid terkuat di Suzuran. Overall film ini cukup menghibur sih. Buat para penyuka film action pasti suka film ini, karena film ini dipenuhi adegan-adegan perkelahian yang keren. Film ini juga memiliki sedikit sentuhan humor, dan saya suka banget karakter yang dimainkan Takayuki Yamada (di mana di sini dia jadi orang terkuat tapi ekspresinya rada-rada bego :D). Tapiiiiiii, meskipun menghibur, tapi saya tidak tahu apa tujuan film ini, menyatukan sekolah dengan cara berkelahi? Sebut saya kuno, tapi menurut saya gak sepantasnya anak-anak SMA ini kerjaannya berkelahi terus, meskipun dengan jalan ini mereka bisa bersatu. Tapi meskipun begitu saya tetep tertarik buat nonton sekuelnya kok. 2,75/5

Read Full Post »

Kasih ibu itu tak terhingga sepanjang masa, kata sebuah lagu. Atas dasar kasih sayang, seorang ibu sering kali mau melakukan apa saja untuk melindungi anaknya, termasuk ketika sang anak dituduh melakukan pembunuhan. Premis dasar itulah yang menjadi ide cerita film asal Korea Selatan berjudul Mother (judul asli: Madeo) ini. Film yang disutradarai oleh Joon Ho-Bong (Tokyo!, The Host) ini bercerita tentang seorang ibu (diperankan Hye-ja Kim) yang merawat anaknya seorang diri. Meskipun sang anak sudah memasuki usia dewasa, sang ibu tetap memanjakannya, bahkan cenderung protektif sehingga membuat sang anak sering kali merasa terganggu. Sikap protektif tersebut sebenarnya wajar, karena Do Joon (nama sang anak, diperankan Won Bin) adalah anak laki-laki yang berbeda dari kebanyakan anak lainnya. Meskipun tidak dijelaskan dalam film ini, melalui tingkah lakunya kita bisa mengetahui bahwa Do Joon adalah seseorang dengan mental yang agak terbelakang. Ia juga memiliki kekurangan lain di mana ia susah mengingat kejadian-kejadian yang baru dialaminya. Karena itulah, meskipun hidup serba kekurangan, sang ibu tetap berjuang keras untuk merawat anaknya dengan sepenuh hati.

Lalu, suatu hari ada suatu kejadian yang menghebohkan daerah di mana ibu dan anak itu tinggal. Sesosok mayat siswi SMU ditemukan di atap sebuah rumah tak berpenghuni, sehingga semua orang di daerah itu dengan mudah bisa melihatnya. Siswi SMU bernama Moon Ah-jung itu diduga kuat merupakan korban pembunuhan, dan malangnya Do Joon kemudian ditetapkan sebagai tersangka utama kasus tersebut. Hal itu terjadi karena di dekat mayat tersebut ditemukan bola golf kepunyaan Do Joon, dan di malam sebelumnya Do Joon memang terlihat sedang membuntuti Ah-jung. Do Joon sendiri tidak ingat sama sekali apa yang ia lakukan semalam, dan dengan paksaan polisi, ia akhirnya terpaksa menandatangani surat pernyataan bahwa ialah pelaku pembunuhan tersebut. Sang ibu tentunya tidak percaya bahwa anaknya tersebut mampu membunuh orang, apalagi Do Joon sama sekali tidak memiliki hubungan apa-apa dengan korban. Berbagai cara ia lakukan untuk membuktikan bahwa anaknya tak bersalah, termasuk dengan meminta Do Joon untuk mengingat-ingat kembali kejadian waktu itu dan mencoba menyewa pengacara termahal di kota tersebut. Namun, hal tersebut tidak menghasilkan apa-apa dan sang ibu kemudian berusaha memecahkan kasus tersebut seorang diri (dibantu sama Jin Tae juga sih, yang merupakan sahabat Do Joon). Untuk menemukan pembunuh sebenarnya, sang ibu kemudian menyelidiki latar belakang Moon Ah-jung, siswi SMU yang dibunuh tersebut. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Apakah Do Joon benar-benar tidak bersalah? Apakah sang ibu berhasil menemukan pelaku yang sebenarnya? Tonton aja deh 😀

Tertarik nonton film ini karena sutradaranya adalah Joon Ho-bong, sutradara Korea yang namanya paling saya inget karena salah dua film yang pernah disutradarainya adalah film-film favorit saya (Tokyo! dan The Host). Selain itu, nama si tampan Won Bin yang sudah lama tak terdengar di kancah pertelevisian / perfilman juga lah yang membuat saya tertarik nonton film ini. Dan satu lagi, film ini banjir awards. Salah satunya, film ini memenangkan kategori Best Film pada ajang Asian Film Awards 2010. Jadi, boleh dong ditonton 😀

Hasilnya, saya sama sekali gak nyesel nonton film ini. Filmnya bagus yaaaa 😀 Memang sih, durasinya menurut saya agak kelamaan (dua jam 8 menit) dan di beberapa bagian bisa bikin bosen. But overall, film ini highly recommended. Buat penyuka film Asia, terutama yang menyukai film dengan tema misteri atau thriller, pasti suka film ini. Yang saya suka dari film ini adalah bagaimana cara sang ibu berjuang untuk menemukan pelaku kasus pembunuhan yang sebenarnya. Melalui penyelidikan yang ia lakukan sendiri (dibantu Jin Tae sih), sedikit demi sedikit ia kemudian menemukan ‘pencerahan’ untuk menemukan pelaku sebenarnya. Dan ketika  kita dibawa ke bagian ending, kita akan dibuat menganga saat dihadapkan pada kenyataan yang sebenarnya. Kayak gimana tuuuh endingnya? Kalo saya sebut jadinya spoiler dong :p. Yang jelas endingnya (gak bener-bener ending sih karena di bagian itu filmnya belum benar-benar berakhir) adalah bagian terbaik dari film ini karena sama sekali gak ketebak dan agak-agak bikin shock. Two thumbs up deh buat endingnya 😀

Selain hal di atas, yang menjadi kelebihan film ini adalah akting para pemainnya, terutama Hye-ja Kim yang berperan sebagai sang ‘mother’ dalam film ini. Gak heran, berkat aktingnya yang hebat di film ini, ia kemudian memenangkan penghargaan sebagai Best Actress dalam Asian Film Awards 2010. Won Bin pun berperan lumayan baik sebagai Do Joon, sang anak yang terbelakang mental (dan dasar orang cakep, meskipun perannya terbelakang mental juga, tetep aja keliatan kiyut :p). Selain mereka berdua, pemeran pendukungnya juga jangan dilupakan. Yang paling menonjol sih Ku Jin yang berperan sebagai Jin Tae, teman Do Joon yang cool dan agak sangar dan sempat dituduh sebagai pelaku sebenarnya oleh sang ibu. Aktingnya lumayan bagus di sini (and he’s kinda hot, you know ;p).

Yak, segini aja deh reviewnya. Melalui film ini kita bisa melihat bahwa kasih sayang yang besar dari seorang ibu pada anaknya dapat membuat seorang ibu mau melakukan apa saja untuk anaknya, meskipun hal yang ia lakukan tersebut bisa dibilang salah. 4 bintang deh buat film ini 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Gak sengaja nonton film ini karena melihat dvd-nya tergeletak di dalam laci meja saya (gak tau punya siapa, kayaknya ini pinjeman dari temen kakak saya, hehe). Pas liat nama sutradaranya, WAAAAAH INI KAN SUTRADARA FILM TOKYO! YANG BARU-BARU INI SAYA TONTON! Yak, yang menyutradarai film ini adalah Joon-ho Bong yang menyutradarai salah satu segmen di film Tokyo! yang berjudul Shaking Tokyo, yang kebetulan merupakan segmen favorit saya. Dan melihat salah satu nama pemainnya, ada Bae Doona juga yang baru-baru ini saya lihat di film Jepang berjudul Linda Linda Linda dan aktingnya di situ menurut saya bagus banget. Jadi tanpa pikir panjang, saya langsung nonton film ini 😀

The Host adalah sebuah film monster. Tapi menurut saya film ini lebih dari sekedar film monster biasa. The Host adalah sebuah film yang dapat membuat penontonnya merasakan berbagai macam emosi, seperti tertawa, terharu, sekaligus tegang. Diceritakan di bagian awal film ini, di markas militer Amerika yang bertempat di Korea, ada seorang professor yang membuang isi dari sebotol zat kimia yang kemudian mengalir ke sebuah sungai bernama sungai Han. Beberapa tahun kemudian, timbul kehebohan di sekitar sungai tersebut. Sesosok monster tiba-tiba muncul dari dalam sungai dan menyerang banyak orang yang berada di sekitar sungai tersebut. Park Gang-du (Kang-ho Song) harus kehilangan anak perempuan semata wayangnya, Hyun-seo (Ah-sung Ko), yang dimakan oleh monster tersebut. Setelah kejadian tersebut, bersama dengan ayah dan kedua adiknya, Nam-joo (Bae Donna) dan Nam-il (Hael-il Park), Gang-du kemudian dipindahkan ke tempat yang aman. Dan, karena Gang-du terkena darah si monster, dengan terpaksa ia harus dipindahkan ke rumah sakit karena disinyalir monster tersebut memiliki virus yang dapat menyebar. Saat tengah malam, Gang-du dikejutkan dengan suara ponselnya dan yang menghubunginya tersebut adalah Hyun-seo, putrinya yang dikiranya sudah meninggal tersebut. Dari obrolan singkat tersebut, Gang-du kemudian mengetahui bahwa putrinya selamat dan berada di dalam  sebuah terowongan dan tidak bisa keluar. Gang-du pun menceritakan hal tersebut pada pihak rumah sakit, namun pihak rumah sakit tidak percaya dan menuduh Gang-du hanya berilusi. Namun, ayah dan kedua adiknya mempercayai Gang-du dan karena tidak ada siapa pun yang mau membantu, mereka berempat kemudian kabur dari rumah sakit dan berniat mencari dan menyelamatkan Hyun-seo. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah mereka akan berhasil menyelamatkan Hyun-seo? Apakah monster tersebut akan berhasil dimusnahkan? Dan apakah virus tersebut benar-benar ada? Ayo deh tonton aja 😀

Seperti yang saya bilang di atas, film ini merupakan paket komplit karena berhasil menimbulkan berbagai macam emosi bagi yang menontonnya. Komedinya ada, dramanya ada, dan serem-seremnya juga ada, dan semua unsur di dalamnya terasa sangat pas sekali, gak kurang dan gak lebih. Komedinya ditampilkan melalui karakteristik dan dialog-dialog para anggota keluarga ini, yang semuanya berhasil memancing tawa. Apalagi karakter Gang-du ini benar-benar lucu dan dialah faktor pemancing tawa terbesar di film ini. Gang-du diceritakan sebagai seseorang yang agak bodoh dan polos (dan kerjaannya tidur terus), tapi meskipun begitu dia adalah ayah yang sangat mencintai anaknya. Makanya saya terharu banget liat perjuangannya untuk menyelamatkan anaknya tersebut. Selain itu, yang membuat film ini bagus adalah drama keluarganya. Keluarga Park ini bisa dibilang tidak sempurna, kadang saling bertentangan, tapi mereka semua bersatu padu untuk menyelamatkan Hyun-seo. Setelah mereka terpisah-pisah pun, perjuangan mereka tetap tidak berhenti dan mereka tetap berusaha menyelamatkan Hyun-seo.

Semua pemeran bermain dengan sangat baik di film ini. Hie-bong Byeon yang berperan sebagai ayah Gang-du dan Hae-il Park yang berperan sebagai Nam-il sangat pas memerankan perannya masing-masing. Begitu juga dengan Bae Donna, yang meskipun tidak terlalu banyak bicara di sini, tapi perannya termasuk cool sekali sebagai seorang atlet pemanah (dan pas memanah keren banget :D). Ah-sung Ko yang berperan sebagai si kecil Hyun-seo pun menunjukkan akting yang sangat baik. Tapi yang paling cemerlang di sini tentunya adalah Kang-ho Song yang berperan sebagai Gang-du. Saya suka banget sama akting sekaligus karakternya 🙂

Monsternya sendiri, wow jelek banget dan bener-bener menjijikan. Special effectnya menurut saya lumayan bagus, meskipun di bagian awal-awal ada beberapa adegan yang keliatan banget boongannya, tapi overall makin ke sana makin keliatan real. Dan beberapa adegan yang menampilkan monster ini berhasil menimbulkan ketegangan yang lumayan. Selain hal-hal tersebut, terdapat muatan politis juga dalam film ini, dari awal sudah jelas film ini menyindir Amerika yang sering ‘seenaknya’ terhadap negara lain (terbukti dari yang membuang zat kimia yang menghasilkan monster tersebut adalah orang Amerika).

Yak, segini aja review saya. Menurut saya film ini sangat menghibur dan bisa dinikmati siapa saja. Film ini juga memiliki pesan yang sangat bagus mengenai pentingnya suatu keluarga, dan juga mengajarkan keberanian. Satu lagi kelebihan film ini, karakternya bukan tipe karakter ‘jagoan’ seperti di film-film action. Mereka hanya orang biasa, namun keberanian (serta kasih sayang keluarga) lah yang mengantarkan mereka sampai situ. Oh iya, ternyata film ini juga termasuk film yang sangat laris di Korea sana. Dan tidak hanya laris saja, film ini juga terbukti kualitasnya karena berhasil memenangkan berbagai macam awards, salah satunya adalah pada kategori Best Film di Asian Film Awards 2007. 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Older Posts »