Feeds:
Posts
Comments

Archive for April, 2012

Setiap orang pasti memiliki satu atau beberapa hobi. Ada yang punya hobi membaca buku, menonton film, mengoleksi perangko, dan berbagai macam hobi lainnya. Namun, ada satu orang yang sama sekali tidak memiliki hobi apa-apa. Dia adalah Kiriyama Shuichiro (Odagiri Joe), seorang polisi yang bekerja di divisi Limitation Task Force (divisi yang tugasnya mengurus arsip-arsip kasus yang sudah kadaluarsa, divisi paling membosankan di kepolisian tampaknya). Karena tidak punya hobi itu adalah sesuatu yang buruk, maka Kiriyama pun berusaha mencari sesuatu yang bisa dijadikan hobi baginya. Setelah berpikir keras, akhirnya Kiriyama menemukan suatu hobi yang cocok baginya. Hobi tersebut adalah: menyelidiki kasus yang sudah kadaluarsa.

Di Jepang, suatu kasus memiliki batas waktu selama 15 tahun. Jika 15 tahun sudah berlalu dan kasusnya tetap tidak terpecahkan, maka kasus tersebut akan kadaluarsa. Dan meskipun pelaku kasus tersebut ketahuan setelah itu, si pelaku tetap tidak akan bisa dipenjara. Pada dorama ini, Kiriyama berusaha menyelidiki kasus-kasus yang sudah kadaluarsa sebagai hobinya. Dan karena hal itu ia lakukan sebagai hobinya, maka Kiriyama tidak pernah terobsesi untuk menangkap penjahatnya (karena sudah kadaluarsa pula). Ia hanya ingin mengetahui kebenaran atas kasus tersebut. Kiriyama sendiri tidak pernah sendirian dalam melaksanakan hobinya. Ia biasa ditemani oleh Mikazuki Shizuka (Aso Kumiko), polisi wanita dari divisi lalu lintas yang keliatannya naksir Kiriyama (karena sangat sering mampir ke divisi Limitation Task Force). Berdua, mereka berusaha mencari-cari petunjuk mengenai kasus-kasus yang telah kadaluarsa. Dan yang menarik, setelah pelaku dari kasus-kasus tersebut berhasil ketahuan, Kiriyama selalu memberikan kartu bertuliskan “I won’t tell anybody” kepada si pelaku, sebagai tanda bahwa identitas mereka sebagai pelaku akan dirahasiakan oleh Kiriyama. Lalu, kasus-kasus kadaluarsa macam apakah yang akan diselidiki Kiriyama? Apakah suatu saat ia akan bosan dengan hobinya tersebut? Tonton aja deh 😀

Menonton Jikou Keisatsu (judul bahasa Inggris: Time Limit Investigator) karena tertarik dengan premisnya: menyelidiki kasus yang sudah kadaluarsa sebagai hobi? Kurang kerjaan banget ya kelihatannya? Apalagi walaupun pelakunya ketahuan, Kiriyama tetap tidak bisa melakukan apa-apa untuk menangkap penjahatnya. Terlihat tidak berguna bukan? Tapi, namanya juga hobi. Kadang-kadang hobi sering kali tidak menghasilkan apa-apa, namun hal tersebut tetap akan menimbulkan kepuasan di hati ini. Begitu juga yang terjadi dengan Kiriyama. Dorama ini sendiri punya pola yang sama seperti dorama detektif pada umumnya, di mana ada satu kasus yang diselidiki dalam satu episode. Semua kasus yang diselidiki di sini adalah kasus yang sudah kadaluarsa, tapi ada juga satu episode yang berbeda dengan yang lainnya, yaitu di episode 6 ketika Kiriyama menyelidiki sebuah kasus yang beberapa hari lagi akan kadaluarsa.

Selain premisnya yang menarik dan orisinil, kelebihan lain pada dorama ini juga terletak pada unsur komedinya. Ya, berhubung dengan hal itu, tidak aneh unsur komedinya menonjol karena dorama ini ditulis dan disutradarai oleh Miki Satoshi. Mengenai sutradara ini sudah sering saya singgung di beberapa review sebelumnya (seperti Atami no Sousakan & Adrift in Tokyo). Sama seperti di film-filmnya yang lain, Miki Satoshi masih mengandalkan humor-humor random tidak penting di dorama ini. Hal itu bisa dilihat melalui tingkah Kiriyama dan rekan-rekannya di divisi Limitation Task Force, di mana mereka sering sekali meributkan hal-hal yang tidak penting. Misalnya di episode satu, ketika Matarai-san (Fuse Eri) tidak sengaja menemukan sertifikat pernikahan yang belum diisi di suatu tempat. Dan pada saat itu, mereka malah meributkan siapa yang akan mengisi sertifikat tersebut, yang berujung dengan jan ken pon (selain gak penting, hal itu juga menandakan bahwa divisi itu kebanyakan nganggurnya daripada kerja). Namun, tidak seperti Atami no Sousakan yang memiliki penulis dan sutradara tunggal, dorama ini tidak hanya disutradarai oleh Miki Satoshi seorang (meskipun yang paling banyak berperan di sini adalah Miki Satoshi). Masih ada beberapa sutradara lain yang turut menulis dan menyutradarai dorama berjumlah sembilan episode ini. Salah satunya adalah sutradara Jepang terkenal Sono Sion (Suicide Club, Love Exposure) yang ikut menulis dan menyutradarai salah dua episodenya (episode 4 & episode 6). Namun, meskipun ditulis dan disutradarai oleh beberapa sutradara, gaya humor di semua episodenya kurang lebih serupa dan Miki Satoshi banget.

Selain hal-hal di atas, akting dan karakterisasi adalah salah satu hal yang paling menarik dari dorama ini. Sulit sekali untuk tidak jatuh cinta pada Odagiri Joe di sini. Kiriyama’s character is sooooo cute and lovable. Odagiri Joe emang cocok buat peran cowok polos macam Kiriyama (teringat Satorare). Sifatnya yang polos dan rasa ingin tahunya yang besar bener-bener bikin saya gemes. Saya juga suka banget sama perkembangan karakter Kiriyama. Meskipun dia tampak bersenang hati melakukan hobi anehnya, tapi ada juga saat-saat di mana dia merasa muak dengan hobinya tersebut. Misalnya di episode 6, ketika dia mulai muak karena selalu memecahkan sebuah kasus pada waktu yang sudah terlambat. Apalagi, seperti hobi lainnya, hobi Kiriyama pun turut memakan biaya. Selain Odagiri Joe, Aso Kumiko juga berakting baik di sini. Dan saya rada kasihan sama karakter Mikazuki yang naksir banget sama Kiriyama, tapi cowok tersebut gak pernah nyadar (salah sendiri sih naksir cowok polos & bebal macam Kiriyama :D). Pemain-pemain lainnya yang kebanyakan adalah pemain langganan Miki Satoshi seperti Fuse Eri dan Iwamatsu Ryo (yang turut menyutradari salah satu episodenya) pun turut bermain dengan baik di sini, dan semakin menambah kelucuan dorama ini. Selain pemain utamanya, dorama ini juga turut menghadirkan beberapa bintang tamu di setiap episodenya, seperti Ikewaki Chizuru, Tetsushi Tanaka, Yoshitaka Yuriko, Tomosaka Rie, Nagasaku Hiromi, Ryo, dan beberapa artis lainnya.

Untuk bagian penyelidikannya, penyelidikan yang dilakukan Kiriyama sebenarnya gak hebat-hebat amat. Ia menyelidiki kasus-kasus yang ada di dorama ini dengan cara mewawancarai detektif yang pernah mengurus kasus tersebut serta orang-orang yang terlibat pada kasusnya. Kadang-kadang, obrolan tidak penting antara Kiriyama dan rekan-rekannya sering berguna dan menjadi petunjuk untuk memecahkan kasus yang diselidikinya. Kasus-kasus (yang kebanyakan kasus pembunuhan) yang terjadi di sini pun kebanyakan kasus yang terjadi secara tidak sengaja, tidak dengan trik yang direncanakan matang, tapi malah berakhir menjadi kasus yang tidak terpecahkan. Namun, Kiriyama selalu berhasil menemukan petunjuk yang sebelumnya tidak pernah ditemukan. Petunjuk yang tampak sepele, tapi sebenarnya sangat penting dan berkaitan dengan kasusnya. Pelaku dalam kasus-kasus di dorama ini sendiri sebenarnya sudah ketahuan dari awal episodenya sehingga ini bukan tipe dorama yang bikin kita kaget ketika pelakunya ketahuan, tapi yang menarik adalah cara Kiriyama mendapatkan bukti bahwa orang itulah pelaku tersebut yang disertai dengan beberapa kelucuan.

Well, segini aja review dari saya. Dorama ini recommended buat kamu yang suka dorama detektif atau penyuka film-filmnya Miki Satoshi. Sekadar info, dorama ini juga memilki sekuel yang berjudul Kaette Kita Jikou Keisatsu yang punya format yang hampir sama dengan season pertamanya. Ja, 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Seorang manager night club bernama Bingo Noboru (Tsumabuki Satoshi) suatu hari terkena masalah besar ketika perselingkuhannya dengan Takachiho Mari (Fukatsu Eri), yang merupakan kekasih dari seorang bos mafia (Nishida Toshiyuki) di kotanya, ketahuan.  Ketika Bingo dan Mari sedang menanti hukuman yang akan diberikan si bos mafia tersebut, tiba-tiba Bingo meracau bahwa ia mengenal seseorang bernama Della Togashi. Sebelumnya, Bingo memang sempat mendengar beberapa anak buah si bos mafia tersebut berbicara tentang Della Togashi, yang tampaknya merupakan orang yang sedang mereka cari. Si bos mafia yang mengatakan bahwa dia adalah penggemar dari Della Togashi lalu menyuruh Bingo untuk mencarikan Della Togashi untuknya. Ia memberi waktu Bingo lima hari, dan jika ia berhasil, Bingo akan terbebas dari hukumannya.

Tanpa bosnya ketahui, Bingo sebenarnya berbohong mengenai Della Togashi. Bahkan, ia sendiri tidak tahu Della Togashi itu siapa. Ia mengatakan bahwa ia mengenal orang itu cuma supaya dibebaskan dari hukuman yang akan menimpanya. Mari pun memberitahu Bingo bahwa Della Togashi adalah seorang pembunuh bayaran legendaris. Tidak ada satu orang pun yang mengetahui wujud sebenarnya dari Della Togashi, karena itulah menemukannya dalam waktu lima hari adalah suatu kemustahilan. Ketika sedang mengobrol dengan Natsuko (Ayase Haruka), perempuan yang bekerja di night clubnya, tentang kota tempat mereka tinggal yang pemandangannya seperti setting film, Bingo pun mendapat sebuah ide. Ide tersebut adalah ia akan mencari seorang aktor yang akan memerankan Della Togashi, dan membuat aktor tersebut berpikir bahwa ia sedang syuting film. Aktor yang dipilih Bingo tersebut adalah Murata Taiki (Sato Koichi), seorang aktor yang terbiasa berperan sebagai peran kecil atau sekadar stuntman. Murata yang sedang frustrasi akan karirnya yang begitu-begitu saja pun tertarik pada tawaran Bingo (meskipun Bingo tidak terlihat meyakinkan sebagai sutradara, bahkan menyiapkan skenario pun  ia tidak). Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah rencana Bingo akan berjalan lancar? Apakah identitas Murata sebagai Della Togashi palsu akan ketahuan oleh si bos mafia? Dan apakah Murata akan menyadari bahwa ia tengah bermain di ‘film palsu’?

Menonton film ini karena tertarik dengan premisnya yang tampak menarik. Gimana coba caranya ada orang yang percaya kalo dia lagi syuting film, tanpa skenario (dialognya terserah si aktor, supaya terkesan natural), kamera yang ceritanya tersembunyi (lagi-lagi biar keliatan natural), dan kru yang cuma tiga orang? Terkesan bodoh banget ya? 😀 Namun, itulah yang jadi sumber kelucuan dari film ini. Tingkah laku Murata dalam berakting di sesuatu yang sebenarnya bukan film itu adalah hal terkocak dari film ini (ya, ini adalah film komedi). Dengan mudahnya, ia berhasil ditipu oleh Bingo. Dan walaupun dengan segala kejanggalan-kejanggalan yang ada pada ‘proses syuting’ film tersebut, Murata tetap percaya bahwa ia memang sedang syuting sebuah film. Adegan pertemuan pertamanya dengan si bos mafia adalah adegan paling menarik di film ini, karena berhasil bikin saya deg-degan sekaligus ketawa. Selanjutnya, masih banyak sederet adegan lucu lainnya, apa lagi selanjutnya Murata akan terseret semakin jauh dengan kelompok mafia tersebut. Dan meskipun kemudian ia mengalami beberapa hal berbahaya, ia masih percaya kalau ia sedang syuting film.

Sato Koichi sangat berhasil memerankan karakter Murata, aktor desperate yang berperan sebagai Della Togashi gadungan. Kepolosannya, dan tingkah lakunya yang banyak gaya, membuat karakter ini akan sangat mudah disukai penontonnya. Meskipun terkesan bodoh, tapi nantinya kita akan mengetahui bahwa karakter ini hanyalah orang biasa yang sangat mencintai pekerjaannya sebagai aktor. Karena itulah, tawaran dari Bingo baginya adalah sesuatu yang menumbuhkan kecintaannya kembali pada pekerjaannya, setelah sebelumnya ia sempat mengalami kebosanan karena selalu memerankan peran-peran tak penting di film-film. Tsumabuki Satoshi pun sangat cocok memerankan karakter pecundang macam Bingo. Begitu pula dengan sederet aktor aktris lainnya macam Fukatsu Eri, Nishida Toshiyuki, Ayase Haruka, Terajima Susumu, Kohinata Fumiyo, dan masih banyak yang lainnya. Dan selain unsur komedinya, salah satu hal menarik dari film yang disutradarai oleh Mitani Koki ini memang lah aktor dan aktris yang berperan di dalamnya. Selain pemain-pemain utama yang sudah saya sebutkan sebelumnya, film ini juga memiliki segudang cameo aktor aktris terkenal, seperti Kagawa Teruyuki, Karasawa Toshiaki, Amami Yuki, Tanihara Shosuke, Suzuki Kyoka, Nakai Kiichi, dan masih ada beberapa lagi. Bahkan, sutradara terkenal Ichikawa Kon pun turut meramaikan film ini sebagai cameo (dan di tahun yang sama dengan rilisnya film ini, beliau meninggal dunia sehingga di akhir film ini terdapat kata-kata “in memory of director Kon Ichikawa”).

Kelebihan lain dari film ini adalah settingnya yang tidak seperti di Jepang. Ya, setting film ini tampak seperti setting di film-film barat klasik tahun 20-30an. Selain itu film ini juga dihiasi oleh lagu-lagu berirama jazz yang menambah kesan film barat klasiknya. Kostum yang digunakan para pemainnya pun turut memperkuat kesan tersebut (seperti gaya berpakaian kelompok mafianya yang lebih mirip mafia Eropa daripada mafia asli Jepang seperti Yakuza). Tampaknya film ini memang dibuat sebagai penghormatan terhadap film barat klasik (dan juga untuk menunjukkan keajaiban proses pembuatan film). Namun, meskipun atribut film ini tampak kebaratan-baratan, film ini tetap terlihat wajar dan tidak terkesan maksa (trivia: di bagian credit film ini kita akan diperlihatkan pada klip mengenai proses pembuatan settingnya).

Well, segini aja review dari saya. Secara keseluruhan saya sangat menyukai film ini karena film ini berhasil menghibur saya dari awal sampai akhir. Cocok ditonton para penyuka komedi, atau penyuka film pada umumnya (karena film ini adalah satu contoh film yang menunjukkan kekuatan sinema). 4 bintang 🙂

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Apakah kamu penggemar game RPG? Jika iya, kamu mungkin akan menyukai dorama ini. Yuusha Yoshihiko to Maou no Shiro adalah sebuah dorama yang dibuat sebagai parodi dari game RPG. Plotnya? Cukup sederhana. Bercerita tentang Yoshihiko (Yamada Takayuki), laki-laki yang terpilih sebagai Yuusha (hero) di desanya. Diceritakan bahwa desa Kaboi (desanya Yoshihiko) terkena wabah penyakit misterius. Oleh karena  itu, Yoshihiko ditugaskan untuk mencari tanaman herbal yang dipercaya bisa menyembuhkan wabah penyakit tersebut. Perjalanan Yoshihiko pun dimulai. Di tengah perjalanan itu, ia bertemu dengan tiga orang yang kemudian bergabung dan membantu rencana Yoshihiko. Tiga orang tersebut adalah: (1) Danjou (Takuma Shin), seorang fighter yang mau bergabung dengan Yoshihiko sampai Yoshihiko mau mendengarkan ceritanya;  (2) Murasaki (Kinami Haruka), perempuan yang menyangka Yoshihiko adalah pembunuh ayahnya dan bergabung dengan Yoshihiko sampai ia yakin bahwa Yoshihiko adalah pembunuh ayahnya, dan (3) Merebu (Muro Tsuyoshi), seorang penyihir yang hanya menguasai satu mantra saja.

Ketika mereka berempat telah berkumpul semua dan siap memulai petualangan, mereka menemukan kenyataan bahwa…. tanamannya telah ketemu. Ya, ketika mereka baru mau memulai pencarian, tiba-tiba mereka bertemu Teruhiko, ayah Yoshihiko yang merupakan Yuusha sebelumnya, dan telah menghilang selama enam bulan dalam misi yang sama dengan Yoshihiko. Ternyata Teruhiko sudah menemukan tanamannya, tapi ia tidak kembali ke Desa Kaboi karena di tengah perjalanannya ia bertemu dengan seorang perempuan yang kemudian dinikahinya. Lalu, apakah petualangan Yoshihiko berhenti sampai di situ? Ternyata tidak saudara-saudara. Ketika mereka berempat siap berpisah, tiba-tiba muncul Hotoke-sama/Buddha (Sato Jiro) di langit. Hotoke-sama memberitahu Yoshihiko dkk bahwa wabah penyakit yang terjadi di desanya adalah ulah dari Maou/devil. Oleh karena itu, tugas Yoshihiko yang sebenarnya bukanlah mencari tanaman herbal, tapi mencari dan mengalahkan Maou. Petualangan Yoshihiko yang sebenarnya pun dimulai. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa sajakah yang akan ditemui Yoshihiko di perjalanannya? Apakah Yoshihiko akan berhasil menemukan dan mengalahkan Maou? Di luar hal itu, tanpa Yoshihiko ketahui, adik perempuannya yang bernama Hisa (Okamoto Azusa) diam-diam mengikuti Yoshihiko karena khawatir pada kakaknya tersebut.

Yuusha Yoshihiko to Maou no Shiro adalah salah satu dorama terlucu yang pernah saya tonton. Jangan tertipu oleh posternya yang memberi kesan bahwa ini adalah dorama aksi petualangan yang serius. Dorama ini murni dorama komedi. Dorama ini dibuat sebagai parodi sekaligus penghormatan terhadap game RPG Jepang, terutama game Dragon Quest (belum pernah main sayangnya). Saya sendiri bukan penggemar game RPG kelas berat, cuma dulu saya suka nontonin sepupu saya main game RPG macam Chrono Cross, dan pernah main beberapa game RPG sederhana di komputer, sehingga saya gak terlalu asing dan cukup mengenal pola umum game RPG. Oleh karena itu, dorama ini berhasil membuat saya tertawa karena parodi RPG yang disajikannya. Seperti game RPG pada umumnya, karakter-karakter pada dorama ini pun akan bertemu dan bertarung dengan monster di tengah perjalanannya (dan akan mendapatkan uang jika berhasil mengalahkannya). Dalam perjalanannya pun mereka akan mampir ke berbagai macam desa, dan kadang mereka akan menerima quest/tugas tambahan dari penduduk desa yang mereka datangi. Para karakter di dorama ini pun dalam petualangannya bisa mempelajari beberapa skill dan bahkan bisa mengubah kelas mereka. Di sini juga mereka ditugaskan untuk mencari item/barang-barang yang bisa digunakan untuk mengalahkan Maou. Selain hal-hal itu, masih banyak adegan-adegan yang merupakan parodi dari RPG yang lumayan bikin saya ngakak (ketika kamu main game RPG, pernah mencoba berbicara dengan penduduk desa biasa berkali-kali dan hasilnya mereka mengucapkan hal yang sama terus menerus? Di sini pun hal semacam itu ada :D).

Selain dimaksudkan sebagai parodi RPG, dorama ini juga melabeli dirinya sendiri sebagai “low budget action adventure story” (seperti dapat dilihat pada bagian openingnya). Dan menurut saya hal ini adalah kelebihan dari dorama ini. Ya, karena dorama ini bergenre fantasi, mungkin kamu akan berharap dorama ini akan menghadirkan efek-efek luar biasa sebagaimana yang biasanya ada pada film/serial bergenre fantasi. Tapi sayang sekali dorama ini bukan dorama penuh efek semacam itu. Namun, seperti yang sudah saya bilang, hal itu merupakan salah satu kelebihan dan salah satu faktor yang membuat dorama ini menjadi sangat lucu. Kita bisa melihat bahwa monster-monster di sini semuanya adalah “handmade” alias buatan tangan (dan beberapa di antaranya ada juga yang hanya kostum), dan bukannya efek CGI atau semacamnya. Dan ketika monsternya adalah monster yang lebih besar, tiba-tiba adegan dorama ini akan berubah menjadi tayangan animasi 2D sederhana (karena membuat monster yang lebih besar akan makan banyak biaya sepertinya). Properti dan settingnya pun kabarnya adalah properti/setting bekas film-film lain. Namun, hal itulah yang saya kagumi dari dorama ini. Budget rendah bukanlah alasan yang dapat membuat sebuah dorama menjadi jelek. Sebaliknya, budget rendah malah bisa dimanfaatkan sebagai suatu lelucon yang ternyata berhasil menghibur.

Selain itu, dorama ini juga tidak hanya memparodikan game RPG saja. Dorama ini juga banyak memparodikan hal-hal lain yang berhubungan dengan dengan pop culture di Jepang. Ada parodi dari anime Doraemon, parodi iklan, sampai parodi dari idol group yang tengah populer di Jepang saat ini (terlihat di salah satu episode di mana Yoshihiko tiba-tiba berubah haluan jadi idol di Akibara Village, di bawah naungan seseorang bernama Aki-mo. Parodi grup apa tuuh?). Selain parodi dari hal-hal itu, di sini juga terdapat parodi dari film komedi klasik Monty Python and  the Holy Grail (selain gaya humornya kadang agak mirip, adegan koala dalam dorama ini juga sedikit mengingatkan saya pada tokoh kelinci di Monty Python). Unsur komedi di sini memang banyak dihasilkan dari unsur parodinya. Tapi karakteristik tokoh-tokohnya juga berperan penting dan menambah kelucuan dorama ini. Karakter-karakter dari dorama ini hampir semuanya sinting. Mulai dari Yoshihiko, yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai karakter pahlawan yang cukup umum. Ia adalah seorang pemberani, jujur, dan “pure-hearted”. Tapi nantinya kita akan dibawa pada kejutan-kejutan mengenai karakter ini (apalagi ternyata ia mudah terdistraksi oleh hal-hal remeh temeh). Tiga orang temannya pun sama-sama punya kepribadian yang konyol. Dan karakter Hotoke-sama-nya, benar-benar tidak meyakinkan sebagai Hotoke-sama. Selain karakter-karakter utama, kita juga akan diperkenalkan pada karakter musuh-musuh yang hampir semuanya berkepribadian konyol. Mengenai hal ini, dorama ini juga memiliki cukup banyak bintang tamu yang berperan sebagai musuh dan karakter lain yang ditemui Yoshihiko dkk di perjalanannya. Mulai dari Yasuda Ken, Koike Eiko, Sawamura Ikki, Furuta Arata, Okada Yoshinori, sampai Oguri Shun. Dan mengingat ini adalah low budget drama, kabarnya mereka tidak dibayar dan mau tampil selama beberapa menit di dorama ini sebagai bentuk persahabatan (misalnya Oguri Shun yang bersahabat dengan Yamada Takayuki).

Well, segini aja review dari saya. Overall, saya sangat menyukai dorama berjumlah 12 episode ini (oh ya karena ini adalah midnight drama, dorama ini setiap episodenya hanya memiliki durasi sekitar 28 menit, tidak seperti dorama prime time yang biasanya berdurasi sekitar 45 menit). Highly recommended buat penyuka game RPG dan penyuka dorama bergenre komedi, atau mungkin untuk yang bosan dengan dorama berformat ‘biasa’. Ja, 4 bintang untuk dorama ini.

Rating : 1 2 3 4 5

Read Full Post »

Jepang sepertinya memang tidak pernah bosan membuat dorama bertemakan detektif. Pada musim dingin tahun ini pun, terdapat beberapa dorama bertemakan detektif yang ditayangkan di tv-tv Jepang, salah satunya adalah dorama berjudul Lucky Seven yang telah selesai tayang baru-baru ini. Tidak seperti dorama detektif kebanyakan yang biasanya bercerita tentang detektif yang ada di kepolisian, Lucky Seven bercerita tentang sebuah agen detektif swasta yang bernama Lucky Detective Agency.

Lucky Detective Agency pada awalnya hanya terdiri dari enam orang saja. Seperti kebanyakan kantor detektif swasta, mereka melayani permintaan dari klien yang datang. Hal-hal yang mereka selidiki bisa bermacam-macam, bisa menyelidiki kasus perselingkuhan, kasus penipuan, dan berbagai macam kasus lainnya (tergantung permintaan klien). Pada adegan pertama, diperlihatkan bahwa beberapa detektif dari Lucky Detective Agency sedang menyelidiki perselingkuhan yang dilakukan istri dari klien mereka. Bukti bahwa si istri berselingkuh berhasil didapatkan, namun mereka melakukan kesalahan karena salah satu dari mereka, yaitu Nitta Teru (Eita) sempat terlihat oleh Tokita Shuntaro (Matsumoto Jun), selingkuhan dari si istri klien. Pada awalnya Shuntaro tidak menyadari bahwa ia sedang diselidiki. Namun, keesokan harinya, ketika ia mencoba menghubungi selingkuhannya, ia lalu mengetahui bahwa perselingkuhannya telah diselidiki oleh detektif. Dan pada saat itu juga, secara kebetulan ia melihat Nitta, dan langsung menyadari bahwa orang itu adalah detektif yang menyelidikinya. Kejar-kejaran antara Shuntaro dan Nitta pun tidak bisa dihindarkan, dan Shuntaro berhasil mengejar Nitta sampai ke kantornya. Melihat kegigihan Shuntaro dalam mengejar Nitta, Fujisaki Touko (Matsushima Nanako) yang merupakan boss sekaligus pendiri Lucky Detective Agency kemudian menawari Shuntaro untuk bergabung menjadi anggota ketujuh Lucky Detective Agency. Shuntaro yang seorang pengangguran dan tidak pernah punya pekerjaan tetap pun mencoba menerima tawaran itu. Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Shuntaro akan betah bekerja di Lucky Detective Agency? Apakah menjadi detektif adalah pekerjaan yang tepat untuknya? Dan, kasus-kasus macam apakah yang akan mereka selidiki selanjutnya? Tonton aja deh.

Yang membuat saya tertarik menonton dorama ini tentu saja karena salah satu pemainnya adalah aktor Jepang favorit saya *uhuk Eita uhuk*, dan dorama bertemakan detektif memang selalu menarik perhatian saya. Dan yang saya suka lagi adalah meskipun dorama ini bertemakan detektif, tapi kasus-kasus yang diselidiki bukan seputar kasus pembunuhan seperti di kebanyakan dorama detektif lainnya (meskipun kasus yang terakhir masih ada sangkut pautnya dengan pembunuhan). Jadi buat kamu yang suka dorama detektif tapi bosen sama dorama detektif yang isinya kasus pembunuhan terus, dorama ini bisa dijadikan sebagai alternatif tontonan (dan bukankah detektif itu tidak harus selalu identik dengan kasus pembunuhan? :)).

Kasus-kasus dalam Lucky Seven sendiri bukan tipe kasus yang hebat, membuat penasaran, atau menguras pikiran. Bagian penyelidikannya pun menurut saya biasa aja. Lalu, apa yang menjadikan dorama ini menjadi menarik dan menghibur? Jawabannya adalah chemistry antara dua tokoh utamanya, yaitu Shuntaro dan Nitta. Menurut saya, interaksi antara dua tokoh ini lah yang membuat dorama ini menjadi sangat menarik. Ya, aroma “bromance” dalam dorama ini memang menjadi kekuatan utama dorama ini, sampai-sampai menutupi karakteristik tokoh-tokoh yang lain (ini jeleknya sih). Diceritakan bahwa Nitta dan Shuntaro ini dari awal tidak pernah akur, tapi meskipun begitu pada akhirnya mereka selalu menjadi tim yang solid.

Selain itu, kelebihan lain dari dorama ini adalah kita juga akan disuguhi beberapa fighting/action scene yang memukau, salah satunya adalah fighting scene antara Shuntaro dan Nitta di episode pertama yang settingnya dibuat ala setting di film Fight Club. Meskipun kesannya fanservice banget, tapi itu adalah salah satu fighting scene terbaik yang pernah saya lihat di dorama Jepang, dan membuat saya merasa harus menonton dorama ini sampai akhir. Di episode-episode selanjutnya pun kita akan disuguhi beberapa action scene yang meskipun tidak se-epik action scene yang pertama, tapi lumayan menghibur. Di luar unsur actionnya, dorama ini juga memuat unsur komedi yang meskipun gak lucu-lucu amat, tapi lumayan lah bikin nyengir-nyengir dikit.

Matsumoto Jun dan Eita berakting bagus di sini. Tapi catatan untuk Matsujun, meskipun dia berakting lumayan baik di sini, di episode-episode awal rasanya dia gak terlihat seperti lead character karena karakter Nitta terlihat lebih menonjol daripada karakter Shuntaro. Menurut saya, karakter Shuntaro ini hanya menarik ketika dia sedang berada di adegan yang sama dengan Nitta. Ketika dia lagi sendirian, karakter ini tiba-tiba jadi ngebosenin (ini saya bukan bias ke Eita loh, karena saya juga adalah penggemar Matsujun). Ya, meskipun cuma pemeran “kedua”, Eita memang sangat menarik perhatian di sini. Meskipun dari segi fisik dia mengalami tanda-tanda penuaan dan tanda-tanda anoreksia, tapi dia berhasil menjadikan karakter Nitta sebagai karakter yang sangat unik dan memiliki daya tarik yang melebihi karakter utama.

Catatan: Mulai dari paragraf ini, SPOILER ALERT ya.

Namun, sayangnya aroma “bromance” antara Shuntaro dan Nitta tidak bertahan lama karena di episode tengah tiba-tiba karakter Nitta menghilang begitu saja (dengan alasan yang awalnya kurang jelas, tapi di episode terakhir karakter ini akan muncul lagi). Beberapa rumor menghiasi hilangnya karakter tersebut, tapi apapun rumornya, hal tersebut tentunya menimbulkan kekecewaan yang sangat besar pada penontonnya (termasuk saya). Sisi positifnya sih, dengan menghilangnya karakter ini, karakter lain seperti Junpei (Oizumi Yo), Asuka (Naka Riisa), dan Touko jadi mulai ditonjolkan, tapi sayangnya pembangunan karakter tokoh yang lain tersebut tidak berhasil membuat dorama ini jadi lebih menarik dari sebelumnya. Sisi positif yang lain, ini adalah kesempatan Matsujun untuk menunjukkan bahwa dia lah lead character dorama ini. Tapi sayangnya meskipun karakter Shuntaro ini memiliki sedikit perkembangan, ia tetap tidak semenarik ketika ia sedang bersama Nitta. Well, dari episode enam sampai episode delapan menurut saya masih menghibur sih, tapi tetep aja rasanya jadi agak hambar karena anggotanya yang gak lengkap, dan di-skip juga kayaknya gak bikin kita kehilangan sesuatu untuk memahami cerita selanjutnya. Baru pas episode sembilan, dorama ini kembali menarik perhatian saya. Tapi sayangnya dorama ini cuma terdiri dari sepuluh episode, jadi dorama ini kembali menarik malah pas udah mau beres 😀

Selain memengaruhi karakter lainnya, hilangnya karakter tersebut juga turut memengaruhi plot cerita dalam dorama ini. Menurut saya dorama ini jadi hilang fokus, maunya nyelidikin satu kasus per-episode atau nyelidikin satu kasus besar yang jadi benang merah dari semua kasusnya (misalnya kayak di dorama Unfair)? Hasilnya, dorama ini juga terlihat mau dua-duanya, biarpun dua-duanya ternyata gak nyambung *err.. gimana ya bahasanya*. Kasus-kasus kecil di dalamnya ternyata gak ada hubungan sama sekali sama kasus besar di episode akhir. Kasus di episode 4-5 sepertinya masih ada kaitan dengan kasus besar itu sih, tapi menurut saya kaitannya kecil banget. Dan kasus yang harusnya jadi kasus besar itu menurut saya gak hebat banget, dan bisa selesai dalam satu episode saja dan gak perlu penyelidikan yang berkelanjutan (apa lagi sampe harus bikin Nitta menghilang beberapa episode untuk menyelidiki kasus tersebut, belum lagi clue yang didapat dari penyelidikannya ternyata cuma gitu doang). Dan saya menemukan sedikit kejanggalan pada kasus yang terakhir itu. Untuk apa menyelidiki kasus yang terjadi 16 tahun yang lalu? Bukannya batas kadaluarsa suatu kasus di Jepang itu cuma 15 tahun ya? *CMIIW* Saya rasa kalo kasusnya diubah jadi kasus 15 tahun lalu dan beberapa hari lagi akan kadaluarsa, kasusnya akan menjadi lebih menarik. Curiganya sih, kasus yang terakhir ini ada di luar rencana skenario awal, dan kemudian dibikin biar hilangnya karakter Nitta yang terasa tiba-tiba jadi terlihat masuk akal.

Catatan: SPOILER berakhir.

Well, terlepas dari segala kekurangannya, saya lumayan suka dorama ini sih. Menurut saya dorama ini tetap layak tonton dan menghibur, meskipun episode-episode tengahnya jadi menurun dan mengecewakan. Jadi, 3,25 bintang deh *iyee maap nanggung*.

Rating : 1 2 3 3,25 4 5

Read Full Post »